Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen. PMK tersebut keluar setelah daftar Barang Kena Pajak (BKP) yang terdampak PPN 12 persen diumumkan pada 31 Desember 2024 atau sehari jelang mulai diberlakukannya kebijakan tersebut pada 1 Januari 2025.
PMK terkait PPN 12 persen itu nomor 131/2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
Beleid yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 31 Desember 2024 ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Dalam Pasal 2 ayat 2 beleid itu dijelaskan, PPN 12 persen dihitung dengan mengalikan tarif 12 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa harga jual atau nilai impor. Lalu pada ayat berikutnya dijelaskan maksud pengenaan PPN 12 persen pada ayat 2 adalah untuk BKP yang tergolong mewah.
BKP yang tergolong mewah tersebut berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sementara, untuk BKP dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan PPN 12 persen tetapi dengan DPP nilai lain diatur dalam Pasal 3, yaitu dengan mengalikan 12 persen dengan 11/12 dari nilai impor, harga jual atau penggantian.
Selain itu, dijelaskan juga pajak masukan atau BKP atau JKP dengan DPP nilai lain dapat dikreditkan sesuai ketentuan.
“Pajak masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang dalam penghitungan Pajak Pertambahan Nilai terutang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebagaimana dimaksud ada ayat (2), dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,” bunyi pasal 3 ayat 4 beleid tersebut.
Kemudian aturan ini juga memuat ketentuan mengenai pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP mewah kepada konsumen akhir.
“Mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual,” tulis ayat 1 Pasal 5 beleid tersebut.
Sementara, mulai 1 Februari 2025 PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.
Berikut rincian barang mewah yang kena PPN 12 persen:
1. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen mewah, kondominium, town house, dan berbagai jenis hunian dengan harga jual Rp 30 miliar atau lebih.
2. Balon udara, yang dapat dikemudikan, pesawat udara, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak, peluru senjata api, senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
3. Kelompok pesawat udara selain dikenakan tarif 40 persen. yaitu helikopter, pesawat udara dan kendaraan udara lain, jadi tadi private jet, senjata api, kecuali untuk kepentingan negara.
4. Kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk angkutan umum, kapal pesiar, yacht.
5. Kendaraan bermotor yang kena PPnBM.