Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Duduk Perkara Jokowi vs Hasto yang Berujung Bantahan Joko Widodo soal Ancaman agar Tak Dipecat PDIP

Maret 31, 2025 Last Updated 2025-03-31T14:54:54Z


Jokowi vs Hasto berlanjut, terbaru Presiden ke-7 merespons soal Sekjen PDIP yang menyeret namanya di sidang eksepsi.


Ya, Hasto mengaku, menerima ancaman akan ditersangkakan jika PDIP memecat Jokowi.


Lantas, Jokowi pun bertanya-tanya apa keuntungan yang ia dapat jika melakukan ancaman agar PDIP tak memecatnya. 


Sebelumnya, video tentang Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto yang membahas mengenai dalang dari revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba mencuat setelah dirinya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Diketahui, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.


Hasto mengatakan, dalang dari revisi UU KPK adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), bukan PDI-P ataupun Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.


Adapun revisi UU KPK sempat menjadi kontroversi pada 2019. Sebab, banyak poin yang melemahkan KPK.


Hasto Menuding Jokowi


Dalam video yang beredar, Hasto menuduh bahwa segala hal positif selalu diklaim oleh Jokowi, sedangkan hal buruk ditimpakan kepada PDI-P.


"Ketika ada hal-hal yang positif, selalu diambil oleh Presiden Jokowi tanpa menyisakan benefit bagi kepentingan PDI Perjuangan," ujar Hasto melalui akun YouTube miliknya, dikutip pada Sabtu (22/2/2025).


Hasto juga menegaskan bahwa PDI-P berkomitmen dalam pemberantasan korupsi sehingga tuduhan  bahwa partainya menginisiasi revisi UU KPK dianggap tidak berdasar.


"Karena itulah tuduhan bahwa revisi Undang-Undang KPK diarsiteki oleh PDI Perjuangan itu sangat salah," katanya.


Dia juga mengklaim bahwa revisi UU KPK dilakukan Jokowi untuk melindungi Gibran dan Bobby dalam pencalonan mereka sebagai wali kota.


Hasto mengaku pernah bertanya langsung kepada Jokowi di Istana Merdeka mengenai pencalonan anak dan menantunya serta risiko politik yang mungkin muncul.


 Bahkan, masih kata Hasto, seorang menteri di kabinet Jokowi pernah mengungkapkan bahwa diperlukan dana sebesar 3 juta dolar Amerika untuk meloloskan revisi UU KPK.


"Saat itu Pak Menteri yang menjadi kepercayaan dari Pak Jokowi ini menyampaikan bahwa kira-kira akan diperlukan dana sebesar 3 juta dollar Amerika untuk mengegolkan revisi Undang-Undang KPK," ujar Hasto dalam video itu.


"Dan mengapa berjalan mulus? Karena Presiden Jokowi punya kepentingan untuk melindungi Mas Gibran dan Mas Bobby," katanya lagi.


Jokowi Membalas, Minta Hasto Pakai Logika


Jokowi pun membalas Hasto yang menyebut dirinya sebagai inisiator revisi UU KPK. Dia meminta masyarakat menelusuri kembali kronologi pembentukan UU KPK secara runtut, mengingat saat ini adalah era keterbukaan informasi.


Jokowi menyoroti peristiwa tahun 2015, ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).


"Coba dilihat lagi. Saat itu terjadi ketidaksepakatan antara DPR dan pemerintah sehingga tidak jadi dibahas," ujar Jokowi saat ditemui di Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Rabu (26/2/2025).


Jokowi menjelaskan bahwa upaya revisi kembali muncul pada periode 2016 hingga 2018, tetapi tetap tidak berlanjut.


"2016, 2017, 2018, juga ada upaya untuk melakukan pembahasan itu, tetapi juga tidak terjadi," katanya.


Kemudian, pada 2019, DPR kembali membahas revisi UU KPK melalui Prolegnas. Jokowi menegaskan bahwa semua fraksi di DPR menyetujui pembahasan tersebut.


"Karena memang semua fraksi yang ada di DPR setuju, sampai akhirnya dibahas dan digodok di rapat paripurna. Atas semuanya, atas inisiatif DPR," ujarnya menegaskan.


Setelah DPR menyepakati revisi, lahirlah Surat Presiden (Surpres) mengenai perubahan UU KPK. Dia mengaku harus mempertimbangkan efek politik dari revisi UU KPK karena semua fraksi di DPR setuju.


"Ya, surpresnya itu, kan itu kalau sudah semua fraksi menyetujui, semua fraksi di DPR setuju," kata Jokowi.


"Ya presiden kalau tidak, musuhan dengan semua fraksi dong, politiknya harus dilihat seperti itu," ujarnya lagi.


Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya tidak menandatangani RUU KPK yang diusulkan DPR, meskipun aturan menyatakan bahwa RUU tetap berlaku setelah 30 hari.


"Dan sampai setelah diundangkan, saya juga akhirnya tidak tanda tangan. Coba dilihat lagi," katanya.


"Tapi kan aturannya tetap setelah 30 hari bisa berlaku. Ya, itu aja," ujar Jokowi melanjutkan.


Sementara itu, Jokowi kembali membantah keras dirinya menjadi dalang dari revisi UU KPK. Jokowi  menegaskan Hasto hanya mengarang cerita saja, yang mana semua orang bisa melakukannya.


"Itu karangan cerita, semua orang bisa membuat karangan cerita," tegasnya.


Dia juga membantah bahwa revisi UU KPK berkaitan dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2019.


"Hubungannya apa? Coba pakai logika dong kita itu, pakai logika.


Untuk apa, masalah menggantungkan hal-hal yang kecil, yang beneran saja. Logika kita, kita pakailah," kata Jokowi.


Respons Jokowi saat Namanya Diseret Hasto di Sidang Eksepsi


Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) saat membacakan eksepsi atas dakwaan kasus suap dan perintangan penyidikan terkait penggantian antarwaktu anggota DPR untuk Harun Masiku, Jumat (21/3/2025). 


Hasto mengaku, menerima ancaman akan ditersangkakan jika PDIP memecat Jokowi.


Jokowi pun bertanya-tanya apa keuntungan yang ia dapat jika melakukan ancaman agar PDIP tak memecatnya. 


“Biasa (disebut di sidang Hasto). Kalau ngancam itu tidak dipecat gunanya apa untungnya apa ruginya apa,” ungkapnya di kediaman Sumber, Banjarsari, Solo, Kamis (27/3/2025), dikutip dari Tribun Solo. 


Jokowi tidak merasa keberatan dengan pemecatan yang dilakukan partai kepadanya dan sejumlah anggota keluarganya.


"Wong dipecat juga biasa-biasa saja," kata Jokowi.


Diketahui, Jokowi resmi dipecat dari PDI Perjuangan pada terhitung sejak 14 Desember 2024 lalu.


Jokowi memilih menghormati keputusan yang diambil PDIP. 


Adapun pernyataan Hasto yang menyinggung Jokowi disampaikan saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025) lalu. 


Hasto mengatakan, pihaknya didatangi utusan dari pejabat negara yang mengancam akan membuatnya jadi tersangka jika PDIP memecat Jokowi.


Ia tak merinci siapa sosok yang dimaksud.


Yang jelas, menurut dia, orang itu datang antara 4 Desember 2024 sampai 15 Desember 2025.


Pada periode 4-15 Desember 2024 menjelang pemecatan Bapak Jokowi oleh DPP PDI Perjuangan setelah mendapat laporan dari Badan Kehormatan Partai."


"Pada periode itu, ada utusan yang mengaku dari pejabat negara, yang meminta agar saya mundur, tidak boleh melakukan pemecatan, atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," ucap Hasto dalam sidang, Jumat. 


Setelah mendapat ancaman itu, PDIP mengumumkan pemecatan kader-kadernya termasuk Jokowi. 


Baru setelah sepekan lebih, dirinya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. 


"Akhirnya pada tanggal 24 Desember 2024, yakni satu minggu setelah pemecatan para kader Partai pada pagi harinya dibocorkan terlebih dahulu ke media, pada sore menjelang malam, saya ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya.


Sejatinya, Hasto mengaku, menerima intimidasi sejak Agustus 2023 hingga masa Pemilu 2024.


"Bahwa sejak Agustus 2023 Saya telah menerima berbagai intimidasi dan semakin kuat pada masa-masa setelah pemilu Kepala daerah tahun 2024," kata Hasto.


Hasto mengeklaim, puncak intimidasi yang dia terima terjadi saat PDIP memecat Jokowi.


Menurutnya, keputusan itu membuat kasus Harun Masiku dikaitkan dengan dirinya dan PDIP.


Ia mengatakan, berbagai tekanan juga terjadi pada proses penyelidikan hingga tahap pelimpahan berkas kasus ini. 


 Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologi Jokowi Vs Hasto soal Dalang Revisi UU KPK"

×