Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai transaksi aset kripto di Indonesia menurun, imbas dari kembali meningkatnya ketidakpastian global, yang utamanya berasal dari sentimen kian memanasnya konflik di kawasan Timur Tengah.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan, nilai transaksi kripto di Tanah Air mencapai Rp 33,67 triliun pada September 2024.
Nilai tersebut ambles 31,17 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp 48,92 triliun.
Baca juga: Aturan Baru Bappebti Buka Potensi Meningkatkan Volume Transaksi Kripto di Indonesia
"(Penurunan transaksi kripto) seiring dengan dinamika global yang membuat transaksi aset kripto cenderung menurun," kata Hasan, dalam konferensi pers, Jumat (1/11/2024).
Meskipun secara bulanan menyusut, nilai transaksi kripto sepanjang tahun 2024 tercatat masih meningkat secara tahunan (year on year/yoy).
OJK mencatat, nilai transaksi kripto pada Januari - September 2024 mencapai Rp 426,69 triliun, meningkat 351,97 persen secara tahunan.
Selain itu, jumlah investor kripto juga tercatat masih meningkat, dari 20,9 juta pada Agustus, menjadi 21,27 juta investor pada September 2024.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, kondisi global saat ini diwarnai oleh peningkatan risiko geopolitik, utamanya dari kawasan Timur Tengah.
Kondisi tersebut memicu kekhawatiran terhadap prospek perekonomian Indonesia, sehingga investor mulai mengalihkan dananya dari instrumen berisiko ke instrumen safe haven, seperti emas atau obligasi pasar keuangan negara maju.
"Instabilitas yang terjadi di Timur Tengah menyebabkan harga komoditas safe haven seperti emas meningkat," ucap Mahendra.