Perang Gaza, tak melulu soal pertunjukan bom-bom atau adu strategi militer antara Gerakan Hamas Palestina dan Militer Israel.
Dari perspektif diplomasi, Perang Gaza juga menampilkan pertempuran hebat dalam upaya membentuk citra para pihak yang terlibat dalam membentuk opini, sebuah unsur yang bisa memengaruhi proses pengambilan keputusan, faktor kunci kemenangan.
Soal ini, penulis dan pemerhati Timur Tengah, Hussein Jal'ad menulis di situs web Al-Jazeera Arab, kalau Hamas secara strategis mampu menggunakan foto dan video lewat berbagai platform media untuk menghasilkan kemenangan tersendiri bagi Palestina.
"Secara maksimal, Hamas menggunakan gambar-gambar media dalam operasi pertukaran sandera-tahanan baru-baru ini, untuk mengubah narasi konflik," tulis ulasan PC mengenai tulisan Hussein Jalad.
Momentum itu, misalnya, terjadi saat suatu momen yang tak terduga, dan di depan kamera, salah seorang tahanan Israel membungkuk untuk mencium kepala para pejuang dari Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, yang menyerahkannya kepada Palang Merah.
"Adegan ini memicu badai kontroversi, karena ditangkap oleh media global sebagai gambar yang memiliki dimensi yang melampaui peristiwa itu sendiri: gambar seorang prajurit yang kalah, simbol kekuatan yang dengan hati-hati memproyeksikan dirinya dalam cahaya yang manusiawi, dan pesan terselubung yang membentuk kembali narasi seputar sifat konflik tersebut," kata sang penulis.
Menurutnya, adegan ini bukan frame yang terpisah, melainkan merupakan bagian dari serangkaian adegan yang dirancang dengan cermat oleh Hamas selama operasi pertukaran tahanan baru-baru ini.
"Sejak saat-saat pertama serah terima, para petempur bertopeng muncul dalam pakaian militer yang terorganisasi, membawa senjata mereka dalam posisi yang mencerminkan disiplin, dan terkadang, menawarkan air dan kurma kepada para tahanan Israel sebelum mereka dibebaskan. Adegan-adegan seperti itu bukan sekadar penggambaran peristiwa; adegan-adegan tersebut merupakan pesan media yang dibuat dengan cermat yang ditujukan kepada khalayak Palestina, sudut pandang Barat, dan para pembuat keputusan di Israel," ulasan si penulis.
Melawan Propaganda Israel
Dalam konflik Israel-Palestina, gambar -baik foto maupun video- telah lama menjadi alat propaganda yang ampuh bagi kedua belah pihak, meskipun opini Barat biasanya memilih untuk melihatnya melalui lensa tank Merkava Israel.
Israel telah memonopoli narasi media global selama beberapa dekade, menggunakan platformnya untuk memproyeksikan citra orang Israel sebagai korban dan orang Palestina sebagai agresor.
Namun, Hamas, terutama dalam beberapa tahun terakhir, telah menyadari pentingnya mematahkan dominasi visual ini dengan menggunakan adegan dokumentasi lapangan dan seni membangun simbol dalam momen-momen sensitif seperti penyerahan sandera Israel.
"Strategi ini meluas dari liputan langsung pertempuran dan gambar perlawanan harian selama bulan-bulan perang," kata Hussein.
Salah satu momen yang paling berkesan adalah saat penyerahan tahanan Israel di kamp pengungsi Nusseirat di Gaza, di mana para pejuang Hamas dengan tenang mengawal para tahanan, mengenakan seragam, dan membawa senjata mereka dengan cara yang menunjukkan adanya kendali tanpa ancaman langsung.
"Adegan ini tampaknya meniru pertukaran tahanan antara tentara resmi negara-negara, dalam upaya yang jelas untuk memperkuat citra Hamas sebagai entitas terorganisasi yang mampu memaksakan ketentuannya."
Dalam adegan lain, Hamas memilih untuk mendokumentasikan momen-momen manusiawi, seperti menyediakan makanan dan air bagi para tahanan sebelum menyerahkan mereka dan memperlihatkan mereka berjalan bebas tanpa ikatan atau borgol.
"Gambar-gambar ini bertujuan untuk mengirimkan dua pesan: satu kepada masyarakat Palestina untuk menegaskan moralitas perlawanan dan yang lainnya kepada dunia luar untuk meniadakan tuduhan Israel bahwa Hamas adalah 'organisasi teroris'," tulis penulis.
Narasi Israel
Di sisi lain, gambar-gambar yang disiarkan secara luas oleh Hamas ini memicu kemarahan yang masif di Israel.
Media-media Israel secara cepat menggambarkannya sebagai “penghinaan” bagi para sandera dan berusaha menyajikannya sebagai bukti “kebrutalan” Hamas, meskipun faktanya gambar-gambar tersebut tidak menyertakan adegan kekerasan apa pun.
Akan tetapi, dilema yang dihadapi Israel bukan hanya pada gambar-gambar itu sendiri, tetapi juga pada dampaknya terhadap pemirsa domestiknya.
Adegan-adegan tahanan yang beraksi dengan tenang di tangan pejuang Hamas melemahkan narasi tentang "tentara Israel yang tak terkalahkan" dan bahwa "Hamas adalah teroris," sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan pemerintah Netanyahu untuk membebaskan para tahanan dengan paksa.
Dari Senjata ke Kamera
Hamas memahami bahwa konflik dengan Israel bukan hanya konflik militer, tetapi juga perebutan kesadaran dan opini publik.
Karena alasan ini, Hamas semakin mengandalkan gambar dan simbol untuk menyampaikan pesannya.
"Sementara Israel bergantung pada persenjataan militernya, dukungan diplomatik Barat, dan kendali atas narasi media, Hamas bertaruh pada adegan yang dibuat dengan cermat yang lebih berdampak daripada pernyataan politik apa pun," ulas sang penulis.
Adegan seorang tahanan Israel mencium kepala para pejuang Hamas mungkin tampak seperti momen yang cepat berlalu, tetapi di dunia media perang, itu sama dengan kemenangan strategis.
Karena saat ini, pertempuran tidak lagi hanya ditentukan di medan tempur tetapi juga di dunia maya dan layar berita.
"Dengan demikian, Hamas terus bermain dengan cerdas di ranah pencitraan, bersaing dengan pasukan Netanyahu, tidak hanya dengan senapan, tetapi juga dengan kamera," kata Hussein Jalad.