Google mengembangkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang dapat memprediksi datangnya banjir seminggu sebelumnya dan cocok terintegrasi ke dalam sistem peringatan dini. Inovasi Google itu telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature, menegaskan kevalidan dan kredibilitas metode AI ini. Banjir adalah bencana alam yang sering terjadi, dan prediksi yang akurat dapat menyelamatkan nyawa dan harta benda.
Google menggunakan berbagai data seperti sejarah, tingkat sungai, elevasi, dan topografi untuk melatih model machine learning. Dengan teknik ini, Google dapat membuat peta lokal dan melakukan ratusan ribu simulasi di setiap lokasi, menghasilkan prediksi banjir yang akurat.
Meskipun dapat memprediksi beberapa banjir hingga tujuh hari sebelumnya, rata-rata prediksi Google adalah lima hari sebelumnya, jauh lebih maju dibandingkan sistem tradisional yang hanya memprediksi beberapa jam sebelumnya. Google juga meningkatkan prediksi banjir di wilayah yang kurang terwakili, seperti beberapa bagian Afrika dan Asia, membantu 460 juta orang di 80 negara dengan prediksi banjir yang lebih akurat.
Google akan terus mengeksplorasi potensi teknologi AI untuk membuat model prediksi banjir yang lebih baik, dengan harapan mengembangkan platform prediksi banjir global secara menyeluruh.
Kurangi Polusi
Google memiliki segudang teknologi berbasis artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang mampu mengatasi masalah masyarakat perkotaan. Baru-baru ini Google Project Green Light yang berbasis AI mampu mengatasi permasalahan lalu lintas.
Dalam kurun waktu dua tahun, Google Project Green Light menarik perhatian dan menciptakan terobosan dalam bidang perencanaan kota berkelanjutan. Dalam acara Sustainability 2023, Google Project Green Light mampu mengubah sinyal lalu lintas konvensional menjadi solusi untuk mengurangi polusi udara.
Cara kerjanya, Google Project Green Light menggunakan machine learning untuk menganalisis data dari Google Maps, seperti tingkat kemacetan lalu lintas dan waktu tunggu di persimpangan lampu lalu lintas.
Kemudian Google menggunakan data itu untuk melatih sistem artificial intelligence (AI) supaya dapat mengatur waktu lampu lalu lintas lebih efisien, mengurangi waktu tunggu dan pergerakan kendaraan yang sering berhenti-start di kota. Solusi Google ini tidak hanya mengembangkan teknologi semata, tetapi juga membantu mitra-mitra Google mengurangi emisi karbon hingga satu gigaton pada akhir dekade ini.
Awalnya, Google melakukan uji coba Google Project Green Light di empat persimpangan di Israel. Proyek Google itu mampu mengurangi penggunaan bahan bakar dan penundaan di persimpangan hingga 20 persen, mendorong perluasan program ini ke 12 kota di seluruh dunia.
Program itu kini telah meliputi kota-kota seperti Rio de Janeiro, Manchester, dan Jakarta, dengan rencana Google untuk memperluas jangkauannya lagi pada tahun 2024. Yael Maguire, Wakil Presiden Geo Sustainability di Google mengatakan sistem Google itu masih memiliki ruang untuk ditingkatkan secara luas dan efisiensi biaya.
"Solusi ini memiliki potensi mengurangi kemacetan lalu lintas hingga 30," katanya seperti dilansir Gizmochina.
Selain itu, para insinyur kota dapat melihat dampak positif dari sistem ini dalam waktu beberapa minggu setelah penerapannya. Contohnya, di Manchester, proyek ini berhasil meningkatkan tingkat emisi dan kualitas udara sebesar 18 persen. Tidak hanya itu, Google Maps juga berperan penting dalam pengurangan emisi karbon. Dengan mengoptimalkan rute perjalanan, layanan ini telah berhasil mengurangi sekitar 2,4 juta metrik ton emisi karbon, setara dengan menggantikan setengah juta mobil bensin selama satu tahun penuh.