Aksi suporter Jepang membersihkan sampah di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) menjadi sorotan di media sosial.
Seusai laga Kualifikasi Piala Dunia antara Indonesia vs Jepang, Jumat (15/11/2024) malam, para suporter tim Samurai Biru ini tak langsung pulang.
Mereka terlihat memunguti sampah yang berada di area tribun dan memasukkannya ke kantong plastik biru. Kantong sampah yang sudah terisi penuh lalu dibawa dan dikumpulkan ke satu titik di pintu keluar.
Aksi bersih-bersih suporter Jepang ini dibagikan oleh akun Instagram @urbansneakersoc****, Jumat.
"Walaupun Swuad Garuda harus kalah 0-4 melawan Jepang, tapi kita ingin say thank you terhadap para supprter Nippon yang tetap menjaga kebersihan GBK usai pertandingan. Sayonara, respect!," tulis pengunggah.
Bersih-bersih stadion setelah pertandingan sepak bola rupanya bukan kali pertama ini dilakukan oleh suporter Jepang.
Budaya bersih-bersih stadion suporter Jepang
Aksi membersihkan stadion pernah dilakukan suporter Jepang saat Piala Dunia 2014 di Brasil.
Dilansir dari The Independent (17/6/2024), saat itu timnas Jepang kalah 2-1 melawan tim Pantai Gading.
Namun, alih-alih meluapkan perasaannya dengan hal negatif, para suporter Jepang justru memunguti sampah yang berserakan di Stadion Arena Pernambuco seusai laga.
Hal serupa kembali dilakukan pada Piala Dunia 2018 di Rusia. Padahal, saat itu pendukung Samurai Biru lagi-lagi menelan pil kekecewaan usai kalah melawan Belgia di babak 16 besar.
Kebiasaan bersih-bersih setelah menonton pertandingan ini juga sempat mendapat decak kagum dari FIFA saat Piala Dunia 2022 di Qatar.
"Baik menang atau kalah, selalu ada rasa hormat. Terima kasih sudah membantu #menyelamatkanplanet, suporter Jepang," tulis FIFA di akun X resminya (27/11/2022).
Tak hanya suporternya saja, diberitakan Firstpost (28/11/2024), pemain timnas Jepang juga melakukan tindakan yang sama.
Setelah menang 2-1 atas Jerman, para atlet meninggalkan ruang ganti dalam keadaan bersih dengan handuk terlipat rapi, tak ada pakaian kotor maupun botol bekas minuman.
Mereka juga meninggalkan 11 origami burung bangau yang mewakili setiap pemain dalam tim.
Di origami tersebut tertulis sebuah pesan berisi kalimat "terima kasih" dalam bahasa Jepang dan Arab.
Kebiasaan membersihkan sampah diajarkan sejak sekolah
Meski tindakan bersih-bersih stadion kerap dipuji dan menjadi sorotan, tetapi bagi masyarakat Jepang hal ini merupakan hal yang biasa karena sudah diajarkan sejak masuk sekolah dasar.
Asisten Direktur Kantor Pemerintah Provinsi Hiroshima di Tokyo, Maiko Awane mengungkapkan, bersih-bersih sudah menjadi bagian dari jadwal harian siswa di sekolah.
"Selama 12 tahun masa sekolah, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, kegiatan ini merupakan bagian dari jadwal harian para siswa," ujarnya kepada BBC (7/10/2019).
Senada, Dosen Studi Jepang di University of Sydney, Masafumi Monden mengatakan, saat di sekolah dasar, anak-anak diajarkan tentang cara menjaga kebersihan diri.
Sebab, masyarakat Jepang mengenal sebuah pepatah berbunyi tatsu tori ato wo nigosazu, yang secara harfiah berarti burung terbang tidak akan mengotori jejaknya.
"Maknanya, ketika kita meninggalkan suatu tempat, jangan tinggalkan tempat tersebut dalam keadaan berantakan, tetapi tinggalkanlah tempat tersebut setidaknya sebersih kondisi tempat saat kita menemukannya," jelasnya.
Disiplin terhadap kebersihan ini juga bukan budaya yang baru. Dalam biografi William Adams, pelaut sekaligus orang Inggris pertama yang menginjakkan kaki di Jepang pada 1600, sang penulis, Giles Milton mengungkapkan kehidupan bangsawan Jepang kala itu.
"Kaum bangsawan sangat bersih, menikmati selokan dan jamban yang masih asli, dan mandi uap dari kayu beraroma wangi. Jalan-jalan di Inggris sering kali dipenuhi kotoran. Orang Jepang terkejut oleh orang Eropa yang mengabaikan kebersihan dirinya," tulis buku tersebut.
Ajaran Shinto dan Buddha
Budaya bersih masyarakat Jepang tidak lepas kaitannya dengan agama Buddha dan Shinto, kepercayaan utama mereka.
Dalam agama Shinto, kebersihan merupakan salah satu prinsip dasar dan dianggap sebagai perilaku yang saleh.
Kepercaaan Shinto mengenal konsep kegare, yaitu ketidakmurnian atau kotoran. Contoh dari kegare adalah seperti kematian, penyakit, dan segala sesuatu yang tidak menyenangkan.
Jika seseorang terkena kegare, ini dianggap akan membahayakan. Alasan inilah yang mendorong masyarakat Jepang disiplin menjaga kebersihan.
"Jika seseorang terkena kegare, itu bisa membahayakan masyarakat umum. Jadi, sangat penting untuk mempraktikkan kebersihan. Hal ini akan menyucikan kita dan membantu menghindari bencana. Itulah mengapa Jepang adalah negara yang sangat bersih," papar Noriaki Ikeda, asisten pendeta Shinto di Kuil Kanda Hiroshima.
Demikian pula dalam kepercayaan Buddha yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan.