Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Kotak Kosong dan Dinasti Politik Gerus Kualitas Demokrasi dari Pilkada Serentak Terbesar di Dunia

September 17, 2024 Last Updated 2024-09-17T03:53:19Z


INDONESIA akan mencatatkan sejarah sebagai negara yang menyelenggarakan pemilihan umum serentak terbanyak di dunia. Tepat pada 27 November 2024, pemerintah akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 545 daerah yang terdiri dari 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.


Jumlah peserta pemilu atau pasangan calon yang akan dipilih serentak juga terbanyak di dunia.


Hingga kini, sudah terdapat 1.518 pasangan calon (paslon) yang mendaftar baik yang diusung partai politik atau calon independen. Artinya, terdapat 3.036 calon yang akan terlibat dalam kontestasi 27 November 2024 nanti.


Rinciannya, 51 paslon diusung dari jalur independen dan 1467 paslon yang diusung parpol atau gabungan parpol.


Untuk 51 paslon dari jalur independen, satu paslon mendaftar di pemilihan gubernur dan wakil gubernur,38 paslon untuk bupati dan wakil bupati serta 12 paslon untuk wali kota dan wakil wali kota.


Sedangkan 1467 paslon dari jalur parpol atau gabungan parpol, rinciannya 100 paslon tingkat provinsi, 1.095 paslon tingkat kabupaten, dan 272 paslon tingkat kota.


Untuk jumlah pemilih , Indonesia masih kalah jauh di banding India. Jumlah pemilih di India pada Pemilu Juni 2024 ini mencapai 996 juta.


Mengacu pada Pilpres Indonesia tahun 2024, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) mencapai 204 juta. Angka tersebut diprediksi bisa tembus 210 pemilih tetap pada Pilkada serentak ini.


Meski menjadi Pemilu serentak terbesar di dunia, ada beberapa kekurangan yang membuat pesta demokrasi ini tidak sempurna.


Hingga 15 September atau sepekan jelang penetapan pasangan calon oleh KPU, masih terdapat 37 daerah yang hanya diikuti satu pasang calon atau melawan kotak kosong.


Jumlah ini sudah berkurang banyak setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan No.60/PUU-XXII/2024 tentang syarat ambang batas pencalonan di UU Pilkada. Sebelum ada putusan MK, Anies Baswedan menyebut terdapat 94 daerah yang hanya diikuti satu pasang calon.


Besarnya jumlah calon tunggal sebelum MK menerbitkan putusan tersebut sebagian diantaranya karena syarat 20 persen perolehan kursi di DPRD sulit tercapai. Salah satunya karena ada koalisi besar yang terbentuk, sehingga parpol yang tak ikut berkoalisi, akhirnya tak bisa mengajukan calon.


Kini setelah MK membuka keran demokrasi dengan syarat pencalonan hanya 6 sampai 10 persen perolehan suara pada Pemilu legislatif 2024, masih terdapat parpol atau koalisi parpol di daerah yang tak bisa mengajukan pasangan calon.


Calon tunggal atau melawan kotak kosong, tak hanya menggerus demokrasi tapi jauh mengurangi kadar kualitas demokrasi. Rakyat yang seharusnya bisa memilih beberapa paslon, dipaksa hanya memilih calon tunggal.


Calon tunggal kini juga menuai permasalahan. KPU sebagai penyelenggara Pemilu, diminta untuk tidak mencetak surat suara hanya satu pasang calon, melainkan juga menempatkan kotak kosong di kertas suara.


Pendiri Perludem yang aktif mengajar di Universitas Indonesia, Titi Anggraini menyebut, fenomena kotak kosong atau None of The Above (NOTA) adalah sah dan juga diberlakukan di negara lain saat hanya terdapat calon tunggal. Anggota Bawaslu RI Fuadi juga menyatakan, rakyat yang memilih kotak kosong adalah sah.


Kotak kosong bisa menjadi saluran ekspresi rakyat, lantaran calon yang mengikuti Pilkada terbatas pada satu paslon yang belum tentu paslon tersebut bisa mewakili harapannya.


Di dunia digital yang makin familiar, masyarakat kini dengan mudah mendapatkan informasi tentang kualitas, integritas dan kompetensi paslon.


Kemenangan kotak kosong di Pilkada Makassar pada tahun 2018 bisa menjadi pelajaran. Ketika itu, hanya ada paslon yakni Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).Saat Pilkada digelar, surat suara Appi-Cicu disandingkan dengan gambar kosong. Hasilnya, pasangan Appi-Cicu total mendapatkan 264.071 suara dan kotak kosong 300.969 suara.


Fenomena lain yang mirip kotak kosong adalah gerakan coblos semua calon lantaran kandidat yang surveinya tertinggi, malah tidak ada parpol yang mencalonkan. Seperti gerakan Anak Abah di Pilgub Jakarta yang kini terus mengalir lantaran Anies tak ada yang mengusung.


Ini menjadi pelajaran berharga untuk partai politik, bahwa koalisi gemuk yang tujuannya untuk memenangkan paslon tertentu, bisa menjadi bumerang demokrasi. Satu sisi rakyat melawan dengan cara memilih kotak kosong, atau justru rakyat sengaja mencoblos semua kandidat lantaran parpol tak menghiraukan keinginan rakyat.


Dinasti politik juga berandil atas turunnya kualitas demokrasi. Politik dinasti atau tepatnya mengusung kandidat dari keluarga penguasa, dapat mengakibatkan rakyat enggan memilih atau justru memilih semua kandidat sehingga surat suara tidak sah menjadi besar.


Oleh karena itu, sudah saatnya partai politik kembali ke khitah bahwa partai didirikan untuk menjadi saluran aspirasi rakyat, bukan saluran aspirasi penguasa.


Parpol harus bisa menjaring suara rakyat dengan berbagai metode sepertin survei,polling dan atau parpol turun langsung menjaring keinginan rakyat.


Sudah saatnya di internal partai politik, menggelar semacam konvensi agar bisa menjaring calon kepala daerahnya dan sekaligus menguji para kandidat calon. Perlu dibikin semacam pemilu internal agar anggota atau kader Parpol bisa ikut menentukan siapa calon terbaik yang akan diusung.


Bukan calon yang tiba-tiba dimunculkan dan lalu disetujui beramai-ramai oleh parpol karena calon tersebut adalah merepresentasikan keinginan penguasa atau keinginan ketua umum partai politiknya.

×