Setelah terungkap pelaku penembakan bos rental mobil adalah oknum TNI, akhirnya korban, keluarga korban dan saksi ramai-ramai mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Hingga kini, sudah ada 7 orang yang mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
Dari 7 orang ini diantaranya, keluarga bos rental mobil Ilyas Abdurrahman, korban selamat Ramli serta sejumlah saksi yang mengetahui penembakan tersebut.
Rizky Agam, anak bos rental mobil Ilyas Abdurrahman mengungkapkan, pihaknya sepakat mengajukan permohonan setelah mendapat penjelasan dari tim LPSK yang mendatangi kediamannya.
Diakui Rizky, sampai saat ini pihaknya tidak mengalami ancaman apapun dari pihak luar.
• Eks Jenderal Polri Yakin Oknum TNI Sengaja Tembak Mati Bos Rental Mobil, Bantah Ucapan Pangkoarmada
"Tidak ada ancaman, tapi ada rasa kekhawatiran. Sebagai antisipasi, tidak tahu seperti apa," kata Rizky dikutip dari tayangan Kompas.TV pada Jumat (10/1/2025).
Komisioner LPSK, Susilaningtyas melihat kasus ini banyak dimensinya, seperti penggelapan dan pembunuhan.
Hal ini bisa saja ada potensi ancaman terhadap para saksi dan keluarganya, berkaitan pengungkapan kasus ini. Karena kasus ini berkaitan antara penggelapan dan pembunuhan.
"Kami khawatir ini ada sindikat, sehingga kasus ini perlu dikawal," kata Susilaningtyas.
Diakui, LPSK sengaja hadir ke keluarga korban untuk mengampaikan terkait gal ini, saksi dan korban memiliki beberapa hak yang bisa diakses. Termasuk, hak diberikan perlindungan, dan jika sakit bisa dapat perlindungan medis.
Selain hal itu, korban yang meninggal dunia atau terluka juga mempunyai hak medapatkan ganti kerugian yang harus dibayarkan pelaku, atau istilahnya restitusi.
Seberapa besar potensi ancaman yang merugikan korban?
Susi memendang ada potensi-potensi yang bisa mengancam.
Apalagi, dari kasus ini juga terungkap bahwa sebelumnya keluarga korban sempat melapor meminta pendampingan ke aparat penegak hukum, namun pihak aparat justru tidak bersedia mendampingi. .
"Kami melihat ini ada situasi yang perlu dibuka secara lebih luas. Bisa saja informasi saksi dan korban bisa beresiko. Ada ancamaan secara faktual. Bisa kita berikan perlindungan secara darurat," tegasnya.
Sebelumnya, korban penembakan lainnya, Ramli, juga mengajukan pendampingan ke LPSK.
Ramli sendiri merupakan rekan Ilyas yang saat itu ikut tertembak di Rest Area KM 54 Tol Tangerang-Merak.
Ramli Abu Bakar yang juga kerabat ILyas tengah dirawat intensif di rumah sakit karena luka tembak yang diterimanya.
istri Ramli, Anita, menuturkan, pihaknya meminta pendampingan LPSK atas saran dari pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
"Pembiayaan kami dari pihak keluarga, cuma dari rumah sakit disarankan untuk mengurus ke lembaga LPSK disarankan. Sekarang lagi diurus, insyaallah ada hasil,"
"Iya untuk pendampingan, untuk segala macam," ujar Anita, dikutip dari TribunTangerang.com.
Ilyas Abdurahman dan Ramli Abu Bakar ditembak saat hendak menarik kendaraan yang diduga digelapkan oleh pelaku.
Kendaraan Honda Brio warna merah tersebut merupakan mobil rental milik Ilyas.
Ramli yang merupakan rekan Ilyas saat ini tengah dirawat intensif di ruang ICU RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Anak Ramli, Afrizal (22), menuturkan bahwa kondisi ayahnya telah membaik.
"Untuk saat ini kondisinya alhamdulilah lebih baik dari kemarin. Karena kemarin sempat pendarahan dan semalam kritis, tapi sekarang sudah membaik," kata Afrizal (22) dikutip dari TribunJakarta.com.
Ia menuturkan ayahnya mendapat satu luka tembak di lengan hingga tembus ke perut.
"Lukanya di bagian lengan, tembus ke perut dan kena bagian liver," tuturnya.
Afrizal menuturkan bahwa hubungan ayahnya dengan Ilyas cukup dekat.
keduanya berada dalam satu komunitas sesama pengusaha rental mobil.
"Jam 3 pagi ayah saya ditelepon sama rekan kerja di organisasinya katanya ada salah satu mobil yang disalahgunain, ayah saya diajak dan dia ikut," kata Afrizal.
Ia menambahkan ayahnya memang sering ikut dalam kegiatan seperti itu.
"Biasanya saya juga suka ikut, tapi malam itu ayah saya yang berangkat," ujarnya.
Tolak Diadili ke Peradilan Umum
Sementara itu, desakan agar 3 oknum TNI yang terlibat penembakan bos rental mobil disidangkan di pengadilan umum, tak akan terwujud.
Mabes TNI memastikan tiga oknum TNI ini akan tetap diadili di pengadilan militer.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen TNI Hariyanto mengatakan, desakan agar anggota TNI yang melakukan tindak pidana harus diadili di peradilan sipil/umum tidak dapat dilaksanakan karena militer aktif.
Mayjen TNI Hariyanto beralasan anggota TNI aktif yang terlibat kasus hukum akan diadili melalui pengadilan militer sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Sesuai dengan UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, pada Pasal 9 ayat 1 huruf a, menyebutkan bahwa pengadilan militer berwenang mengadili prajurit yang pada saat melakukan tindak pidana adalah militer aktif," tegasnya.
Adapun ketiga tersangka ini disebut masih aktif sebagai anggota TNI. Maka dari itu, lanjut Kapuspen, permasalahan tiga tersangka dari TNI akan ditangani di pengadilan militer.
"Dengan demikian, terhadap permasalahan tiga prajurit TNI tersebut akan diadili di Pengadilan Militer karena ketiga prajurit TNI tersebut tunduk pada justisiabel Pengadilan Militer," pungkas Kapuspen.
Sebelumnya, desakan agar kasus hukum yang melibatkan TNI-Polri diadili melalui peradilan umum disampaikan oleh Amnesty International Indonesia.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengungkapkan hal ini karena kasus yang melibatkan TNI-Polri marak terjadi.
“Pelaku harus diadili melalui peradilan umum, bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997,” terang Usman dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).
Untuk bisa diadili di peradilan umum, Usman mendesak kepada Panglima TNI agar segera memecat 3 oknum tersebut.
"Panglima TNI memberhentikan segera, sehingga berstatus warga sipil, Serahkan proses hukum di lingkungan kepolisian," tegasnya dikutip dari siaran Nusantara TV pada Selasa (7/1/2025).
Usman Hamid melihat apa yang dilakukan 3 oknum TNI AL ini sebagai pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Kita sangat menyayangkan aparat keamanan yang begtu mudah menggunakan senjata api, sehingga mengakibatkan korban jiwa," katanya.
• Gelagat Oknum TNI Sebelum Tembak Mati Bos Rental Mobil Dibongkar Saksi, Beda Pengakuan Pangkoarmada
Menurutnya, tidak ada kondisi apapun di tempat kejadian perkara yang memperlihatkan pelaku dalam kondisi keselamatan terancam sehingga bisa digunakan sebagai alasan untuk membenarkan itu.
Terkait argumen dari pihak TNI AL tentang adanya pengeroyokan yang melatarbelakangi pelaku melepas tindakan, Usman justru mempertanyakan klaim tersebut.
Menurutnya, hal itu harus diperiksa benar-benar apakah memang ada pengeroyokan.
Hal ini beralasan karena selama ketika seorang warga sopil tewas, lalu aparat memberi penjelasan yang seolah-olah membenarkan tindakan yang jelas-jelas salah
"Atau ingin menghindari pertanggungjawaban, entah korban dianggap tawuran atau korban dipandang menyerang dan seterusnya," sindirnya.
Menurutnya, perbedaan informasi ini justru menimbulkan tanda tanya yang harus dijalaskan terang benderang oleh kepolisian karena ada di ranah hukum pidana umum.
Dalam kasus ini, menurut Usman, pelaku yakni oknum TNi harus tunduk pada yuris diksi peradilan umum.
"Dan pihak kepolisian tidak boleh ragu-ragu untuk ambil tindakan tegas pelakunya, dan lindungi masyarakat dari segala ancaman.
"Ini perilaku arogansi yang berkali-kali terjadi dan tidak pernah dihukum benar-benar adil, sehingga berulang. Tidak ada pilihan lain, kecuali TNI bersikap terbuka, tanpa ada dugaan TNI secara kelembagaan melindungi anggotanya yang terlibat.
"Anggota harus diproses hukum, jangan lembaga jadi tempat perlindungan orang-orang yang melanggar HAM," tegasnya.