Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan negosiasi tarif dengan China masih berjalan.
Namun, Beijing membantah ada pembicaraan yang berlangsung, memperlihatkan sinyal bertentangan soal kemajuan untuk meredakan perang dagang yang dikhawatirkan bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi global.
Trump menyampaikan kepada majalah TIME, pembicaraan masih berlangsung dan Presiden China Xi Jinping telah menghubunginya.
Pernyataan serupa ia sampaikan kepada wartawan sebelum bertolak dari Gedung Putih ke Roma untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus pada Jumat (25/4/2025).
Namun, pernyataan Trump langsung dibantah pemerintah China.
"China dan AS TIDAK melakukan konsultasi atau negosiasi mengenai #tarif," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri China yang dipublikasikan melalui akun resmi Kedutaan Besar China di AS. "AS harus berhenti menciptakan kebingungan."
Saat berbicara di pesawat kepresidenan Air Force One, Trump menyebutkan, membuka pasar China untuk produk-produk AS akan menjadi sebuah kemenangan besar, dan tarif bisa menjadi jalan untuk mencapainya.
"Bebaskan China. Anda tahu, mari kita masuk dan bekerja sama dengan China," ujarnya. "Itu akan sangat bagus. Itu akan menjadi kemenangan besar, tetapi saya bahkan tidak yakin akan memintanya karena mereka tidak menginginkannya terbuka," kata Trump, seperti dilansir Reuters.
Sementara itu, pada Sabtu (26/4/2025), Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyatakan, Beijing mematuhi aturan internasional terkait tarif yang diberlakukan AS, dan akan membangun solidaritas dengan negara lain.
"Negara-negara tertentu berpegang pada prioritas mereka sendiri, terlibat dalam tekanan dan transaksi koersif, serta memprovokasi perang dagang tanpa alasan, memperlihatkan egoisme ekstrem," kata Wang dalam pertemuan regional di Kazakhstan, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China.
Pernyataan saling bertolak belakang ini semakin menambah ketidakpastian seputar kebijakan tarif Trump.
Tidak hanya soal China, ketidakjelasan ini juga berdampak ke banyak negara lain yang berlomba menegosiasikan kesepakatan untuk mengurangi beban pajak impor besar-besaran yang diberlakukan sejak Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025.
Tim negosiasi perdagangan AS tengah melakukan serangkaian pembicaraan singkat dengan berbagai pejabat asing yang hadir di Washington dalam rangka pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Kelompok Bank Dunia.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengklaim telah ada kemajuan yang cepat. Namun, banyak pejabat negara lain justru bersikap lebih hati-hati. Kepala keuangan di IMF menilai risiko akibat perang dagang ini semakin mengancam.
"Saya meninggalkan pertemuan ini dengan pemahaman yang jelas tentang segala hal yang dipertaruhkan dan risiko yang ada untuk pekerjaan, untuk pertumbuhan, untuk standar hidup di seluruh dunia," ujar Menteri Keuangan Irlandia Paschal Donohoe kepada Reuters.
"Pertemuan di sini... mengingatkan saya mengapa kita perlu melakukan segala hal dalam beberapa minggu dan bulan ke depan untuk mengurangi ketidakpastian itu," tambahnya.
Tanda-tanda De-eskalasi
Walaupun belum jelas apakah benar ada kesepakatan untuk menghindari kenaikan tarif pada Juli mendatang, beberapa tanda de-eskalasi mulai muncul.
China membebaskan sejumlah impor AS dari tarif tinggi, termasuk obat-obatan farmasi buatan AS. Sebelumnya, produk tersebut dikenai tarif masuk sebesar 125 persen sebagai respons atas tarif 145 persen yang diberlakukan Trump terhadap barang-barang China.
Sebuah daftar yang berisi 131 kategori produk — mulai dari vaksin, bahan kimia, hingga mesin jet — dikabarkan sedang dipertimbangkan untuk pembebasan tarif. Reuters tidak dapat memverifikasi kebenaran daftar tersebut, dan pemerintah China belum mengumumkan secara terbuka.
Di sisi lain, pemerintahan Trump juga memberikan sinyal ingin menurunkan ketegangan. Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan kedua negara sepakat bahwa situasi saat ini "tidak bisa dipertahankan".
Trump juga menyampaikan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa dirinya hampir mencapai kesepakatan perdagangan dengan Jepang.
Kesepakatan ini dinilai analis sebagai "uji coba" untuk perjanjian bilateral lainnya, meskipun pembicaraannya diperkirakan tetap akan sulit.
Trump dan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba kemungkinan akan mengumumkan kesepakatan itu saat bertemu di KTT Kelompok Tujuh (G7) di Kanada pada Juni mendatang.
Trump juga menyebutkan kepada TIME bahwa dirinya telah membuat "200 kesepakatan" yang siap diselesaikan dalam tiga hingga empat minggu. Ia menambahkan akan menganggap semua itu sebagai "kemenangan total" jika tarif tetap bertahan di kisaran 20 hingga 50 persen satu tahun ke depan.
Menurut Trump, langkah tarif ini akan membantu menghidupkan kembali industri manufaktur AS yang melemah karena kompetisi global. Namun, banyak ekonom memperingatkan kebijakan ini justru berpotensi menaikkan harga konsumen di AS dan memperbesar risiko resesi.
Dampak ke Pasar
Saham AS tercatat menguat secara mingguan, meski sejak Trump kembali menjabat pada Januari, pasar telah turun sekitar 10 persen dan ketinggalan dibandingkan indeks saham negara lain. Dolar AS juga mengalami penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sementara itu, pasar saham di Eropa dan Asia mencatatkan kenaikan untuk minggu kedua berturut-turut. Dolar AS bahkan bersiap mencetak kenaikan mingguan pertamanya dalam lebih dari sebulan. Investor mulai merasa optimistis setelah melihat tanda-tanda bahwa AS dan China berusaha mengurangi ketegangan.
Di Wall Street, indeks utama naik tipis karena investor masih mencari kejelasan soal arah hubungan dagang kedua negara.
Selain tarif terhadap China, Trump juga memberlakukan tarif umum sebesar 10 persen pada semua impor lainnya, serta tarif tambahan pada produk baja, aluminium, dan mobil.
Bahkan, sektor farmasi dan semikonduktor juga dikenai pungutan tambahan, yang diperkirakan akan mendorong harga obat di AS naik hingga 12,9 persen menurut industri.
Tarif ini menjadi topik utama dalam pertemuan IMF di Washington. Para menteri keuangan dari berbagai negara pun berusaha bertemu langsung dengan Menteri Keuangan AS.
Bessent menggambarkan pembicaraan awal dengan Korea Selatan sebagai "sangat sukses", sedangkan Seoul menilai itu sebagai "awal yang baik". Diskusi lebih lanjut akan digelar pekan depan.
Swiss juga mengaku puas dengan pertemuan awal bersama Bessent. Kantor Perwakilan Dagang AS menyebutkan, pembicaraan dengan Jepang dan negara lain "terus berlangsung", namun keputusan akhir tetap berada di tangan Trump.
Sejauh ini, belum ada tanda-tanda kemajuan nyata dengan negara lain, meski Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva sudah memperingatkan perang dagang ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi global secara signifikan.