Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Kisah Melanie Perkins Pemilik Canva, Gigih Meski Sering Ditolak

Februari 27, 2025 Last Updated 2025-02-27T07:41:11Z


Canva menjadi salah satu platform desain grafis paling populer di dunia, digunakan oleh jutaan orang untuk membuat presentasi, poster, hingga konten media sosial dengan mudah. Bahkan anak sekolah juga bisa dapat akun Canva premium jika akun dan emailnya tercatat, bagi pelajar di sebagian sekolah negeri. Akun ini didapatkan secara gratis.


Namun, di balik kesuksesan besar ini, ada kisah perjuangan panjang sang pendirinya, Melanie Perkins. Perjalanannya tidaklah mulus.


Sebelum Canva meraih kesuksesan seperti sekarang, Melanie harus menghadapi ratusan penolakan dari investor yang meragukan idenya. Dengan ketekunan, keyakinan, dan kerja keras, ia berhasil membuktikan bahwa visinya tentang desain yang lebih mudah diakses bukanlah sekadar mimpi.


Bagaimana kisah perjuangan Melanie Perkins pemilik Canva, sampai akhirnya menjadi startup bernilai miliaran dolar? Simak kisahnya yang telah Popmama.com rangkum berikut ini.


1. Latar belakang Melanie Perkins


Melanie Perkins merupakan seorang kreatif yang digerakkan oleh ambisi, membuat dampak transformatif pada dunia desain grafis. Dia menjadi CEO dan salah satu pendiri Canva yang diluncurkan pada tahun 2014.


Melanie Perkins lahir dalam keluarga multikultural, dengan Papa yang berasal dari Malaysia sedangnkan Mama berasal dari Australia. Kedua orangtuanya memiliki latar belakang di bidang teknik dan pendidikan, yang turut membentuk pola pikirnya sejak kecil.


Sejak usia muda, Perkins sudah menunjukkan jiwa wirausaha. Pada usia 14 tahun, ia memulai bisnis pertamanya dengan menjual syal buatan tangan di pasar lokal di Perth, Australia. Ia menempuh pendidikan di Sacred Heart College sebelum melanjutkan ke University of Western Australia, mengambil jurusan komunikasi, psikologi, dan perdagangan.


Saat kuliah, Perkins aktif mengajar desain komputer dasar. Dari pengalaman ini, ia menyadari kesulitan yang dihadapi para siswa dalam menggunakan perangkat lunak desain yang kompleks. Hal inilah yang mendorongnya untuk mengembangkan platform desain yang lebih mudah digunakan, yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Canva.


2. Perjuangannya hingga Canva menjadi seperti sekarang


Pada tahun 2007, Melanie Perkins bersama Cliff Obrecht, yang kini menjadi suaminya, mendirikan Fusion Books. Platform ini memungkinkan siswa untuk mendesain buku tahunan sekolah mereka sendiri dengan fitur drag-and-drop yang dilengkapi berbagai template desain.


Setelah Fusion Books terbentuk, Perkins terus berusaha mengembangkan bisnisnya dengan menjalin koneksi di perguruan tinggi dan universitas untuk menarik lebih banyak klien.


Seiring berjalannya waktu waktu, Fusion Books berkembang pesat dan menjadi perusahaan buku tahunan terbesar di Australia. Namun, bisnis ini sempat menghadapi kendala finansial yang menghambat pertumbuhannya.


Perkins dan Obrecht kemudian mencoba mencari pendanaan dari pemodal ventura, tetapi upaya mereka telah mengalami penolakan sebanyak ratusan kali dari para investor yang diberi proposal.


Dalam perjalanan ini, mereka akhirnya memutuskan untuk mengembangkan ide lebih besar dan mengubah Fusion Books menjadi Canva Inc. Meskipun telah melakukan perubahan, perjuangan mereka dalam mencari investor tetap tidak mudah.


“Kami harus memikirkan cara mempekerjakan orang untuk pertama kalinya. Kami harus memikirkan cara bekerja dengan orang, mendirikan kantor, semua tantangan yang tidak pernah saya bayangkan,” kata Perkins dikutip dari laman startupdaily.


3. Mimpi dan motivasi dalam dirinya terus berkembang


Tahun-tahun sebelum Canva resmi diluncurkan menjadi momen penting bagi Melanie Perkins dalam menemukan arah bisnisnya serta dampak yang ingin ia ciptakan. Ia mengungkapkan bahwa Canva memiliki rencana dua langkah untuk mencapai tujuannya.


“Langkah pertama adalah membangun salah satu perusahaan paling bernilai di dunia. Langkah kedua adalah melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan,” ujarnya.


Perkins meyakini bahwa meskipun Canva telah berkembang pesat, masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai visi besarnya. Ia terus mencari cara untuk memanfaatkan platform dan komunitas Canva guna mencapai perubahan yang lebih luas.


Rencananya untuk menjadikan Canva sebagai salah satu perusahaan terbesar di dunia pun telah membuahkan hasil. Saat ini, Canva tersedia di 190 negara dan mendukung 100 bahasa.


“Sekarang kamu dapat mencetak desain kamu di atas kertas di 44 negara. Anda dapat mencetak desain Anda sebagai t-shirt. Kamu dapat mengubah desain kamu menjadi situs web. Ada banyak hal yang dapat Anda lakukan karena kami ingin memberdayakan siapa pun untuk mendesain,” kata Perkins.


Meskipun telah mencapai pencapaian luar biasa, Perkins menghadapi berbagai tantangan dalam memperluas akses Canva ke berbagai negara. Salah satu tantangan terbesar adalah menyesuaikan platform agar dapat digunakan dalam bahasa Arab, Ibrani, dan Urdu, yang memerlukan perubahan teknis besar agar antarmuka dapat diakses dari kanan ke kiri.


“Itu adalah inisiatif besar serta upaya rekayasa yang cukup besar. Tapi sekarang kami benar-benar dapat memberdayakan seluruh dunia untuk mendesain. Itu filosofi kami sejak awal. Jadi, senang melihatnya terjadi, tetapi masih banyak lagi yang perlu kita lakukan,” ungkapnya.


4. Menyerah bukan sebuah pilihan


Kisah Melanie Perkins mengajarkan bahwa ketekunan, inovasi, dan visi yang jelas adalah kunci dalam membangun bisnis sukses, dan menyerah bukan suatu pilihan. Meskipun menghadapi ratusan penolakan dari investor, ia tidak menyerah dan terus mencari cara untuk merealisasikan idenya.


Dari pengalaman mengajar desain, ia melihat peluang untuk menciptakan platform yang lebih mudah digunakan, yang akhirnya berkembang menjadi Canva, sebuah perusahaan bernilai miliaran dolar. Selain itu, Perkins juga menunjukkan bahwa adaptasi terhadap tantangan, seperti menghadirkan Canva dalam berbagai bahasa dan budaya, merupakan faktor penting dalam menjangkau pasar global.


Itulah kisah Melanie Perkins pemilik Canva. Perjuangannya membuktikan bahwa dengan kegigihan dan keberanian menghadapi tantangan, sebuah ide sederhana dapat berkembang menjadi inovasi besar yang mengubah dunia.

×