Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan restu pengenaan cukai pada pangan olahan atau produk cepat saji untuk membatasi konsumsi produk olahan yang mengandung Gula, Garam, Lemah (GGL).
Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No.17/2024 tentang Kesehatan. Dalam pasal 194 yang menyebutkan ketentuan pengendalian GGL pada makanan siap saji.
"Selain penetapan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal 194 ayat 4.
Adapun, penentuan batas maksimal kandungan GGL akan diatur kembali oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, serta kementerian dan lembaga terkait.
Dalam penetapan batas maksimal GGL, pemerintah mempertimbangkan kajian risiko dan standar internasional. Adapun, ketentuan ini berlaku dalam rangka upaya pemerintah dalam pengendalian risiko penyakit tidak menular (PTM).
Kajian risiko yang dimaksud berupa analisis untuk memberikan gambaran mengenai besaran dan tingkat risiko munculnya penyakit tidak menular akibat mengonsumsi pangan yang mengandung gula, garam, dan lemak.
Sebagai informasi, pada beleid tersebut dijelaskan spesifik bahwa pangan olahan yang akan dikendalikan dengan penetapan batas kandungan GGL dan cukai mencakup produk yang diolah dan siap langsung disajikan di tempat usaha atau luar tempat usaha seperti hotel, restoran, rumah makan, kafe, kantin, gerai, dan lainnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan urgensi penerapan pengendalian konsumsi GGL dengan mendorong industri pangan untuk melakukan reformulasi.
Industri pangan olahan didorong untuk menyediakan lebih banyak ketersediaan makanan dan minuman kandungan GGL rendah, menerapkan labeling berupan front of pack labelling, menerapkan kebijakan fiskal, hingga menetapkan batas maksimum kandungan GGL dalam mamin.
Kemenkes juga mendorong pembatasan waktu tayang, lokasi, dan sasaran iklan pangan yang mengandung GGL tinggi.