Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ia bermaksud agar tentara Israel (IDF) tetap melaksanakan penyerbuan ke kota Rafah di perbatasan selatan Jalur Gaza.
Tindakan ini akan melanggar apa yang telah disebutkan Presiden AS Joe Biden, sebagai garis merah.
Biden memperingatkan kalau invasi dan serangan tentara Israel ke Rafah akan menjadi semacam red line “garis merah”.
Di tengah tanda-tanda frustrasi yang semakin meningkat terhadap Netanyahu, presiden AS mengatakan kepada MSNBC pada Sabtu (9/3/2024) kalau dia menentang eskalasi konflik ke Rafah.
Dia juga mengaku tidak dapat menerima fakta kalau 30.000 lebih warga Palestina sudah tewas dalam sekitar lima bulan agresi militer Israel di Jalur Gaza.
Bagi Netanyahu, garis merah yang Israel pahami adalah kejadian serangan Banjir Al-Aqsa oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 silam.
Ketika ditanya pada hari Minggu apakah pasukan Israel akan bergerak menyerbu Rafah, Netanyahu menjawab:
"Kami akan menyerbu ke sana. Kami tidak akan mundur. Anda tahu, saya punya garis merah. Anda tahu apa itu garis merah, dan tanggal 7 Oktober tidak. terjadi lagi. Tidak akan terjadi lagi."
Mengaku Dapat Dukungan Negara Arab
Tanpa menyebutkan nama mereka secara spesifik, Netanyahu mengaku mendapat dukungan diam-diam dari beberapa pemimpin Arab untuk terus melancarkan serangan terhadap Hamas.
“Mereka memahami hal itu, dan bahkan diam-diam menyetujuinya,” ujarnya dalam wawancara POLITICO.
Netanyahu mengklaim, para pemimpin negara Arab ini mengaku tahu kalau Hamas adalah bagian dari proksi Iran.
“Mereka memahami Hamas adalah bagian dari poros teror Iran,” kata Netanyahu.
Ratakan Rafah dalam Sebulan
Dia juga memperkirakan pertempuran akan berakhir dalam waktu satu bulan.
“Kami telah menghancurkan tiga perempat batalion pemberantasan terorisme Hamas. Dan kita hampir menyelesaikan bagian terakhir peperangan,” kata Perdana Menteri Israel itu.
Dia menjamin, pertarungan tidak akan memakan waktu lebih dari dua bulan.
“Mungkin enam minggu, mungkin empat minggu,” tambahnya.
26 Ribu Jiwa Bakal Tewas
Netanyahu juga memberikan perkiraannya sendiri terkait jumlah kematian yang terjadi terkait invasi Rafah oleh tentara Israel tersebut.
Sekitar 13.000 pejuang Palestina telah terbunuh, katanya, sementara angka kematian warga sipil diperkirakan 1 hingga 1,5 untuk setiap pejuang. Hal ini berarti total korban tewas – pejuang dan warga sipil – mencapai lebih dari 26.000 orang.
Dia juga menolak usulan gencatan senjata pada bulan suci Ramadan, dan mengatakan meskipun dia ingin melihat pembebasan sandera lagi, namun dia tidak melihat adanya kemajuan dan terobosan dalam perundingan dan negoisasi gencatan senjata.
"Tanpa pembebasan tidak akan ada jeda dalam pertempuran,” katanya.
Perdana Menteri Israel juga menegaskan penolakannya terhadap kemungkinan pembentukan negara Palestina – sebuah topik yang mempertentangkan Israel dengan sebagian besar negara-negara lain di dunia.