Kades Kohod, Arsin, terus menjadi sorotan setelah berdebat sengit dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid terkait pagar laut Tangerang, pada Jumat (24/1/2025).
Terbaru dikabarkan Kades Kohod dipanggil Kejaksaan Agung (kejagung) untuk dimintai informasi terkait pemasangan pagar laut Tangerang, Banten.
Surat pemanggilan untuk kades Kohod nomor: B/322/F.2/Fd.1/01/2025 tertanggal 22 Januari 2025 beredar luas di media sosial.
Surat berlambang Kejaksaan Republik Indonesia itu tertulis, pemanggilan sehubungan dengan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Khususnya dalam penerbitan kepemilikan hak atas tanah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) diperairan laut Kabupaten Tangerang tahun 2023/2024.
Dalam surat itu, Kades Kohod juga diminta memberikan dokumen berupa buku letter C Desa Kohod.
Ini terkait kepemilikan atas hak di areal pemasangan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang.
Surat di atas ditandatangi oleh Direktur Penyidikan Kejagung RI, Abdul Qohar AF.
Hingga berita diunggah belum ada konfirmasi terkait kebenaran surat panggilan tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, memastikan, Kejagung terus memantau perkembangan masalah pagar laut.
Meski demikian, Kejagung mendahulukan lembaga-lembaga yang jadi lini sektor terkait dalam polemik ini.
"Jadi dari kami, bahwa saat ini kami sedang mengikuti secara seksama bagaimana perkembangan di lapangan terkait penanganan masalah ini."
"Tentu kami mendahulukan lembaga-lembaga yang menjadi lini sektor, atau yang berkompeten terkait dengan administrasi dan seterusnya," kata Harli, Jumat (24/1/2025).
Harli mengatakan, pihaknya akan melakukan pendalaman apakah dalam perkara pagar laut ini ada indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi.
Termasuk apabila ditemukan bahwa proses perizinan atau pembuatan sertifikat pagar laut ini terindikasi tindakan korupsi.
Jika ditemui unsur-unsur terkait tindak pidana tersebut, Kejagung akan proaktif untuk mengusut kasus ini.
"Sedangkan kami tentu terus melakukan kajian, mendalami, apakah memang dalam masalah ini ada katakanlah peristiwa pidana yang terindikasi ada tindak pidana korupsi."
"Karena itu memang wilayah kami dan menjadi kewenangan kami. Dan tentu kami akan secara proaktif juga melakukan pendalaman itu untuk melihat sebenarnya apakah ada dugaan-dugaan yang disebutkan banyak pihak termasuk masyarakat."
"Jika memang ada dugaan berdasarkan laporan masyarakat, misalnya apakah perizinannya terindikasi ada tipikor tentu kami akan lakukan pendalaman dan dikaji ditelaah tentu, sampai pada kemudian ditangani," terang Harli.
Sebelumnya, Arsin ngotot area pagar laut Tangerang yang kini menjadi sorotan luas itu asal usulnya adalah empang.
Namun, kengototan Arsin ini tak membuat tekat Nusron untuk membatalkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di area pagar laut Tangerang.
Nusron dengan tegas membatalkan 50 dari 263 SHGB di area pagar laut tersebut.
Di bagian lain, Mantan Kabareskrim Komjen purn Susno Duadji menyebut kades Kohod ini bisa dijerat pidana.
Menurut Susno, pembatalan 50 SHGB bisa menjadi gerbang emas bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus pagar laut ini.
"Jangankan 263 sertifikat dibatalkan karena cacat atau karena faktor melanggar hukum, satu aja cukup, karena alas hak pasti surat surat atau dokumen palsu," kata Susno dikutip dari tayangan Metro TV pada JUmat (24/1/2025).
Dikatakan, pembatalan sertifikat ini sudah bisa dijadikan satu alat bukti tindak pidana pemalsuan surat.
Dan, kalau pemalsuan itu diikuti dengan tindak pidana suap maka bisa menjadi tindak pidana korupsi.
"Siapa pelakunya? jelas mulai dari lurah yang ngotot itu, lurah kohod, pasti dia ngeluarin dokumen itu," tegas Susno.
Selain itu, pihak yang menerima dokumen itu juga harus diusut.
"Misalnya Agung Sedayu dengan anak perusahan Intan Agung Makmur. Gak mungkin nenek moyang mereka punya tanah, pasti beli. belinya pasti gak beres. Notarisnya juga bisa kena," katanya.
Menurut Susno, untuk mengusut hal ini cukup mudah, bisa dilihat dalam dokumen sertifikat itu.
Atau bisa juga diusut mulai dari siapa yang memagari, siapa yang membayar, menyuruh hingga uangnya darimana dan terkait perusahaan apa.
"Sudah terang benderang ini, seperti makan siang pakai lampu petromak," kelakarnya.
Menurut Susno, tidak ada alasan lagi bagi aparat penegak hukum untuk tidak mengusut kasus ini.
Apalagi sudah mendapat dukungan langsung dari presiden, ketua DPR RI, Komisi IV DPR, peraturan undang-undang dan dukungan rakyat.
"Kalau masih tidak dilakukan, berarti ada kekuatan yang bisa menggeser dukungan-dukungan tersebut," tukasnya.
Dituding Kelabui Warga
Satu per satu kejanggalan penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) pagar laut Tangerang, terkuak.
Terbaru, Nasarudin, warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang mengungkap adanya kepemilikan SHGB atas nama anaknya yang tidak sesuai.
Narasudin mengungkap, nama anaknya, Nasrullah masuk dalam daftar pemilik SHGB di area pagar laut Tangerang.
Tak tanggung-tanggung, di SHGB itu, anaknya tercatat memiliki lahan seluas 1,4 hektar.
Dan, dalam keterangannya disebutkan bahwa lahan itu dimiliki sang anak yang berusia 18 tahun dari hasil warisan.
"Ini keterangan waris. Berarti saya sudah dianggap mati. Padahal saya masih hidup," kata Narasudin dikutip dari tayangan youtube Liputan 6, pada Senin (27/1/2025).
Nasarudin mengaku baru tahu adanya SHGB atas nama anaknya itu, belum lama ini.
Dia memastikan SHGB itu tidak benar, karena kenyataannya dia tidak memiliki lahan di area laut.
"Saya sama sekali gak punya (lahan) pak, se-meter pun gak punya. Di darat pun gak punya, apalagi di laut," tegasnya.
Kalau saat ini ada penerbitan SHGB, Nasarudin mengaku dirugikan.
"Saya gak terima ini," katanya.
Nasarudin pun mengungkap awal mula ada pihak keluarahan yang tiba-tiba meminjam KTP anaknya.
"Diambil begitu, saja. Tahu-tahunya begini (muncul SHGB atas nama anaknya)," tandasnya.
Henri Kusuma, tim advokasi warga mengungkap, tak hanya SHGB milik anak Nasarudin saja yang bermasalah.
"Di desa Kohod ada beberapa pecahan sertifikat," katanya.
Henri menuding Kepala Desa Kohod mengerahkan individu-individu, salah satunya adalah warga,
Caranya, warga ini dibohongi, dimintai KTP untuk dibuatkan PM 1.
"PM 1 ini diurus kades dan kroni-kroninya. Salah satunya (anak Nasarudin), diminta KTP tanpa sepengetahuian, untuk dibuatkan SHGB. Dibuatkan surat keterangan waris, seolah-olah ayahnya meninggal, sehingga asal usul (tanah) meninggal," ungkap Henri.
Di bagian lain, Khaerudin, perwakilan warga mengaku telah melaporkan soal sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut ke Kementrian ATR/BPN serta KPK, pada 10 September 2024 lalu.
Khaerudin bercerita, kala itu sejumlah warga Desa dan kuasa hukum, sempat melakukan audiensi dengan staf ATR/BPN terkait adanya sertifikat di pagar laut.
"Kami sudah melapor ke ATR dan KPK pada 10 September. Kami sudah melapor. Masalah patok laut sama sertifikat laut," kata dia..
"Kami juga ke Kementerian ATR, kebetulan waktu itu saya audiensi sama lawyer kami. Nah di situ ditemui sama stafnya aja. Bahkan mereka pun mengatakan tidak tahu. Padahal kami sudah bawa bukti. Itu ada pagar laut, kami bawa fotonya, kemudian sertifikat juga saya bawa," tambahnya.
Khaerudin menjelaskan, salah satu sertifikat yang dibawa sebagai barang bukti, atas nama Nasrullah.
"Sertifikat itu atas nama Nasrullah. Nasrullah itu masih mempunyai seorang ayah, tetapi di sertifikat itu dikatakan bahwa beliau itu sudah meninggal, ahli waris. Sertifikatnya ada di kami, bukti-buktinya sudah ada di kami, sudah dilaporkan juga," papar dia.
Terkait adanya 50 SHGB dan SHM yang digagalkan Menteri ATR/BPN pada Jumat 24 Januari 2025 kemarin, Khaerudin mengaku senang.
Dia pun meminta pemerintah jangan hanya membatalkan SHGB dan SHM, namun juga menindak pihak yang terlibat.
"Kami sangat berterima kasih sekali. Jangan sampai dibatalkan saja, kami mohon ditindak. Karena ini sudah menjual laut ini, kan milik negara, milik umum. Kenapa dijual belikan, dijadikan sertifikat-sertifikat," ungkapnya.
Khaerudin juga menentang keras soal adanya pernyataan pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang hasil swadaya masyarakat.
"Itu bohong, hoax, kami selaku warga bisa memastikan kalau narasi itu hoax," kata Khaerudin perwakilan warga Desa Kohod kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).
Khaerudin mengatakan, pihak yang menyampaikan narasi itu bukanlah nelayan, melainkan staf desa.
Dia pun mengaku sakit hati usai staf desa yang mengaku nelayan itu menyatakan pagar laut hasil swadaya masyarakat.
"Saya bisa memastikan, yang klarifikasi itu adalah staf desa, kami ini sakit hati, kami yang merasakan sebagai nelayan," ungkap Khaerudin.
Hingga berita diunggah, belum ada konfirmasi dari kades Kohod terkait masalah ini.
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.