Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Kisah Pengusaha yang Sumbang 28 Kg Emas Monas

Agustus 02, 2024 Last Updated 2024-08-02T07:07:36Z

 

Siapa yang tidak tahu landmark khas Jakarta, Monumen Nasional (Monas)? Monas terkenal dengan bentuk seperti api menyala berlapis emas di puncaknya. Mungkin masih banyak yang belum tahu bahwa yang ada di puncak Monas itu adalah hasil sumbangan dari seseorang.


Melansir dari situs Badan Sertifikasi Kadin DKI Jakarta, Kamis (1/8/2024), Monas mulai dibangun pada Agustus 1959. Pembangunannya dalam rangka mengenang semangat juang bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.


Monas terkenal dengan lidah api menyala di puncaknya. Lidah api tersebut terbuat dari perunggu dengan berat 14,5 ton, tinggi 14 meter, dan diameter 6 meter. Ternyata, lidah api tersebut terdiri dari 77 bagian yang disatukan.


Keseluruhan bagiannya dilapisi lempengan emas dengan berat 38 kg. Ternyata, sebanyak 28 kg dari total berat itu diberikan oleh seorang filantropi asal Aceh bernama Teuku Markam.


Dilansir dari Teuku Markam: Kisah Muram Seorang Filantropi Bangsa yang disusun Hasbullah, Teuku Markam merupakan pengusaha sekaligus salah satu satu orang terkaya Indonesia pada era Orde Lama.


Teuku Markam diperkirakan lahir pada tahun 1925 dan keturunan bangsawan (uleeebalang) di Aceh. Pada usia remaja, Teuku Markam mulai mengikuti pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh) dan tamat dengan pangkat Letnan Satu. Kemudian, Teuku Markam bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan mengikuti pertempuran Medan Area di Tembung, Sumatera Utara.


Kemudian, Teuku Markam bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan mengikuti pertempuran Medan Area di Tembung, Sumatera Utara.


Teuku Markam pun diutus ke Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Subroto. Melalui Jenderal Gatot Subroto, Teuku Markam dikenalkan ke Soekarno. Saat itu Soekarno tengah mencari pengusaha pribumi yang dapat mengatasi permasalahan perekonomian di Indonesia.


Pada 1957, Teuku Markam kembali ke kampung halamannya, Aceh saat ia sudah berpangkat kapten. Kemudian, mendirikan PT Karkam.


Teuku Markam sempat ditahan karena berseteru dengan Teuku Hamzah, Panglima Kodam Iskandar Muda. Namun, ia dibebaskan pada 1958 dan langsung kembali ke Jakarta dengan membawa PT Karkam.


Perusahaan tersebut dipercaya oleh pemerintah Orde Lama untuk mengelola pampasan perang, pembayaran yang secara paksa ditarik oleh negeri pemenang perang kepada negeri yang kalah perang sebagai ganti atas kerugian material.


Teuku Markam memiliki sejumlah aset berupa kapal dan beberapa galangan kapal di sejumlah daerah, seperti Palembang, Medan, Jakarta, Makassar, dan Surabaya. Bisnisnya pun semakin meluas, ia terjun dalam ekspor-impor dengan sejumlah negara, seperti pengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja, dan senjata atas persetujuan Departemen Pertahanan dan Keamanan serta Presiden Sukarno.


Selain menjadi salah satu sumber APBN, hasil bisnis putra Aceh tersebut berhasil mengumpulkan sebanyak 28 kilogram emas untuk diletakkan di puncak monas. Adapun kontribusi lainnya, seperti membebaskan lahan bagi proyek Istora Senayan, pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat, rekonstruksi jalan darat di pesisir Timur Aceh, dan lain-lain.


Teuku Markam menjadi salah seorang konglomerat Indonesia yang dikenal dekat dengan pemerintahan orde lama dan sejumlah pejabat. Pada era pemerintahan Sukarno, nama Teuku Markam luar biasa fenomenal bahkan disebut-sebut sebagai 'Kabinet Bayangan' pemerintahan Orde Lama.

×