Selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Indonesia mengalami berbagai perubahan, terutama di sektor ekonomi.
Salah satu indikator utama yang menjadi tolok ukur keberhasilan kebijakan ekonomi Jokowi adalah peningkatan Indeks Kebebasan Ekonomi. Menurut hasil penelitian yang diolah oleh LSI Denny JA dari data lembaga internasional terkemuka, seperti The Heritage Foundation, Jokowi berhasil mendapatkan “rapor biru" dalam indeks ini.
"Indeks Kebebasan Ekonomi Jokowi mengalami peningkatan signifikan, dari skor 58,5 pada tahun 2014 menjadi 63,5 pada tahun 2023. Peringkat Indonesia di tingkat global juga naik dari posisi 100 ke posisi 53," ujar Denny JA dalam keterangannya, Rabu (2/101/2024).
Menurutnya, hal ini merupakan pencapaian yang menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi Jokowi telah membuka lebih banyak peluang bagi sektor swasta dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
LSI Denny JA juga menilai kinerja presiden dengan menggunakan tujuh indeks internasional yang kredibel, seperti World Bank, Transparency International, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa."Jokowi berhasil memperoleh tiga rapor biru, tiga rapor netral, dan hanya satu rapor merah," kata Denny JA.
Meski terdapat beberapa tantangan, keseluruhan hasil menunjukkan dominasi rapor biru, yang menandakan capaian positif selama masa jabatannya.
Indeks Kebebasan Ekonomi mengukur sejauh mana kebijakan dan institusi suatu negara mendukung kebebasan individu dalam kegiatan ekonomi, seperti kebebasan memulai bisnis, berinvestasi, serta melindungi hak-hak properti.
Kata Denny JA, Indeks ini sangat penting karena mencerminkan seberapa terbuka ekonomi suatu negara terhadap pasar bebas dan persaingan, yang pada akhirnya mendorong inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Ia juga menambahkan bahwa negara-negara dengan kebebasan ekonomi yang tinggi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, stabilitas harga yang lebih terjaga, dan tingkat kemiskinan yang lebih rendah. "Ini juga berdampak positif terhadap iklim investasi, di mana negara yang lebih terbuka terhadap kebijakan pasar bebas akan lebih menarik bagi investor asing," lanjut Denny JA.
Pada awal masa jabatannya pada tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 100 dengan skor 58,5. Namun, sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2023, skor ini meningkat menjadi 63,5 dan peringkat Indonesia naik signifikan ke posisi 53. Ia menilai, peningkatan ini mencerminkan keberhasilan Jokowi dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang lebih terbuka dan kompetitif.
Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada peningkatan ini adalah reformasi ekonomi yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi. "Reformasi melalui penyederhanaan regulasi, seperti program Online Single Submission (OSS), mempermudah proses perizinan usaha dan investasi, dan ini menjadi kunci penting dalam meningkatkan efisiensi regulasi," tambah Denny JA.
Jokowi juga memperkuat kebijakan investasi dengan membuka sektor-sektor strategis bagi investasi asing, termasuk infrastruktur dan teknologi. "Kebijakan ini berhasil menarik aliran modal asing yang besar ke Indonesia, memperkuat infrastruktur nasional, serta menciptakan banyak lapangan kerja baru," jelas Denny JA.
Meski begitu, Denny JA juga mengakui, masih ada beberapa kelemahan dalam kebijakan ekonomi Jokowi. "Birokrasi yang lambat dan kompleks di tingkat lokal masih menjadi tantangan besar bagi pelaku bisnis," katanya.
Meskipun reformasi seperti OSS telah banyak membantu, regulasi di tingkat daerah kerap menjadi hambatan bagi pertumbuhan usaha dan investasi. "Hal ini secara langsung mempengaruhi skor kebebasan ekonomi Indonesia," imbuhnya.
Denny JA menyimpulkan, berdasarkan analisis Indeks Kebebasan Ekonomi selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, capaian Jokowi dalam membuka lebih banyak peluang bagi sektor swasta dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah sesuatu yang patut diapresiasi. "Masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama dalam hal penyederhanaan birokrasi dan pengurangan ketergantungan pada pengeluaran publik,” katanya.
Dengan reformasi yang berkelanjutan, menurut Denny JA, Indonesia tidak hanya akan memperkuat pijakan ekonominya di kawasan Asia, tetapi juga membuktikan diri sebagai negara yang mampu bersaing secara global, seiring dengan prinsip-prinsip kebebasan pasar yang terus dikedepankan.