Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru terhadap sejumlah produk impor dari China. Tarif tersebut dinaikkan dari sebelumnya 145 persen menjadi maksimal 245 persen.
Hal itu sebagai respons atas langkah balasan China yang sebelumnya mengenakan tarif sebesar 125 persen terhadap produk AS.
“China sekarang menghadapi tarif hingga 245 persen atas impor ke Amerika Serikat karena melakukan pembalasan,” demikian tertulis dalam lembar fakta yang dirilis Gedung Putih melalui situs resminya, Rabu (16/4/2025).
Langkah ini menandai memanasnya kembali perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, yang sejak awal 2025 terus diwarnai aksi saling balas kebijakan perdagangan.
Investigasi Ketergantungan AS terhadap Mineral Kritis
Sebelum pengumuman tarif diberlakukan, Trump lebih dulu menandatangani perintah eksekutif yang memerintahkan Menteri Perdagangan AS untuk menyelidiki ketergantungan Negeri Paman Sam terhadap impor mineral kritis.
Investigasi dilakukan berdasarkan Pasal 232 dalam Trade Expansion Act 1962, regulasi yang sebelumnya digunakan untuk menilai dampak impor baja, aluminium, hingga tembaga terhadap keamanan nasional.
Meski China tidak secara eksplisit disebut dalam dokumen tersebut, negara itu merupakan produsen utama bagi 30 dari 50 mineral yang dikategorikan sebagai kritis oleh United States Geological Survey (USGS).
Sebagai tanggapan awal, pada 4 April 2025, Kementerian Perdagangan China mengumumkan pembatasan ekspor tujuh elemen tanah jarang (rare earth elements) serta produk magnet penting yang digunakan di sektor pertahanan, otomotif, dan energi.
Tarif Impor Tinggi terhadap Produk China
Dilansir dari business-standard.com, tarif impor tertinggi dikenakan terhadap produk jarum suntik dan alat suntik asal China, dengan total mencapai 245 persen.
Angka tersebut berasal dari tiga lapisan kebijakan tarif: tarif “pra-2025” sebesar 100 persen, tarif terkait fentanyl sebesar 20 persen, dan tarif “resiprokal” sebesar 125 persen.
Produk strategis lain yang ikut terdampak antara lain baterai lithium-ion (175 persen), cumi-cumi (170 persen), dan sweter wol (169 persen).
Gedung Putih menyebut kebijakan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap industri dalam negeri serta upaya membalas kebijakan dagang agresif dari China.
Respons China: Tidak Takut Perang Dagang
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers pada Rabu (16/4/2025), meminta media agar mengonfirmasi langsung rincian tarif kepada pemerintah AS.
Ia menegaskan bahwa perang dagang ini dimulai oleh Washington, dan bahwa tindakan balasan dari Beijing bertujuan melindungi kepentingan nasional.
“China tidak ingin berperang, tetapi juga tidak takut untuk berperang,” ujar Lin dikutip dari China Daily.
Ia menambahkan, penyelesaian hanya bisa dicapai apabila AS menghentikan tekanan ekstrem dan bersedia membuka ruang dialog yang setara dan saling menghormati.
"Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah melalui dialog dan negosiasi, AS harus menghentikan pendekatannya yang memberikan tekanan ekstrem, berhenti mengancam dan memeras, serta terlibat dalam dialog dengan pihak China atas dasar kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan," ujar Lin.