Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menyalahkan Israel karena menunda perundingan gencatan senjata saat Ramadan dan menolak permintaan Hamas untuk mengakhiri serangan di Gaza.
Dikutip dari Reuters, Haniyeh mengatakan Israel belum memberikan komitmen untuk mengakhiri serangan militer, menarik pasukannya, dan mengizinkan warga Palestina yang mengungsi untuk kembali ke rumahnya di Jalur Gaza.
"Kami tidak menginginkan perjanjian yang tidak menghentikan perang di Gaza," kata Haniyeh dalam videonya di televisi, ditayangkan satu hari sebelum bulan suci Ramadan dimulai, Selasa (12/3).
Haniyeh mengatakan, Hamas bertekad untuk membela rakyatnya dan di waktu yang sama mencari solusi yang dapat dinegosiasikan.
"Hari ini, jika kami mendapat posisi yang jelas dari para mediator, kami siap untuk melanjutkan penyelesaian perjanjian dan menunjukkan fleksibilitas dalam masalah pertukaran tahanan," ujarnya.
Berdasarkan data Israel, Hamas telah membunuh 1.200 orang dan menculik 253 orang dalam serangan pada 7 Oktober 2023. Israel kemudian melancarkan serangan darat dan pengeboman udara di Jalur Gaza yang padat penduduk, membunuh setidaknya 31.045 warga Palestina dan melukai 72.654 orang.
Haniyeh menyatakan, Hamas terbuka untuk membentuk pemerintahan persatuan dengan Fatah yang merupakan saingan Presiden Mahmoud Abbas dan faksi lainnya.
Ia mengatakan, langkah-langkah menuju tujuan tersebut dapat mencakup pemilihan Dewan Nasional Palestina dan membentuk pemerintahan konsensus nasional sementara dengan "tugas khusus" sampai pemilihan presiden dan legislatif diadakan.