Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah 0,03% ke level Rp 15.747 pada awal perdagangan Selasa (5/3). Analis menilai, ini karena ada kekhawatiran soal inflasi menjelang Ramadan.
Analis pasar uang Lukman Leong memperkirakan rupiah tertekan terhadap dolar AS, karena masih adanya kekhawatiran soal kenaikan inflasi menjelang Ramadan.
“Ini membawa imbal hasil obligasi Indonesia naik ke level tertinggi dalam hampir tiga minggu,” ujar Lukman. Ia memprediksi rupiah bergerak dalam rentang Rp 15.700-Rp 15.850.
Analis pasar uang,Ariston Tjendra menilai pergerakan dolar Amerika tidak terlalu kuat berhadapan dengan nilai tukar utama dan di sebagian emerging market atau negara-negara yang pasarnya tegah berkuambang. Namun rupiah masih tertekan terhadap dolar AS.
“Isu dalam negeri mungkin masih menjadi sentimen negatif untuk rupiah seperti isu inflasi yang tinggi, karena pangan dan isu twin deficit,” ujar Ariston.
Di sisi lain, melemahnya data-data ekonomi Amerika yang diumumkan pekan lalu yaitu data PDB, klaim tunjangan pengangguran, PMI manufaktur dan tingkat keyakinan konsumen AS, maka peluang pemangkasan suku bunga di Amerika pada Juni semakin terlihat.
“Survei CME FedWatch Tool menunjukkan kenaikan peluang dari 60% menjadi 63%. Ekspektasi tersebut bisa menekan dolar AS,” ujarnya.
Dolar AS juga mungkin masih bergerak konsolidatif menantikan testimoni Gubernur The Fed Jerome Powell di Kongres AS pada Rabu dan Kamis, dan data tenaga kerja AS versi pemerintah di Jumat malam.
Ia memperkirakan rupiah bergerak ke kisaran Rp 15.780, dengan potensi support di sekitar Rp 15.700.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Asia bergerak bervariasi. Yen jepang, dolar Hong Kong dan dolar Singapura menguat 0,01%, serta yuan cina 0,02%. Baht Thailand melemah 0,06% dan ringgit Malaysia 0,07%.