Di Asia Barat, berahun-tahun negara-negara Barat mencoba menjadi penengah perdamaian. Setiap Presiden Amerika Serikat berusaha menyelesaikan masalah Palestina, tapi tak seorang pun yang berhasil. Coba tebak siapa yang ingin berhasil?
China. Beijing mengeluarkan pernyataan bahwa perwakilan Hamas dan Fatah telah bertemu di China. Tidak ada konfirmasi tanggal, tetapi Beijing mengatakan itu terjadi baru-baru ini.
Apa yang dibahas dalam pertemuan itu? Kuat dugaan seputar rekonsiliasi. Kementerian Luar Negeri China mengatakan kedua belah pihak sepenuhnya menyatakan kemauan politik masing-masing untuk mencapai rekonsiliasi melalui dialog dan konsultasi, membahas banyak masalah spesifik dan membuat kemajuan positif.
Pernyataan itu tidak banyak membantu, tetapi fakta bahwa Hamas dan Fatah bertemu di Beijing dan dilaporkan membuat kemajuan, sementara Barat tidak tahu apa-apa. Ini hal yang cukup signifikan.
Bagi Anda yang belum mengikuti kisah Palestina, berikut ini ringkasan singkat. Mari kita lihat peta Palestina. Wilayah tersebut terbagi menjadi dua bagian, Tepi Barat dan Gaza.
Fatah dan Hamas adalah dua kekuatan politik. Fatah memerintah Tepi Barat dan Hamas menguasai Gaza.
Perpecahan politik ini terjadi pada tahun 2006, saat pemilihan umum diadakan di Palestina, pemilihan terakhir yang terjadi di Palestina. Jadi itu 18 tahun yang lalu.
Warga Gaza memilih Hamas dan warga Tepi Barat memilih Fatah. Kemudian Fatah mencoba menengahi perjanjian berbagi kekuasaan. Itu tidak berhasil dan pertempuran pun pecah.
Sejak 2007, mereka memiliki wilayah masing-masing. Fatah mengontrol Tepi Barat dan Hamas menguasai Gaza. Ini juga menyebabkan banyak kebingungan karena Hamas dilihat sebagai organisasi teroris oleh banyak pihak, terutama di Barat.
Ketika Barat berbicara tentang Palestina, mereka berbicara dengan Fatah. Tidak ada komunikasi dengan Hamas.
Itulah yang dilakukan para pemain Barat. China berbeda. Mereka memiliki hubungan sejarah dengan Palestina. Ini dimulai dengan Mao Zedong.
Selama pemerintahannya, China mempersenjatai dan melatih kelompok perlawanan Palestina. Sejak 1960-an, Beijing telah menjalin hubungan dengan mereka. Pertama dengan Fatah kemudian Hamas.
Antara akhir 1960-an dan awal 1970-an, Beijing memberikan bantuan $5 juta kepada kelompok-kelompok ini. Kemudian, ketika hubungan China dengan Israel membaik, dukungan Beijing dengan Palestina memudar.
Kemudian terjadi perubahan arah lagi. Pada tahun 2006, Beijing mengundang Mahmoud Alzaher ke KTT Kerjasama China-Arab. Alzaher adalah salah satu pendiri Hamas.
Amerika Serikat dan Israel memprotes tetapi China tidak peduli. Pada tahun 2010, China meminta Israel untuk menghentikan blokade Gaza. Pada tahun 2017, China mengungkapkan rancangan perdamaiannya.
Ia menyerukan diakhirinya kebijakan permukiman ilegal Israel. Bahkan pada 7 Oktober tahun lalu, nada bicara China berbeda dari yang lain. Barat mengecam serangan Hamas. Mereka mengutuknya.
Tetapi Beijing mendesak agar tetap tenang. Beijing meminta semua pihak untuk menahan diri. China tidak memberikan pernyataan menentang Hamas. Itulah posisi China sejak saat itu.
China menentang serangan terhadap warga sipil tanpa menyebut atau menyalahkan pihak mana pun. China menyerukan peta jalan konkret menuju solusi dua negara.
Sekarang China sedang mencoba menengahi perdamaian antara dua kelompok Palestina yang saling bersiteru.
Apakah ini pertanda ambisi China untuk memainkan peran lebih besar di kawasan Timur Tengah? Dengan Arab Saudi dan Iran, Beijing menengahi perdamaian antara kedua pihak.
Mungkinkah Beijing mampu melakukan hal yang sama dengan Israel dan Palestina? Kita tahu China telah mencobanya tahun lalu. Utusan Khusus China berada di Asia Barat.
Di atas kertas, kunjungan ini untuk menengahi perdamaian, tetapi pada kenyataannya ini menyangkut lebih banyak hal. Konflik Israel-Palestina bukanlah hal baru.
Ini sudah berlangsung selama puluhan tahun. Ada terlalu banyak pihak yang berkepentingan. Jadi, menengahi perdamaian akan sulit.
Yang diinginkan China bukan hanya solusi. China menginginkan alternatif dari tatanan Barat. China ingin menunjukkan simpati terhadap perjuangan Palestina.
China ingin mendapatkan kepercayaan dari dunia Arab. Beijing ingin terlihat sebagai kekuatan di Asia Barat, mirip dengan Amerika, tetapi lebih baik.
Namun demikian, konflik Israel-Palestina sangat berbeda dari konflik Iran-Saudi. Dan China memiliki sedikit pengaruh di sini, tetapi untuk saat ini Beijing telah membuat langkah-langkah yang tepat. SB