Kelompok militan Kurdi, Partai Pekerja Kurdistan (PKK), mengumumkan gencatan senjata pada Sabtu (1/3/2025). Keputusan ini diambil dua hari setelah pemimpin mereka yang dipenjara, Abdullah Ocalan, menyerukan agar kelompok tersebut melucuti senjata.
Langkah ini pun dinilai sebagai peluang bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk memperkuat upaya rekonsiliasi dengan kelompok Kurdi di negaranya.
PKK adalah kelompok bersenjata yang telah berkonflik dengan pemerintah Turki sejak 1984. Organisasi ini memperjuangkan hak-hak politik dan budaya bagi etnis Kurdi yang tersebar di Turki, Irak, Suriah, dan Iran.
Sejak didirikan, konflik antara PKK dan pemerintah Turki telah merenggut puluhan ribu korban jiwa. Turki dan negara-negara Barat mengategorikan PKK sebagai organisasi teroris.
Gencatan senjata ini menjadi titik terang pertama sejak perundingan damai antara PKK dan pemerintah Turki runtuh pada 2015.
Selain itu, perubahan geopolitik di kawasan, seperti perang Israel-Hamas dan ketidakstabilan di Suriah serta Lebanon, turut mempengaruhi keputusan kelompok tersebut.
Seruan Ocalan dan Tekanan terhadap Kaum Kurdi
Pernyataan resmi PKK dipublikasikan oleh Firat News Agency, media yang berafiliasi dengan kelompok tersebut.
Dalam pernyataan yang dikutip dari Associated Press, PKK menyatakan bahwa mereka akan mematuhi seruan Ocalan dan tidak akan melakukan aksi bersenjata kecuali diserang lebih dahulu.
Namun, mereka juga menekankan bahwa jalur politik dan hukum yang sesuai harus disiapkan untuk keberhasilan upaya perdamaian.
Sebelumnya, pada Kamis (27/2), delegasi politisi Kurdi yang mengunjungi Ocalan di penjara melaporkan bahwa pemimpin PKK itu meminta kelompoknya untuk melucuti senjata dan membubarkan diri.
Seruan ini muncul di tengah tekanan terhadap partai politik pro-Kurdi di Turki. Beberapa wali kota dari partai tersebut telah dicopot dan digantikan oleh pejabat yang ditunjuk pemerintah.
PKK juga menyerukan agar Ocalan dibebaskan dari penjara di Pulau Imrali, Laut Marmara, agar ia dapat secara langsung memimpin kongres partai yang akan menentukan masa depan kelompok tersebut.
Respon Erdogan dan Pemerintah Turki
Presiden Erdogan menanggapi positif pengumuman gencatan senjata ini, menyebutnya sebagai “fase baru” dalam upaya perdamaian.
“Ada peluang untuk mengambil langkah bersejarah dalam meruntuhkan tembok teror yang telah memisahkan persaudaraan Turki dan Kurdi selama lebih dari 1.000 tahun,” kata Erdogan dalam pidatonya, Jumat (28/2).
Peluang rekonsiliasi ini juga dikaitkan dengan wacana perubahan konstitusi yang diajukan oleh Erdogan dan mitra koalisinya, Devlet Bahceli.
Usulan tersebut memungkinkan Erdogan tetap berkuasa setelah masa jabatannya berakhir pada 2028.
Bahceli bahkan mengisyaratkan bahwa Ocalan bisa mendapat keringanan hukuman jika PKK benar-benar membubarkan diri.
Pemerintah Turki juga tengah berupaya merangkul dukungan dari partai politik pro-Kurdi, Partai Persamaan dan Demokrasi Rakyat (DEM), untuk mendukung perubahan konstitusi ini.
Sejumlah pertemuan antara pejabat pemerintah dan politisi pro-Kurdi dijadwalkan dalam beberapa pekan mendatang untuk membahas kelanjutan proses perdamaian.
Di luar Turki, pengaruh PKK juga mencakup kelompok Kurdi di Suriah yang selama ini berafiliasi dengan organisasi tersebut.
Namun, pemimpin Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang didukung Amerika Serikat, menegaskan bahwa gencatan senjata ini tidak berlaku bagi kelompoknya.
Sementara itu, pemerintah Turki tetap menuntut agar semua kelompok Kurdi yang memiliki hubungan dengan PKK, baik di Turki, Suriah, maupun Irak, untuk dibubarkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, serangan militer Turki dengan dukungan drone telah memaksa pasukan PKK mundur ke perbatasan pegunungan di Irak utara.