Kisah Perang Mu’Tah adalah kisah dalam sejarah Islam yang terjadi pada tahun 629 Masehi. Pertempuran berlangsung antara pasukan Muslim dan pasukan Bizantium (Romawi Timur) di wilayah Mu’tah, yang sekarang terletak di Yordania.
Dikutip dari buku Strategi Perang Rasulullah, Muhammmad Abu Ayyasy, (2009: 136), Perang Mu’Tah adalah perang berdarah pertama antara kaum Muslim dan Romawi, sekaligus show of force di hadapan kekuatan musuh kabilah Arab, karena berhadapan dengan negara adidaya kala itu.
Latar Belakang dan Jalannya Kisah Perang Mu’Tah
Ilustrasi kisah perang mu'tah. Sumber: Unsplash/Hardiman Hardimanzoom-in-white
Perbesar
Ilustrasi kisah perang mu'tah. Sumber: Unsplash/Hardiman Hardiman
Kisah Perang Mu’tah dipicu oleh pembunuhan Harits bin Umair Al-azdi, yaitu utusan Rasulullah Saw, oleh Syurahbil bin Amr, seorang pemimpin suku Ghassan yang bersekutu dengan Bizantium.
Dalam tradisi Arab, membunuh utusan dianggap sebagai tindakan permusuhan yang serius.
Untuk menanggapi hal tersebut, Rasulullah Saw mengirimkan pasukan Muslim yang berjumlah sekitar 3.000 prajurit ke Mu’tah untuk menghadapi pasukan Bizantium yang jauh lebih besar.
Pasukan Muslim tiba di Mu’tah dan bertemu dengan pasukan Bizantium yang berjumlah mencapai 100.000 tentara. Meskipun jumlah pasukan Muslim jauh lebih sedikit, namun kaum Muslim menunjukkan semangat juang yang tinggi.
Pertempuran berlangsung dengan sengit, dan ketiga pemimpin pasukan Muslim gugur satu per satu, diantaranya yaitu:
1. Zaid bin Haritsah
Pemimpin pertama yang memimpin pasukannya dengan keberanian luar biasa. Namun ia gugur dalam pertempuran setelah menghadapi serang musuh yang luar biasa.
Informasi penting disajikan secara kronologis
2. Ja’Far bin Abi Thalib
Setelah Zaid gugur, Ja’Far bin Abi Thalib mengambil alih komando. Ia berperang dengan berani, bahkan setelah kedua tangannya terputus, ia tetap memegang panji Islam hingga akhirnya gugur sebagai syahid.
3. Abdullah bin Rawahah
Abdullah bin Rawahah kemudian mengambil alih komando setelah Ja’Far gugur. Meskipun mengetahui resiko besar, ia tetap maju dan akhirnya gugur dalam pertempuran.
Setelah gugurnya ketiga pemimpin utama, Khalid bin Walid yang dikenal sebagai Pedang Allah, mengambil alih komando pasukan Muslim.
Dengan strategi cerdas, Khalid berhasil mengatur ulang formasi pasukan, dan menggunakan taktik efektif untuk menghindari kehancuran total.