Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

AI Kini Digunakan untuk Pantau Emisi dan Inisiatif Keberlanjutan

Agustus 19, 2024 Last Updated 2024-08-19T02:39:15Z


Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kini digunakan untuk mendukung penerapan Sustainability, di antaranya dalam pemantauan emisi dan untuk inisiatif keberlanjutan lainnya.


Hal itu disampaikan Dian Indrawaty, Kepala Strategic Business Unit Sertifikasi dan Ecoframework (SERCO) PT Sucofindo pada Media Briefing IBM Think 2024 Singapore di Sand Expo and Convention Center, Singapura, Rabu (14/8/2024) lalu.


Menurut Dian, penerapan teknologi dengan kecerdasan buatan memungkinkan organisasi untuk melacak dan melaporkan metrik lingkungan dan sosial secara akurat.


"Namun, untuk menjamin Tata Kelola dijalankan dengan baik, diperlukan pemastian dari lembaga independen untuk kesesuaian pelaporan tersebut dengan peraturan pemerintah, standar dan memastikan transparansi bagi semua pemangku kepentingan," kata Dian melalui keterangannya, Minggu (18/8/2024).


"Agar dapat diakui, maka pemastian dapat dilakukan oleh pihak independen yang ditunjuk pemerintah dan yang telah mendapat pengakuan internasional," lanjutnya.


Kemudian, Ullrich Loeffler, Chief Executive Officer (CEO) dan Co-founder Ecosystm, dalam acara Media Briefing tersebut menambahkan, perlunya organisasi memprioritaskan kesiapan AI.


Selain itu, organisasi juga perlu membangun kemitraan yang kuat. "Dengan melakukan hal ini, organisasi dapat secara efektif memanfaatkan potensi AI dan mencapai tujuan bisnis mereka," lanjutnya.


Kemudian General Manager IBM Asean, Catherine Lian mengatakan bahwa perjalanan AI punya banyak manfaat bagi perusahaan. Ini termasuk mempercepat inovasi dan produktivitas serta meningkatkan pengalaman konsumen jadi lebih baik lagi.


Namun, banyak pemimpin teknologi dan organisasi overclaim atas kemampuan mereka dalam mengimplementasikan AI. Menurutnya, kesiapan mengadopsi AI membutuhkan kepemimpinan yang kuat, strategi data yang kuat, dan kerangka kerja tata kelola yang matang.


Hal-hal tersebut bertujuan untuk memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan etis, serta mampu mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.


“Tanpa pondasi yang kuat, organisasi berisiko melaksanakan implementasi yang hanya berfokus pada kemampuan teknologi, tetapi gagal mempertimbangkan dampak jangka panjangnya pada organisasi dan komunitas,” katanya.


Hasil Studi Ecosystm-IBM


Dalam Media briefing, dipaparkan hasil studi terbaru dari Ecosystm atas nama IBM, berjudul "AI Readiness Barometer: ASEAN's AI Landscape".


Studi tersebut menyebutkan bahwa organisasi di Asia Tenggara (Asean) mulai menggunakan Teknologi Kecerdasan buatan, namun kesiapan perlu dibenahi.


Studi ini menemukan bahwa sebanyak 85 persen organisasi di Asean sepakat bahwa AI bisa membantu dalam mencapai tujuan strategis. Namun, baru sekitar 17 persen dari mereka yang memiliki strategi yang jelas soal adopsi teknologi AI.


Selain itu, masalah lainnya organisasi di ASEAN juga belum banyak memiliki peta jalan yang jelas mengenai pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI).


Studi juga mengungkap adanya kesenjangan antara optimisme perusahaan mengenai kesiapan mereka memanfaatkan AI dengan realitas yang ada.


Misalnya, sebanyak 16 persen pemimpin organisasi menyatakan bahwa mereka berada puncak kesiapan AI (kategori AI First).


Akan tetapi, berdasarkan data dan penilaian lapangan Ecosystm, baru ada 1 persen organisasi yang dinyatakan masuk dalam kategori tersebut.


Begitu juga dengan 39 persen organisasi yang merasa bahwa mereka telah berada dalam tahap transformasi kesiapan AI (Transformative), tapi nyatanya baru 4 persen yang memenuhi syarat.

×