Perundingan gencatan senjata Israel-Hamas telah dimulai sejak November 2023. Upaya-upaya perundingan tersebut mendorong diakhirinya semua permusuhan, pembebasan ribuan warga Palestina di penjara Israel dan kembalinya para pengungsi ke rumah-rumah mereka di Gaza utara.
Sejak saat itu, beberapa kali perundingan gencatan senjata berjalan alot dan tampaknya sulit diwujudkan melihat perilaku Israel yang selalu mengabaikan segala yang telah disepakati.
Setelah pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, dunia mencemaskan pembicaraan gencatan senjata akan terhenti. Namun, Kamis, 16 Agustus 2024, Mesir, Qatar dan AS kembali menginisiasi pembicaraan tersebut, setelah lebih dari 40.000 warga Gaza tewas sejak 7 Oktober 2023.
Apakah kali ini pembicaraan akan berjalan mulus? Sepertinya sulit. Menurut New York Times, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara diam-diam menambahkan syarat-syarat baru pada proposal gencatan senjata. Ini dikhawatirkan menimbulkan hambatan baru bagi kesepakatan tersebut.
Surat kabar tersebut mengutip dokumen-dokumen yang tidak dipublikasikan yang ditinjau oleh para wartawannya, yang menunjukkan bahwa pada akhir Juli, Netanyahu mengirimkan daftar syarat-syarat baru yang "kurang fleksibel" kepada para mediator Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar. Pemimpin Israel ini telah berulang kali mengklaim bahwa ia maupun pemerintahnya tidak menghalangi tercapainya kesepakatan.
Dokumen-dokumen tersebut, bagaimanapun, menunjukkan bahwa pemerintah Netanyahu telah melakukan "manuver-manuver ekstensif" di belakang layar yang akan membuat pencapaian kesepakatan hampir tidak mungkin terjadi dalam putaran pembicaraan baru yang dijadwalkan pada Kamis.
Menurut New York Times, kerangka kerja terakhir yang dipresentasikan sebelum KTT Roma pada 28 Juli lalu menunjukkan bahwa pasukan Israel harus tetap mengendalikan perbatasan selatan Gaza, di sepanjang apa yang disebut sebagai Koridor Philadelphia, sebuah poin yang tidak termasuk dalam proposal Israel pada bulan Mei lalu. Saat itulah Israel berkomitmen untuk "menarik pasukan Israel ke arah timur jauh dari daerah-daerah yang ramai di sepanjang perbatasan di semua wilayah Jalur Gaza."
Sementara itu, Hamas telah bertekad untuk tidak ambil bagian dalam putaran baru gencatan senjata tetapi mengharapkan para mediator untuk berkonsultasi dengan kelompok Palestina tersebut setelahnya.
Axios melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah menunda perjalanan ke Timur Tengah yang tadinya akan dimulai pada Selasa. Sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan kepada para wartawan bahwa Direktur CIA Bill Burns dan utusan AS untuk Timur Tengah Brett McGurk akan mewakili Washington dalam pembicaraan pada hari Kamis di Qatar.
Berikut, kronologi perundingan gencatan senjata - yang berhasil maupun yang tidak - sejak 7 Oktober yang disusun oleh Al Jazeera.
November 2023
Gencatan senjata awal selama empat hari dimulai, dengan Hamas membebaskan 50 sandera Israel - sebagian besar perempuan dan anak-anak - sebagai imbalan atas 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Israel mengatakan akan memperpanjang gencatan senjata jika Hamas membebaskan 10 tawanan lagi per hari.
Bantuan kemanusiaan juga diperbolehkan masuk selama jeda pertempuran.
Namun Netanyahu tidak menginginkan gencatan senjata permanen, dan bersikeras bahwa tujuan Israel adalah untuk "membongkar" Hamas secara menyeluruh - sebuah tujuan yang oleh para pejabat Amerika Serikat dan Israel dinyatakan tidak mungkin.
2 Desember
Meskipun gencatan senjata akhirnya diperpanjang hingga seminggu, dengan 110 tawanan dibebaskan dari Gaza dan 240 orang Palestina dibebaskan dari penjara Israel, pembicaraan untuk memperpanjang gencatan senjata gagal.
Perselisihan berpusat pada apakah Hamas harus membebaskan tentara wanita sebagai bagian dari kesepakatan yang sama, dan desakan Hamas agar semua tahanan Palestina dibebaskan. Israel menolak mentah-mentah permintaan itu.
Perang, yang menurut para ahli PBB dapat dianggap sebagai genosida, berlanjut.
10 Desember
AS, sekutu terbesar Israel, memveto proposal Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan perang. Wakil duta besar AS untuk PBB mengatakan bahwa penghentian permusuhan segera hanya akan "menanamkan benih-benih untuk perang berikutnya", dengan menuduh penolakan Hamas untuk menerima solusi dua negara.
Namun Hamas telah menerima solusi dua negara selama hampir 20 tahun. Pada 2017, piagam barunya secara resmi menyatakan hal itu.
Pemimpin biro politik Hamas saat itu, Ismail Haniyeh, mengatakan bahwa ia sedang meninjau proposal gencatan senjata tiga tahap yang dibuat oleh para negosiator Mesir, Israel, Qatar, dan Amerika Serikat di Paris. Proposal tersebut terdiri dari tiga tahap:
Tahap 1: Penghentian pertempuran secara permanen, pembebasan beberapa tawanan Israel dan peningkatan bantuan kemanusiaan ke daerah kantong yang terkepung tersebut
Tahap 2: Pembebasan lebih banyak tawanan Israel, termasuk tentara wanita, dengan imbalan lebih banyak bantuan dan pemulihan layanan-layanan utama
Tahap 3: Pemulangan tawanan Israel yang telah meninggal dengan imbalan para tawanan Palestina
Sekutu-sekutu sayap kanan Netanyahu di pemerintahan Israel memperingatkan bahwa mereka akan meruntuhkan koalisi yang rapuh ini jika gencatan senjata permanen terjadi.
Netanyahu menolak proposal tersebut, dengan mengatakan bahwa syarat-syarat Hamas adalah "khayalan".
Para ahli mengatakan Netanyahu khawatir mitra koalisinya akan meninggalkannya dan pemilihan umum dini akan diadakan pada saat popularitasnya berada pada titik terendah sepanjang masa.
20 Februari
Untuk ketiga kalinya, AS memveto resolusi DK PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza. Duta Besar AS untuk PBB mengatakan bahwa veto tersebut dilakukan karena kekhawatiran bahwa resolusi tersebut akan membahayakan pembicaraan antara AS, Mesir, Israel dan Qatar
Netanyahu menyambut baik veto AS tersebut.
26 Maret
AS akhirnya abstain dan bukannya memveto proposal gencatan senjata DK PBB, yang kemudian lolos dengan 14 dari 15 anggota dewan yang mendukung.
Namun, AS kemudian mengatakan bahwa resolusi tersebut "tidak mengikat", merongrong aturan-aturan sistem PBB dan mengisyaratkan komitmennya untuk terus mendukung perang Israel di Gaza.
7 Mei
Hamas menerima gencatan senjata yang diusulkan oleh Qatar dan Mesir yang mengikuti kerangka kerja tiga tahap.
Perjanjian ini menetapkan bahwa semua tawanan Israel - sipil dan militer - akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah tawanan Palestina yang tidak disebutkan jumlahnya.
Kesepakatan ini menyerukan kepada Israel untuk meningkatkan bantuan, secara bertahap menarik diri dari Gaza dan mengizinkan rekonstruksi serta mencabut pengepungan yang diberlakukan di daerah kantong tersebut sejak 2007.
Namun, para ahli mengatakan bahwa Israel tidak mungkin menyetujui persyaratan tersebut karena tidak menginginkan gencatan senjata yang bertahan lama.
"Israel ingin memiliki hak untuk melanjutkan operasi di Gaza," kata Mairav Zonszein, seorang analis senior di Israel-Palestina untuk International Crisis Group.
Dua hari kemudian, Israel mengabaikan seruan gencatan senjata dan melancarkan serangan ke Rafah, kota paling selatan Gaza, tempat 1,4 juta warga Palestina yang mengungsi mencari perlindungan.
31 Juli
Haniyeh dibunuh di Teheran ketika menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Para pejabat Iran dan Amerika Serikat meyakini bahwa Israel bertanggung jawab. Israel tidak secara resmi mengonfirmasi atau menyangkalnya.
Kekhawatiran muncul bahwa negosiasi akan terhenti setelah pembunuhan tersebut, terutama karena Haniyeh adalah lawan bicara utama Hamas.
15 Agustus
Netanyahu masih dituduh menghalangi tercapainya kesepakatan.
Dia dilaporkan mengeraskan posisi tim negosiasinya, bersikeras bahwa pasukan Israel harus tetap menguasai perbatasan selatan Gaza, sebuah ketentuan yang tidak dimasukkan sebelumnya.
Dia juga mengatakan bahwa pos-pos pemeriksaan keamanan akan didirikan untuk menggeledah warga Palestina yang ingin kembali ke rumah mereka di Gaza utara, ketentuan yang dikhawatirkan oleh tim negosiasi akan menggagalkan gencatan senjata ketika putaran baru perundingan dimulai.
Israel memang mengirimkan sebuah tim untuk menghadiri pembicaraan gencatan senjata di Doha yang diserukan oleh AS, Mesir dan Qatar. Laporan-laporan menyebutkan bahwa Hamas tidak akan mengirimkan perwakilannya, namun mengatakan kepada para mediator bahwa mereka bersedia untuk bertemu setelah diskusi untuk menentukan apakah Israel serius dengan proposal gencatan senjata.