Senin 31 Mar 2025

Notification

×
Senin, 31 Mar 2025

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Saat AS Tangkapi Mahasiswa Pro Palestina

Maret 28, 2025 Last Updated 2025-03-28T09:52:02Z

Pemerintahan Presiden Donald Trump menangkap mahasiswa Universitas Columbia lainnya yang ikut dalam demonstrasi pro-Palestina.


Dalam pernyataan pers pada Jumat (14/3), Kementerian Keamanan Dalam Negeri menuduh Leqaa Kordia, mahasiswi Universitas Columbia asal Palestina, karena visa pelajar F-1 miliknya overstay.


Dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (15/3), pernyataan itu menjelaskan bahwa agen dari Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) menahannya untuk dideportasi. Mahasiswa asing lainnya, Ranjani Srinivasan dari India, dicabut visanya karena berpartisipasi dalam kegiatan yang mendukung Hamas.


Pemerintahan Trump telah beberapa kali menyamakan partisipasi dalam demonstrasi menentang perang Israel di Gaza dengan dukungan untuk Hamas. Pemerintahannya juga menuduh peserta demo mendukung teroris.


Ini merupakan penangkapan mahasiswa asing kedua dalam kurang dari satu minggu setelah ICE menahan Mahmoud Khalil. Dia ditahan dan ditempatkan di tahanan imigrasi di New Jersey, kemudian dipindahkan ke Louisiana.


Akademisi AS Gugat Trump atas Ancaman Deportasi Demonstran Pro-Palestina


Tiga akademisi dari Universitas Cornell menggugat Presiden AS Donald Trump atas dua keputusan presiden yang memungkinkan pemerintah menangkap, mendeportasi, atau mendakwa demonstran pro-Palestina.


Gugatan yang diajukan di pengadilan New York ini menilai kebijakan tersebut mengancam kebebasan berbicara.


Mahasiswa PhD asal Inggris-Gambia, Momodou Taal, menjadi salah satu penggugat.


"Negara ini selalu mengeklaim menjunjung kebebasan berpendapat—kecuali ketika menyangkut Palestina,” kata Taal, seperti diberitakan Al Jazeera, Senin (17/3).


Ia menyamakan situasi ini dengan era McCarthyisme (kampanye antikomunis) dan gerakan hak sipil di masa lalu.


Hakim AS Tolak Perintah Trump untuk Deportasi Aktivis Mahasiswa Pro-Palestina


Hakim federal Amerika Serikat memutuskan mahasiswa Universitas Columbia berusia 21 tahun, Yunseo Chung, tak dapat ditahan saat ia berjuang melawan upaya deportasi yang dilakukan pemerintahan Donald Trump.


Chung, warga Korea-Amerika yang telah tinggal di AS sejak usia tujuh tahun dan berstatus penduduk tetap, menghadapi ancaman deportasi karena aktivitas pro-Palestina.


“Sejak hari ini, Yunseo Chung tidak perlu lagi hidup dalam ketakutan terhadap ICE [Imigrasi dan Bea Cukai] yang bisa datang ke rumahnya dan menangkapnya di malam hari,” kata pengacaranya, Ramzi Kassem, usai putusan pada Selasa (26/3).


Mengutip Al Jazeera, Hakim Distrik AS Naomi Reice Buchwald menilai pemerintah belum memberikan alasan yang cukup kuat untuk menahan Chung selama proses hukum berlangsung.


Ia mempertanyakan argumen keberadaan Chung bisa berdampak pada kebijakan luar negeri AS.


“Apa masalahnya dengan membiarkannya tetap di komunitasnya dan tidak menahannya selama proses hukum berjalan?” kata Buchwald dalam persidangan.


Kasus Chung merupakan bagian dari gugatan yang lebih luas untuk menentang upaya deportasi mahasiswa non-warga AS yang ikut dalam aksi protes kampus menentang perang Israel di Gaza.


Chung ditangkap pada 5 Maret saat memprotes tindakan disipliner Universitas Columbia terhadap mahasiswa yang berunjuk rasa.


Tim hukumnya kemudian diberitahu mengenai status penduduk tetapnya telah dicabut.


Pemerintahan Trump berupaya mendeportasi sejumlah mahasiswa internasional yang terlibat dalam protes pro-Palestina.


Lulusan Universitas Columbia, Mahmoud Khalil, sempat ditahan dan menyebut dirinya tahanan politik sebelum akhirnya pengadilan distrik New York melarang deportasinya pada 10 Maret.


Momodou Taal dari Universitas Cornell juga sedang menggugat pemerintah atas upaya deportasi terhadapnya.


Sementara Badar Khan Suri, mahasiswa Universitas Georgetown asal India, masih dalam tahanan, meski hakim federal telah sementara waktu melarang deportasinya.


Aparat AS Tangkap dan Cabut Visa Mahasiswi Turki Pro-Palestina


Imigrasi Amerika Serikat (ICE) menangkap dan mencabut visa mahasiswi Turki dan tokoh pro-Palestina, Rumeysa Ozturk, pada Selasa (25/3) waktu setempat.

Penangkapan itu menurut kerabat Rumeysa Ozturk terkait dukungan terhadap demo pro-Palestina. Rumeysa Ozturk adalah mahasiswi program doktor Universitas Tufts di sekitar Boston.


Lewat video yang tersebar di dunia maya, dan sudah terkonfirmasi keasliannya, Rumeysa Ozturk ditangkap oleh aparat yang memakai masker. Penangkapan tersebut dilakukan di sekitar kediaman Rumeysa Ozturk di Sommerville, Massachusetts.


Menurut pengacara Rumeysa Ozturk, perempuan itu ditangkap saat dalam perjalanan ke rumah temannya untuk buka puasa bersama.


Jubir Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS, Tricia McLaughlin, membenarkan penangkapan Rumeysa Ozturk.


“Rumeysa Ozturk terlibat dalam aktivitas dukungan terhadap Hamas, sebuah organisasi teroris asing yang terlibat pembunuhan warga AS,” kata McLaughlin seperti dikutip dari Reuters.


“Visa adalah hak istimewa, bukan hak," sambung McLaughlin.

×