Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

2 Jurnalis Al Jazeera Meninggal Saat Meliput Kematian Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh

Agustus 02, 2024 Last Updated 2024-08-02T09:07:12Z


Jurnalis Al Jazeera Ismail Al-Ghoul dan juru kamera Rami Al-Rifi tewas akibat serangan udara Israel di kamp pengungsi Shati, Jalur Gaza, Rabu (31/7/2024).


Dilansir dari Al Jazeera, Rabu, keduanya saat itu tengah bertugas dekat rumah Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas yang terbunuh pada Rabu dini hari di ibu kota Iran, Teheran.


"Ismail menyampaikan penderitaan Palestina yang terusir, penderitaaan orang-orang yang terluka, dan pembantaian yang dilakukan (Israel) terhadap orang-orang tak berdosa di Gaza," ungkap rekan jurnalis lain yang ada di Gaza, Anas al-Sharif.


Tewas saat meliput kematian Ismail Haniyeh


Diberitakan Washington Post, Kamis (1/8/2024), seorang fotografer lepas yang berada di tempat kejadian Ayman Al-Hissi mengatakan, dua serangan udara terjadi secara beruntutan.


Serangan pertama terjadi di dekat rumah Ismail Haniyeh, di mana saat itu banyak orang yang berkumpul usai mendengar kabar kematiannya.


Beberapa jurnalis serta fotografer, termasuk Al-Ghoul dan Al-Rifi mendatangi rumah duka untuk meliput dampak kematian Haniyeh sekitar pukul empt sore waktu setempat.


Keduanya tengah mewawancarai menantu perempuan Haniyeh, Enas Haniyeh saat secara tiba-tiba ada pesawat tempur yang menembakkan rudal ke bagian barat rumah.


Juru biciara Pertahanan Sipil Gaza Mahmoud Bassal mengatakan, tidak ada korban jiwa pada serangan itu.


Namun, para jurnalis termasuk Al-Ghoul dan Al-Rifi diperintahkan segera meninggalkan lokasi secepat mungkin.


Diketahui, mereka sempat menghubungi redaksi 15 menit sebelum serangan kedua terjadi melalui telepon.


Dalam panggilan itu, mereka melaporkan adanya serangan di wilayah tempat mereka berada dan diminta untuk segera pergi dari sana.


Mereka berdua pun pergi menggunakan mobil unutuk menuju Rumah Sakit Al-Ahli Arab. Namun di tengah perjalanan, mereka terbunuh. Serangan kedua ini menghantam daerah Aida sekitar pukul 5 sore.


Al-Ghoul dan Al-Rifi diketahui mengenakan rompi dan tanda pengenal pers saat terbunuh di mobil mereka.


Secara terpisah, jurnalis Al Jazeera lain Hainda Khoudary mengatakan, rompi dan tanda pers merupakan bentuk perlindungan diri mereka saat bertugas.


"Kami melakukan apa pun (untuk menjaga diri). Kami mengenakan rompi pers, helm, kami tidak mencoba pergi ke tempat yang tidak aman. Kami mencoba pergi ke tempat-tempat di mana kami bisa mennjaga keamanan," ungkapnya, dikutip dari Thruthout, Kamis.


Dikenal sebagai jurnalis yang berdedikasi


Dalam sebuah pernyataan, Al Jazeera Media Network menyebut pembunuhan Al-Ghoul dan Al-Rifi sudah ditargetkan oleh Israel.


"Serangan terbaru terhadap jurnalis Al Jazeera ini merupakan bagian dari kampanye penargetan sistematis terhadap jurnalis jaringan tersebut dan keluarga mereka sejak Oktober 2023," kata pemimpin redaksi Mohamed Moawad.


Moawad juga menyampaikan duka cita atas meninggalnya kedua rekannya melalui akun X @moawady pada Kamis.


"Tanpa Ismail, dunia tidak akan melihat gambar-gambar pembantaian yang menghancurkan ini. Ia tanpa henti meliput peristiwa dan menyampaikan realita Gaza kepada dunia melalui Al Jazeera," tulisnya.


"Suaranya kini telah dibungkam, dan tidak perlu lagi menyerukan kepada dunia.  Ismail telah memenuhi misinya untuk rakyat dan tanah airnya. Malu pada mereka yang telah gagal melindungi waga sipil, jurnalis, dan kemanusiaan," sambung Moawad.


Al-Ghoul dan Al-Rafi, keduanya lahir pada tahun 1997. Al-Ghoul dikenal sebagai junalis yang profesional dan berdedikasi. Ia juga merupakan salah satu jurnalis yang sempat di sandera selama 12 jam di Rumah Sakit al-Shifa pada 18 Maret 2024 lalu.


Ia diketahui meninggalkan istri dan seorang anak yang masih kecil. Keluarga Al-Ghoul merupakan salah satu pengungsi di Gaza bagian tengah.


Serangkaian pembunuhan jurnalis


Sejak 7 Oktober 2023 lalu, Komite Perlindungan Jurnalis atau Committee to Protect Journalist (CPJ) mencatat sedikitnya 113 jurnalis telah terbunuh selama operasi militer Israel di Gaza, termasuk Al-Ghoul dan Al-Rifi.


Sebanyak 108 dari total jurnalis merupakan warga negara Palestina. Sementara biro media pemerintah Gaza melaporkan, 165 jurnalis Palestina tewas sejak perang Israel di Gaza dimulai.


Al Jazeera sendiri mencatat, selama perang terjadi mereka telah kehilangan empat orang jurnalis saat sedang bertugas.


Presiden CPJ Jodie Ginsberg menyebut perang di Gaza adalah konflik paling mematikan bagi jurnalis sejak organisasinya melakukan pemantauan selama 30 tahun.


"Ini bukan hanya pola yang kita temukan dalam konflik ini, tetapi terlihat sebagai bagian dari strategi (Israel) yang lebih luas untuk menghambat informasi keluar dari Gaza," ujar Ginsberg.

×