Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Sidang Perdana, Ivan Sugianto Diborgol, Berambut Tipis dan Pakai Rompi Tahanan

Februari 06, 2025 Last Updated 2025-02-06T09:10:11Z


Sidang perdana kasus perundungan siswa SMA Kristen Gloria 2 digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (5/2/2025).


Terdakwa Ivan Sugianto hadir dengan gaya rambut baru.


Jika sebelumnya Ivan selalu tampil dengan rambut klemis, kini dia tampil dengan rambut tipis seperti habis dicukur gundul.


Datang ke ruang sidang, Ivan dalam posisi tangan diborgol, mengenakan rompi tahanan berwarna merah, baju putih, dan celana hitam.


Hingga usai sidang, dia enggan menjawab pertanyaan wartawan.


Dalam sidang tersebut, Ivan mendengarkan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Galih Riana Putra dari Kejaksaan Negeri Surabaya.


Ivan didakwa dengan dua dakwaan.


Pertama, Pasal 80 Ayat 1 Jo Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah tentang perubahan kedua atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Kedua, Pasal 335 KUHP Ayat (1) butir 1 KUHP.


"Terdakwa dinilai menempatkan, membiarkan melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak," kata Galih.


Menanggapi hal itu, penasihat hukum Ivan, Billy Handiwiyanto mengaku akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan untuk membantah dakwaan jaksa.


"Kami mengajukan eksepsi Yang Mulia," kata Billy menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya.


Dalam sidang tersebut, JPU menjelaskan kronologi perundungan terhadap siswa SMA Kristen Gloria 2.


Bermula saat anak Ivan, EL, dan ditemani DEF mendatangi korban EN di SMA Kristen Gloria 2 untuk menyelesaikan suatu masalah pada Senin, 21 Oktober 2024.


Keduanya kemudian bertemu Ira Maria dan Wardanto, orang tua EN.


"EL mau menanyakan maksud perkataan EN yang menyebut EL seperti anjing pudel," kata Galih.


Baca juga: Kasus Ivan Sugianto di Surabaya, dari Suruh Siswa Menggonggong hingga Terindikasi Terlibat Judi Online


Singkat cerita, EL dan DEF menghubungi terdakwa Ivan.


Setibanya di lokasi kejadian, Ivan tersulut emosi dan memaksa serta mengintimidasi EN untuk meminta maaf dengan bersujud dan menggonggong.


"Terdakwa lalu menyuruh EN untuk bersujud dan menggonggong dengan berkata, ‘Minta maaf! Sujud! Sujud!’ sebanyak tiga kali," kata Galih.


Karena ketakutan, EN kemudian mau bersujud di depan Ivan, EL, dan kerumunan orang.


Namun, saat ia hendak menggonggong, ayah EN berusaha membangkitkan anaknya.


"Namun tindakan orangtua korban itu dihalangi oleh terdakwa. Lalu terdakwa kemudian mengintimidasi saksi Wardanto sembari menengadah dahinya ke kepala saksi Wardanto," katanya.


Atas perbuatan terdakwa itu, berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi forensik RS Bhayangkara Surabaya, korban EN mengalami gangguan kecemasan hingga depresi.

×