Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tak mempersoalkan jika ada Kapolda yang akan dihadirkan kubu pasangan calon presiden-calon wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai saksi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK.
Meski demikian, Sigit belum memberikan jawaban lugas soal izin bagi Kapolda yang bersaksi di sidang MK nantinya.
Ia menuturkan, bahwa hal itu masih perlu pertimbangan lebih lanjut.
"Ya kalau memang ada ya boleh-boleh saja."
"Ya kita lihat kapoldanya siapa, kan harus bisa dibuktikan," ujar Listyo Sigit di Jakarta, Jumat (15/3/2024).
Listyo mengaku, hingga saat ini belum ada komunikasi dari Polri dan Tim Pemenangan Nasional (TPN) mengenai siapa sosok yang disiapkan kubu Ganjar-Mahfud itu untuk bersaksi di sidang perkara Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) nanti.
"Saya justru menunggu, namanya siapa," kata Sigit.
Sigit menegaskan, tak mempermasalahkan upaya kubu Ganjar-Mahfud itu.
Ia bahkan tidak segan memberikan hukuman jika anggotanya terbukti ada aparat yang memobilisasi massa untuk memilih salah satu paslon.
"Ya kita tunggu saja. Apabila betul ada melanggar kita proses," ujar Listyo Sigit.
IPW Ragukan soal Izin
Di sisi lain, Indonesia Police Watch (IPW) justru meragukan kehadiran Kapolda dalam sidang MK nanti.
"Saya tidak yakin bahwa akan ada Kapolda yang bersaksi," kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, Rabu (13/3/2024).
Menurut Sugeng, pimpinan Polri pun tak bakal memberi izin bagi para Kapolda yang nantinya akan diminta untuk menjadi saksi.
Sebab, kata Sugeng, struktur Polri bersifat komando, sehingga tidak mungkin ada izin untuk anggota memberi saksi di persidangan.
"Karena struktur Polri yang bersifat Komando tidak memungkinkan ada izin untuk seorang anggota memberi ketrangan saksi di persidangan. Kalau hadir tanpa izin namanya insubordinasi."
"Nilai taat perintah pimpinan sudah menjadi nilai yang harus dijunjung tinggi," jelasnya.
Keterlibatan Kapolda ini juga diragukan oleh Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN), Drajad Wibowo.
"Membawa kapolda sebagai saksi? Weleh-weleh hehe. Secara logika, saya meragukannya," kata Drajad kepada wartawan, Selasa (12/3/2024).
Drajad menjelaskan soal kapasitas pihak kepolisian dalam urusan pemilu.
Ia mengatakan, bahwa kapolda seharusnya bertanggungjawab jika terjadi dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di wilayah tugasnya.
"Karena, jika memang ada Kapolda yang menyaksikan pelanggaran TSM di wilayahnya, bukankah dia berwenang dan punya pasukan untuk mencegah bahkan menindak pelanggaran itu?" ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa menggugat hasil pemilu ke MK adalah sebuah hak konstitusional seluruh pihak.
Namun, gugatan itu, kata Drajad, memerlukan bukti yang rigid.
"Ini berdasarkan pengalaman sebagai unsur pimpinan PAN sejak 2010," ungkapnya.
Menurut Drajad, untuk membuktikan kata masif saja, jika selisih suaranya tidak besar, bukti yang dibutuhkan sangat banyak.
"Apalagi jika selisih suaranya sangat telak seperti dalam Pilpres 2024. Belum lagi untuk kata terstruktur dan sistematis," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat mengatakan Kapolda yang disiapkan timnya bakal menjadi saksi terkait pengerahan aparat negara untuk memobilisasi pemilih agar memilih kandidat tertentu.
Henry menuturkan, TPN memiliki bukti bahwa ada kepala desa yang diintimidasi oleh pihak kepolisian.
"Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan,” kata Henry dalam siaran pers TPN Ganjar-Mahfud, Senin (11/3/2024).