Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Bagaimana sikap Rusia dan China dalam konflik Israel-Iran?

Oktober 29, 2024 Last Updated 2024-10-29T04:27:59Z


Israel telah melancarkan apa yang disebut sebagai "serangan terukur" terhadap sasaran militer di Iran, yang diklaim sebagai respons atas serangan hampir 200 rudal balistik yang ditembakkan Iran ke Israel pada 1 Oktober lalu.


Garda Revolusi Iran mengatakan serangan yang mereka lakukan sebagai balasan atas pembunuhan para pemimpin kelompok milisi yang disokong Iran—Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon.


Hizbullah terus menembakkan roket melintasi perbatasan Israel di utara setelah Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, yang dibalas dengan invasi Israel ke Gaza.


Konflik yang meningkat ini memberikan tekanan pada hubungan di seluruh dunia, termasuk antara negara-negara besar.


Amerika Serikat (AS) telah menyatakan dukungannya terhadap Israel—namun apa yang dipertaruhkan bagi Rusia dan China, serta bagaimana mereka merespons konflik terbaru di Timur Tengah ini?


Rusia: Aliansi yang praktis, tapi berfokus pada Ukraina


Rusia dan Iran bukanlah sekutu yang resmi, namun hubungan mereka kian erat selama beberapa tahun terakhir dan saat ini mereka sedang melakukan finalisasi kesepakatan "kemitraan strategis".


Ketika Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, pada 11 Oktober lalu, keduanya berbicara tentang kedekatan mereka dalam agenda-agenda dunia.


Iran saat ini menjadi sekutu Rusia dalam perang di Ukraina. AS dan Inggris mengeklaim bahwa Iran memasok Moskow dengan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak.


Iran membantah tudingan bahwa negara itu memasok rudal balistik ke Iran, kendati anggota parlemen Iran mengatakan senjata-senjata itu dibarter dengan impor makanan dari Rusia ke Iran.


Angkatan udara Iran tertekan selama bertahun-tahun karena sanksi, dan tampaknya Rusia baru-baru ini mengirimkan setidaknya satu pesawat ke negara itu, menurut Janes Defence.


Sebagai imbalan atas pengiriman senjata, Moskow diperkirakan—setelah serangan Israel terhadap Iran—akan memblokir resolusi PBB yang kritis terhadap Iran.


Bagi Rusia, konflik di Timur Tengah membantu mengalihkan perhatian negara-negara Barat dari perang di Ukraina, tempat pasukan Rusia telah membuat kemajuan bertahap di garis depan dalam beberapa bulan terakhir.


Bagaimanapun, Kremlin akan memperhatikan potensi pengaruh serangan Israel terhadap infrastruktur transportasi di Iran.


Rusia saat ini dijatuhi sanksi internasional yang berat dan hanya memiliki rute yang terbatas untuk mendistribusikan minyaknya—salah satu tujuannya adalah India dengan melintasi Iran.


Adapun Teheran menyokong sejumlah poros pasukan di Timur Tengah, termasuk kelompok milisi Hizbullah di Lebanon, dan Hamas di Gaza.


Moskow tampak kian mendekat ke Hamas, dengan salah satu delegasi pemimpin senior kelompok milisi tersebut berkunjung ke Rusia tahun ini.


Namun, kendati Rusia membutuhkan Iran lebih dari negara itu membutuhkan Israel, Rusia tetap berupaya untuk menjaga hubungan baik dengan keduanya.


Sementara Israel, meskipun mengkritisi invasi Rusia ke Ukraina dan aliansinya dengan Iran, sejauh ini menolak memasok Ukraina dengan peralatan militer kendati ada permintaan dari negara itu.


Rusia mungkin menganggap bahwa jika Israel semakin berpihak pada Iran, maka Israel akan mulai mengirim senjata ke Ukraina sebagai balasannya—meskipun perang besar di Timur Tengah dapat membatasi kemampuan Israel untuk melakukannya.


Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.


Kepentingan Rusia dan Iran juga berbenturan di Kaukasus Selatan, pusat perdagangan dan energi utama bagi Rusia ketika negara itu tak leluasa bergerak di bawah sanksi.


Azerbaijan, negara terkaya dan terpadat di kawasan itu yang berbatasan dengan Rusia dan Iran telah sepakat untuk mengembangkan koridor transportasi utara-selatan untuk meningkatkan konektivitas jalan raya, rel kereta api, dan pengiriman barang antara keduanya.


Akan tetapi, Azerbaijan juga memiliki hubungan militer yang erat dengan Israel, yang telah lama memasok tentaranya dengan pesawat nirawak dan senjata canggih lainnya.


Pada September 2023, Azerbaijan merebut kembali wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan dengan Armenia, mengakhiri tiga dekade kekuasaan etnis Armenia.


Data pelacakan penerbangan yang dianalisis oleh kantor berita Associated Press menunjukkan lonjakan pengiriman senjata dari Israel menjelang operasi tersebut.


Iran juga menuduh Azerbaijan di masa lalu membiarkan Israel menggunakan fasilitas militernya untuk memata-matai Iran—yang kemudian dibantah Azerbaijan.


Bagi Rusia, hubungan ini mungkin berarti bahwa negaranya harus berhati-hati jika serangan Israel terhadap Iran memberi tekanan pada hubungannya dengan Azerbaijan.


Namun dalam konflik ini, seperti di tempat lain, Rusia juga akan mengikuti jejak China.


Moskow sangat bergantung pada China dalam hal teknologi, politik, dan strategis—terutama untuk impor elektronik dan komponen persenjataannya.


Ketika China menyatakan kekhawatirannya, kita dapat berharap Rusia akan mendengarkan.


China: Mendukung Iran tanpa terlibat dalam konflik


China dan Iran telah lama menjalin hubungan baik, mulai dari hubungan diplomatik hingga ekonomi.


Kini, setelah Israel menyerang Iran, posisi China diperkirakan tidak akan berubah secara drastis.


Beijing kemungkinan akan terus menawarkan sokongan yang retoris kepada Iran, seraya mempertahankan jarak yang aman agar tidak terbawa dalam konflik yang lebih luas.


Ketika dimintai tanggapan terkait serangan Iran terhadap Israel pada 1 Oktober lalu, juru bicara kementerian luar negeri China sama sekali tidak menyebut Iran, namun mengatakan bahwa Beijing menentang "pelanggaran terhadap kedaulatan Lebanon"—merujuk pada invasi Israel ke Lebanon.


Juru bicara tersebut menggambarkan Gaza sebagai "akar masalah dari ketegangan di Timur Tengah".


Sikap serupa juga jelas terlihat dalam pernyataan resmi Beijing, termasuk media pemerintah, sejak serangan Hamas pada 7 Oktober—yang tidak dikutuk oleh China.


Beijing telah berulang kali menyerukan de-eskalasi dan gencatan senjata. Negara itu juga menyokong Palestina dan Lebanon, baik secara diplomatis maupun dengan bantuan kemanusiaan.


Namun, apakah konfrontasi antara Israel dan Iran ini akan memicu retorika yang lebih kuat dari China?


China memiliki investasi yang signifikan di Israel, terutama di sektor infrastruktur dan teknologi, dan telah mempertahankannya selama konflik.


China mungkin ingin menghindari risiko mengasingkan Israel sebagai mitra ekonomi dengan lebih menyelaraskan diri dengan Teheran.


Dalam serangan balasan ini, Israel tidak menyerang infrastruktur minyak Iran, namun tak menutup kemungkinan serangan Israel pada masa mendatang akan menyerang fasilitas-fasilitas ini.


China sangat bergantung pada impor minyak mentah dan sekitar 90% ekspor minyak mentah Iran ditujukan ke China menurut S&P Global, sebuah perusahaan informasi keuangan.


Jika serangan balasan Israel merusak infrastruktur minyak dan memengaruhi ekspor tersebut, Beijing kemungkinan besar akan lebih lantang mengecam tindakan Israel.


China tetap menjadi satu-satunya negara yang membeli minyak dari Iran meskipun ada sanksi AS, juga menjadi perantara kesepakatan yang memulihkan hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi pada 2023.


Laporan media yang mengutip pejabat AS mengungkap bahwa Washington telah meminta China untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Teheran—misalnya untuk mengendalikan pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman yang telah menyerang rute pelayaran di Laut Merah.


Meskipun ada permintaan lebih lanjut dari Washington, Teheran tidak menanggapi permintaan Beijing, dan China tidak mungkin mengindahkan permintaan tersebut, terutama yang datang dari AS.


Justru, China akan memanfaatkannya sebagai kesempatan lain untuk mengkritik AS dan meningkatkan pengaruh globalnya untuk lebih mendukung perjuangan Palestina secara lebih vokal, selaras dengan dukungan negara-negara di belahan bumi selatan.


Ada sedikit risiko bagi China untuk mempertahankan status jaga jaraknya saat ini. Bagaimanapun, Beijing masih dapat beralih ke eksportir minyak utama lainnya, seperti Arab Saudi atau Rusia jika diperlukan.


Pada akhirnya, apa pun bahasa yang kita dengar dari Beijing dalam beberapa hari mendatang, China tidak mungkin terlibat lebih dalam dalam konflik tersebut.

×