Pimpinan tertinggi Korea Utara Kim Jong-Un disebut mengeksekusi hingga 30 pejabat negara setelah banjir besar pada Juli lalu. Bencana tersebut menghancurkan ribuan rumah dan menyebabkan hingga 1.500 orang tewas atau hilang.
Mengutip laporan The Guardian, Kamis (5/9) berdasarkan sumber di internal, Dinas intelijen Korea Selatan menyatakan Korea Utara telah melaksanakan eksekusi kepada puluhan pejabat tersebut. Hal ini menyusul pernyataan Kim Jong-un yang dalam pertemuan darurat politbiro Partai Buruh Korea.
Dalam pertemuan itu, Kim menegaskan akan “menghukum dengan keras” pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kerusakan banjir besar Juli lalu. Keterangan Kim tersebut dilaporkan oleh Yonhap, kantor berita nasional Korea Selatan.
Yonhap mewartakan banjir yang disebabkan oleh hujan deras di provinsi Jagang dan Pyongan Utara pada Juli menghancurkan ribuan hektar lahan pertanian dan menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Meskipun ada laporan dari stasiun televisi swasta Korea Selatan, TV Chosun, mengenai eksekusi tersebut, informasi ini belum dapat diverifikasi secara independen.
Di sisi lain media pemerintah Korea Utara belum memberikan konfirmasi. Adapun keterangan dari Intelijen Korea Selatan menyebut hanya ada "tanda-tanda" eksekusi telah terjadi tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Menurut TV Chosun, sekitar 20 hingga 30 pejabat telah didakwa hukuman mati atas tuduhan korupsi dan kelalaian. Salah satu pejabat yang masuk daftar eksekusi yakni mantan sekretaris kepala Partai Buruh Korea Provinsi Jagang, Kang Pong-hun.
Pejabat tinggi lainnya yang masuk dalam daftar hukuman mati adalah mantan menteri keamanan publik Ri Thae-sop. Menurut kantor berita Korea Utara, Ri Thae-sop juga dicopot dari jabatannya selama pertemuan politbiro pada akhir Juli.
Tutup Akses Internasional
Kim Jong-un sendiri dilaporkan terlibat dalam upaya bantuan banjir di Sinuiju dan Kabupaten Uiju, Pyongan Utara. Media pemerintah menyebutkan bahwa Kim memimpin operasi penyelamatan sekitar 5.000 orang yang terjebak dengan menggunakan helikopter militer.
Seorang penduduk yang diwawancarai Radio Free Asia menyatakan masyarakat di sekitar provinsi Ryanggang berada dalam situasi yang mengancam jiwa akibat banjir tersebut. Korea Utara sangat rentan terhadap bencana alam karena infrastruktur yang lemah dan penolakan terhadap bantuan internasional.
Negara ini sering terkena dampak banjir, seperti pada tahun 2012 saat terjangan badai menewaskan sekitar 169 orang. Sebelumnya serangkaian bencana alam pada 1990-an menyebabkan kelaparan yang menewaskan ratusan ribu orang.
Pada tahun 2016, lembaga bantuan internasional menggalang dana jutaan dolar untuk bantuan darurat karena banjir akibat topan di timur laut Korea Utara. Bencana tersebut menyebabkan 70.000 orang kehilangan tempat tinggal dan 600.000 lainnya, termasuk banyak anak-anak, membutuhkan bantuan kemanusiaan.