Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meradang usai disebut kura-kura oleh politisi Nasdem Irma Suryani Chaniago dalam sebuah diskusi yang digelar FISIP Universitas Indonesia (UI) beberapa waktu lalu.
Irma mengatakan bahwa partai politik yang pragmatis menjadi akar permasalahan kondisi perpolitikan Indonesia saat ini carut-marut. Dia lantas menyinggung Partai Golkar yang selalu mencari aman dengan menjadi koalisi pemerintahan.
"PDIP ini bagusnya jadi oposisi. Dia bagus, tapi ketika dia menang dia enggak bagus. Karena ketika dia menang, dia dia seperti kura-kura. Ketika dia kalah, betul-betul jadi wong cilik," ujarnya dikutip dari YouTube FISIP Universitas Indonesia, Kamis (7/3/2024).
Menjawab tudingan Irma, Hasto mengatakan bahwa tatanan sistem kepartaian Indonesia tidak bisa terlepas dari ideologi Pancasila yang mengedepankan kekuatan kolektif demokrasi.
Menurutnya, di dalam sistem demokrasi kita ini menempatkan partai politik pada peran yang sentral.
"Maka ketika kita memperbaiki ini, pilihan, termasuk yang saya ambil sebagai sekjen, adalah melakukan pelembagaan partai," ujarnya.
Hasto menegaskan bahwa upaya tersebut berdampak positif, salah satunya memerangi money politik yang kerap terjadi dalam proses mendapatkan jabatan politik.
PDIP Serius
Beberapa hari sebelumnya, PDIP juga dianggap loyo dalam rapat paripurna DPR yang salah satu bahasannya adalah terkait wacana pengajuan hak angket untuk membongkar kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Menanggapi hal itu, Hasto mengaku pihaknya terima banyak intimidasi agar tidak menggulirkan hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Hasto membantah PDIP terpecah soal penyelenggaraan hak angket sehingga tidak serius mewujudkannya di parlemen. Hanya saja, sambungnya, diciptakan banyak rintangan untuk batalkan penggunaan hak angket tersebut.
"Karena muncul juga banyak intimidasi, misalnya apa yang dilakukan pengaduan terhadap Pak Ganjar Pranowo [ke KPK]. Itu tidak terlepas dari upaya-upaya untuk menghambat hak angket tersebut. Jadi banyak jalan terjal yang memang diciptakan," ungkap Hasto usai acara Election Talk #4 di FISIP UI, Depok, Kamis (7/3/2024).
Meski demikian, dia tidak mempermasalahkan berbagai laporan masyarakat tersebut. Bagaimanapun, menurutnya, Indonesia menganut demokrasi prosedural.
"Silakan ajukan ke polisi, silakan ajukan ke Bawaslu," jelasnya.
Hasto menegaskan PDIP tidak gentar meski muncul banyak laporan seperti itu. PDIP, lanjutnya, akan tetap lakukan perlawanan untuk ungkap dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, entah itu lewat hak angket atau opsi lain.
"Jadi kami adalah opsinya dalam melakukan perlawanan secara terukur," ujar Hasto.
Amunisi ke MK
Terkini, PDIP berencana mengajukan seorang kepala kepolisian daerah (Kapolda) yang tidak disebutkan namanya untuk menjadi saksi dalam sengketa dugaan kecurangan pemilu atau hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat menegaskan bahwa PDIP sudah bersiap mengajukan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah pengumuman oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (20/3/2024). Pihaknya sedang mengumpulkan bukti dan saksi.
Dia berpendapat bahwa kekalahan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Jawa Tengah tidak terlepas dari mobilisasi kekuasaan. Padahal, menurutnya, Ganjar pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah selama 10 tahun dan provinsi itu merupakan basis suara PDIP.
PDIP menduga ada pengarahan aparatur negara, seperti intimdiasi yang dilakukan pihak Polsek dan Polres terkait pemenangan kubu tertentu. Oleh sebab itu, pihaknya akan berusaha membuktikan mobilisasi kekuasaan tersebut di MK.
"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok Kapolda dipanggil dicopot,” jelas Henry dalam rilis media TPN Ganjar-Mahfud, Senin (11/3/2024).
Tidak hanya itu, ada dugaan mobilisasi untuk buat warga Kabupaten Sragen, Jawa Tengah tidak menggunakan hak pilihnya sehingga partisipasi pemilih cuma berkisar 30%.
Meski demikian, menurut Henry, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang yang akan diumumkan KPU, melainkan berusaha buktikan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Kita akan yakinkan hakim dengan bukti yang kita miliki bahwa ini betul-betul kejahatan yang TSM,” ujarnya.