Menteri Israel, Amichai Eliyahu menyerukan untuk menghapus bulan Ramadhan dan mengabaikan ketegangan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur selama bulan suci tersebut.
"Apa yang disebut bulan Ramadhan harus dihapuskan, dan ketakutan kita terhadap bulan ini juga harus dihapuskan," kata Eliyahu kepada Radio Angkatan Darat, dikutip dari News Arab, Sabtu (2/3/2024).
Pernyataan Eliyahu tersebut menyusul kabar adanya kebocoran keamanan Israel yang mengindikasikan kekhawatiran akan meletusnya situasi di dua wilayah yang mereka kuasai, yakni Tepi Barat dan Yarusalem Timur yang selama bulan Ramadhan.
Pernyataannya Eliyahu dikecam
Di sisi lain, Council on Muslim-American Relations (CAIR) mengecam pernyataan yang dikeluarkan oleh politisi tersebut.
Wakil Direktur Eksekutif CAIR Edward Ahmad Mitchel juga terus mendesak agar Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengecam Eliyahu.
"Sekali lagi, seorang pejabat pemerintah Israel secara terbuka menyuarakan pernyataan genosidal yang luput dikutuk oleh pemerintahan Biden," kata Mitchell.
"Pemerintah Israel terus berteriak kepada semua orang yang mau mendengarkan bahwa mereka meluncurkan perang terhadap seluruh penduduk Palestina, termasuk simbol-simbol kebudayaan mereka, dari gereja, masjid, hingga Ramadan sendiri," lanjutnya.
Sebelumnya, Menteri Israel itu juga pernah mengatakan hal kontroversional pada November 2023.
Ia pernah mengatakan bahwa menjatuhkan "bom nuklir" di Jalur Gaza adalah "sebuah pilihan".
Diperlukan gencatan senjata sebelum bulan Ramadhan
Media Israel mengatakan, pemerintah AS menekan Tel Aviv untuk mencapai kesepakatan dengan Hamas terkait pertukaran sandera dan gencatan senjata di Gaza sebelum bulan Ramadan, yang akan dimulai sekitar sepuluh hari lagi, dikutip dari Middle East Monitor, Sabtu.
Kendati demikian, pada Kamis (29/2/2024), Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengungkapkan, masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa Tel Aviv telah mencapai kesepakatan mengenai pertukaran tawanan dengan Hamas.
Ketika pembicaraan mengenai kesepakatan pembebasan sandera berlanjut dengan mediasi dari AS, Qatar, dan Mesir, Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa Israel akan menghentikan perangnya terhadap Gaza selama bulan suci Ramadhan jika kesepakatan tercapai.
Kelompok Hamas, yang diyakini menahan lebih dari 130 sandera Israel, meminta agar serangan Israel ke Gaza dihentikan sebagai imbalan atas kesepakatan pembebasan sandera.
Sebelumnya, Hamas dan Israel juga pernah melakukan kesepakan untuk pembebasan sandera di kedua belah pihak pada November 2023.
Dalam kesepakatan tersebut, Hamas telah membebaskan 81 warga Israel dan 24 warga asing dengan imbalan agar Israel juga membebaskan 240 warga Palestina, termasuk 71 wanita dan 169 anak-anak.
Korban terus berjatuhan
Israel telah melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan pertama Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menurut Tel Aviv menewaskan kurang dari 1.200 orang, dilansir dari Anadulu Ajansi, Sabtu.
Namun, sejak saat itu, helikopter dan tank-tank tentara Israel telah menewaskan banyak orang, termasuk 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim oleh Israel sebagai korban dari pihak Perlawanan Palestina.
Setidaknya 30.035 warga Palestina telah terbunuh dan 70.457 lainnya terluka di tengah-tengah penghancuran massal dan kekurangan kebutuhan pangan.
Israel juga memberlakukan blokade yang melumpuhkan di Jalur Gaza, membuat penduduknya, terutama penduduk Gaza utara, berada di ambang kelaparan.
Perang Israel telah mendorong 85 persen penduduk Gaza mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan.
Sementara itu, 60 persen infrastruktur daerah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Di sisi lain, Mahkamah Internasional juga mengelurkan keputusan sementara yang diambil pada Januari 2024 yang memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida terhadap Palestina.
Selain itu, Mahkamah Internasional juga mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.