Dominasi restoran global seperti McDonald's, KFC, dan Pizza Hut di Indonesia memang sangat mencolok dengan angka penjualan fantastis. Tahun 2023 saja, McDonald's meraih penjualan sebesar $485,1 juta, disusul KFC dengan $438 juta, dan Pizza Hut mencatatkan $271,1 juta. Angka-angka ini setara dengan sekitar Rp7,76 triliun untuk McDonald's, Rp7 triliun untuk KFC, dan Rp4,34 triliun untuk Pizza Hut, jika dikonversi dengan kurs sekitar Rp16.000 per dolar. Namun, apakah prestasi ini berarti restoran lokal tak punya kesempatan naik kelas dan bersaing secara global?
Kenyataannya, restoran lokal Indonesia yang tercantum dalam data penjualan tertinggi, seperti Hokben dengan $181,7 juta (sekitar Rp2,91 triliun), Mie Gacoan dengan $91,6 juta (sekitar Rp1,47 triliun), Kopi Kenangan dengan $89,9 juta (sekitar Rp1,44 triliun), dan Chatime dengan $88,5 juta (sekitar Rp1,42 triliun), memang menunjukkan potensi besar, namun masih jauh tertinggal dibandingkan para raksasa global yang jauh di atas mereka.
Sebagian besar restoran lokal masih nyaman bermain di pasar domestik yang dianggap aman dengan strategi harga murah untuk konsumen kelas menengah ke bawah. Namun, apakah strategi ini cukup untuk mengantar restoran Indonesia naik peringkat internasional? Jawabannya tentu saja skeptis.
Mari kita lihat Hokben dan Mie Gacoan, misalnya. Meski sukses secara domestik, apakah model bisnis restoran ini sudah siap untuk ekspansi global? Tanpa standardisasi rasa, branding internasional, dan kualitas layanan yang konsisten, Mie Gacoan akan sulit bersaing di pasar internasional yang memiliki standar tinggi dan preferensi beragam. Begitu pula dengan Kopi Kenangan dan Chatime, yang meskipun sudah memiliki basis pelanggan kuat di Indonesia, masih perlu perjuangan ekstra untuk menembus persaingan ketat pasar internasional.
Persoalan utamanya bukan sekadar harga, tetapi juga bagaimana restoran Indonesia bisa keluar dari pola pikir lokal yang terlalu nyaman. Restoran global tidak selalu menyasar kelas atas saja, mereka juga adaptif dalam menciptakan variasi menu yang menarik untuk semua kalangan konsumen. Di sisi lain, restoran Indonesia masih terlalu fokus pada konsumen lokal dan kurang agresif dalam melakukan inovasi produk yang dapat menarik perhatian internasional.
Selain itu, restoran global seperti McDonald's atau Starbucks memiliki keunggulan signifikan dari sisi branding internasional. Nama besar mereka sudah dikenal secara global, sedangkan restoran Indonesia cenderung terjebak dalam identitas lokal yang sulit diterjemahkan ke pasar internasional. Inilah tantangan besar yang harus segera diatasi.
Langkah-langkah strategis yang harus segera diambil restoran lokal, khususnya yang sudah memiliki potensi seperti Mie Gacoan, Kopi Kenangan, dan Chatime, adalah memperkuat standardisasi produk serta menghadirkan menu yang inovatif dan relevan dengan selera global tanpa menghilangkan ciri khas lokal. Selain itu, penggunaan teknologi digital dan strategi promosi global harus menjadi prioritas agar visibilitas restoran Indonesia makin meningkat.
Peran pemerintah juga sangat penting. Program seperti "Indonesia Spice Up the World" jangan hanya berhenti sebagai jargon kosong tanpa implementasi jelas. Dukungan nyata dalam bentuk fasilitas akses pasar internasional, pelatihan sumber daya manusia secara intensif, serta promosi kuliner Indonesia yang masif di pasar global wajib dilakukan.
Jangan biarkan restoran Indonesia terus terjebak dalam narasi "harga terjangkau" atau "kuliner terbaik dunia" tanpa aksi konkret. Untuk bisa bersaing global, restoran lokal harus berani bertransformasi---tidak sekadar menjual rasa, tetapi juga pengalaman, cerita, dan identitas global.
Jadi, meskipun restoran global saat ini unggul, jangan lupa bahwa pasar internasional masih terbuka luas bagi restoran asli Indonesia yang mau serius berinovasi. Mie Gacoan, Kopi Kenangan, dan Chatime bukan sekadar produk lokal yang sukses sesaat di pasar domestik, tetapi harus berani maju, merancang strategi matang, dan meninggalkan zona nyaman untuk mengejar impian global.
Restoran lokal Indonesia bisa dan harus naik kelas internasional. Namun, untuk mencapainya, perlu lebih dari sekadar mimpi manis. Restoran Indonesia harus siap bertarung, meninggalkan kebiasaan lama, dan menunjukkan bahwa mereka mampu menawarkan sesuatu yang unik sekaligus relevan di pasar global.