Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru saja menetapkan jajanan asal China, Latiao dilarang beredar di wilayah Indonesia.
Larangan ini adalah buntut dari berbagai laporan kasus keracunan Latiao di beberapa daerah.
Kasus keracunan ini sendiri terjadi karena panganan asal China tersebut mendadak populer di Indonesia.
Bahkan, meski tidak ada ijin resmi di Indonesia, banyak orang rela membelinya secara online di marketplace demi ikut tren makanan viral tersebut.
Tapi, sebenarnya apa sih Latiao itu?
Apa Itu Latiao?
Latiao, dikenal juga sebagai spicy stick atau spicy gluten stick, adalah jajanan pedas khas China yang terbuat dari tepung terigu yang diberi bumbu cabai dan rempah-rempah lain.
Latiao diciptakan pertama kali di Provinsi Hunan pada akhir 1990-an.
Dikutip dari Kiddle.co, jajanan ini berawal dari bahan dasar sederhana berupa adonan tepung yang diolah dengan cara diekstrusi di suhu tinggi, kemudian dicampur dengan bumbu pedas.
Awalnya, camilan ini dibuat sebagai alternatif pengganti tepung kedelai yang saat itu harganya sedang melonjak karena banjir besar yang melanda Hunan pada tahun 1998.
Ide pembuatan Latiao muncul ketika tiga orang warga lokal, Qiu Pingjiang, Li Mengneng, dan Zhong Qingyuan, melihat mesin pembuat mi beras di Changde.
Mereka berpikir untuk menggunakan mesin tersebut untuk mengolah adonan tepung terigu menjadi bentuk lidi, lalu menambahkan bumbu pedas.
Seiring waktu, Latiao mulai merajai pasar makanan ringan di China, terutama di kalangan pelajar.
Penyebabnya adalah karena harganya yang murah, tekstur yang kenyal, dan rasa pedasnya menggugah selera.
Kepopuleran Latiao dari China ke seluruh dunia
Latiao awalnya dijual di toko-toko kecil dan pedagang kaki lima.
Namun, seiring popularitasnya yang melejit, Latiao mulai merambah supermarket dan bahkan menjadi komoditas ekspor.
Pada tahun 2016, Latiao sempat muncul di program dokumenter BBC tentang perayaan Tahun Baru Imlek di China.
Kepopuleran Latiao terus berkembang di kalangan anak muda, khususnya pelajar di China.
Dilansir dari Vice, pada tahun 2016 saja, penjualan Latiao mencapai 8,8 miliar Dollar AS.
Dengan pengaruh sosial media, kepopuleran Latiao makin merambah ke seluruh dunia.
Dirangkum dari The World of Chinese, di tahun 2023 saja, sebanyak 100.000 ton Latiao dikonsumsi.
Nilai produksi total mencapai 60 miliar Yuan atau sekitar 135 triliun Rupiah dalam Kurs hari ini.
Keamanan Latiao sudah jadi kontroversi sejak 2018
Latiao makin populer di China setelah pejabat pemerintah dan badan kesehatan menyuarakan masalah kesehatan besar akibat konsumsinya pada 2018.
Saat itu, pihak berwenang di China menemukan bahwa Latiao mengandung zat aditif yang dapat membahayakan kesehatan.
Bukan hanya itu, mereka juga menemukan bahwa pabrik Latiao yang beroperasi memiliki kondisi sanitasi yang buruk.
Sekitar Mei 2018, Otoritas Keamanan Pangan Provinsi Shanxi, China mengatakan bahwa Wei Long, merek Latiao paling populer, tidak memenuhi standar keamanan pangan.
Dalam camilan tersebut ditemukan kandungan asam sorbat dan asam dehidroasetat.
Sejak penemuan itu, pada September 2018, beberapa Provinsi di China sempat menghentikan penjualan Latiao.
Namun, pada 2019, Wei Long merilis pernyataan bahwa produknya legal dan mematuhi standar keamanan pangan.
Kasus keracunan Latiao di Indonesia
Di Indonesia sendiri, Latiao juga menjadi populer berkat media sosial.
Namun, awal November 2024, BPOM melarang peredaran Latiao di seluruh Indonesia akibat adanya Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) akibat jajanan tersebut di enam wilayah Indonesia.
Keenam wilayah yang melaporkan adanya kasus keracunan Latiao adalah Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan.
Hasil investigasi BPOM menemukan bahwa beberapa produk Latiao terkontaminasi bakteri Bacillus cereus, yang menyebabkan gejala seperti mual, muntah, dan sakit perut.
BPOM menguji 73 produk yang beredar dan menemukan empat produk yang positif mengandung bakteri tersebut.