Amerika Serikat membatalkan membatalkan hadiah US$ 10 juta atau setara Rp 162 miliar untuk penangkapan pemimpin baru Suriah, Ahmed Al Sharaa atau yang sebelumnya menggunakan nama samaran Abu Mohammed Al Julani. Pembatalan hadiah itu setelah Presiden Suriah Bashar Al Assad digulingkan oleh pasukan pemberontak pimpinan Al Sharaa.
Dilansir dari Al Jazeera, Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat Barbara Leaf membuat pengumuman tersebut pada Jumat, 21 Desember 2024. Pengumuman itu dibuat setelah dia dan pejabat AS lainnya mengunjungi ibu kota Suriah, Damaskus, untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintahan baru Suriah.
Ini adalah kunjungan pertama diplomat AS ke Suriah sejak Bashar Al Assad digulingkan dari kekuasaan awal bulan ini dalam serangan kilat, yang dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Namun, AS telah menetapkan HTS sebagai organisasi teroris pada 2018. Al-Sharaa adalah pemimpin kelompok tersebut dan pernah bersekutu dengan Al Qaeda.
Leaf mengatakan AS memutuskan untuk membatalkan hadiah bagi Al Sharaa setelah menerima pesan positif selama diskusi hari Jumat. Al Sharaan telah berjanji untuk memastikan bahwa kelompok tersebut tidak menimbulkan ancaman.
"Berdasarkan diskusi kami, saya katakan kepadanya bahwa kami tidak akan meneruskan tawaran hadiah Rewards for Justice yang telah berlaku selama beberapa tahun," kata Leaf kepada wartawan.
“Saya juga mengomunikasikan pentingnya inklusi dan konsultasi yang luas selama masa transisi ini,” katanya.
“Kami sepenuhnya mendukung proses politik yang dipimpin dan dimiliki oleh warga Suriah yang menghasilkan pemerintahan yang inklusif dan representatif yang menghormati hak-hak semua warga Suriah, termasuk perempuan, dan berbagai komunitas etnis dan agama di Suriah.”
Perjalanan Leaf ke Suriah bersama Daniel Rubinstein, mantan utusan khusus untuk Suriah, dan utusan utama pemerintah AS untuk urusan penyanderaan, Roger Carstens. Perjalanan tersebut terjadi saat negara-negara Barat sedang mempertimbangkan apakah akan mencabut sebutan “teroris” untuk HTS.
Meskipun penunjukan itu disertai serangkaian sanksi, hal itu tidak melarang pejabat AS untuk berbicara kepada anggota atau pemimpin kelompok tersebut.
Pada Kamis pekan lalu, Amerika Serikat mengakui memiliki sekitar 2.000 tentara di Suriah, lebih dari dua kali lipat perkiraan sebelumnya. AS mulai mengirim pasukan ke negara itu pada 2014 dengan tujuan mengalahkan ISIL (ISIS). Setelah kelompok ISIS dikalahkan, pasukan AS tetap berada di Suriah.
Pada Jumat, militer AS mengatakan pihaknya melakukan serangan udara yang menewaskan pemimpin ISIS Abu Yusif, juga dikenal sebagai Mahmud, di provinsi Deir ez-Zor, Suriah timur. Serangan itu terjadi di wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh pemerintah Suriah dan pasukan Rusia, kata Komando Pusat Militer AS yang berpusat di Timur Tengah (CENTCOM).