Cairan engine flush banyak dijual di pasaran, sebagai pembilas ketika proses penggantian oli mesin. Cara ini kerap dianggap sebagai solusi ketika mobil pernah telat ganti pelumas.
Dengan teknik pembilasan ini, diharapkan kontaminan yang sudah terkumpul bisa encer dan luruh bersama oli saat proses penggantian.
Hardi Wibowo, pemilik bengkel mobil Aha Motor Yogyakarta mengatakan teknik flushing bisa dilakukan sebagai langkah antisipasi, namun bila kondisinya sudah parah tidak disarankan.
“Misal mobil sudah menempuh jarak 6.000 Km, seharusnya kan penggantiannya setiap 5.000, sudah telat artinya, nah untuk menggunakan cairan engine flush, perlu diperiksa dulu kualitas dan volume olinya,” ucap Hardi kepada Kompas.com, belum lama ini.
Hardi mengatakan, konsumen wajib memperhatikan apakah kontaminan oli sudah berwujud lumpur atau belum.
“Bila oli masih dalam batas kualitas wajar setelah diperiksa lewat dipstick, hanya keruh dan mengental saja, maka flushing masih bisa dilakukan, tapi bila sudah berlumpur sebaiknya jangan,” ucap Hardi.
Hardi mengatakan, lumpur pada oli mesin yang telat diganti cenderung akan luruh dalam jumlah besar namun tidak merata. Sehingga, ada gumpalan yang justru bisa menghambat saluran.
“Ketika saluan terhambat dan mesin dihidupkan maka sebagian komponen akan tidak terlumasi dengan optimal, itu bisa membuat komponen terdampak lebih cepat aus,” ucap Hardi.
Selain kualitas, menurut Hardi, konsumen perlu memperhatikan volumenya. Bila sudah berkurang maka perlu ditambah terlebih dulu, sebelum melakukan flushing.
“Penambahan cairan engine flush pada oli yang jumlahnya sedikit, akan membuat viskositas berbeda jauh dari spesifikasinya, hal itu dapat membuat komponen mesin tak mendapatkan pelumasan dengan baik saat proses flushing,” ucap Hardi.
Jadi, ketika mobil sudah telat melakukan penggantian oli mesin, konsumen perlu memeriksa kondisi pelumas sebelum melakukan flushing agar aman dalam prosesnya.