Sistem perawatan kesehatan di Gaza pada dasarnya telah runtuh.
Hal itu disampaikan para dokter Barat yang mengunjungi daerah kantong Palestina tersebut dalam beberapa bulan terakhir di sebuah acara PBB pada Senin (19/3/2024).
Mereka juga berbicara tentang kekejaman mengerikan serangan Israel.
Dilansir dari Reuters, empat dokter dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis telah bekerja sama dengan tim di Gaza, mendukung sistem perawatan kesehatan yang terpuruk sejak Israel memulai serangan militernya Oktober lalu.
Serangan Israel telah membuat hampir 2,3 juta orang mengungsi, menyebabkan krisis kelaparan, meratakan sebagian besar daerah kantong, dan menewaskan lebih dari 31.000 orang, menurut kementerian kesehatan Gaza.
Nick Maynard, seorang ahli bedah yang terakhir kali berada di Gaza pada bulan Januari bersama lembaga amal Inggris Medical Aid for Palestinians, mengingat pernah melihat seorang anak yang mengalami luka bakar yang sangat parah hingga ia dapat melihat tulang-tulang wajahnya.
"Kami tahu tidak ada kesempatan baginya untuk bertahan hidup, namun tidak ada morfin yang bisa diberikan kepadanya," ujar Maynard, seorang ahli bedah kanker, dalam acara yang diadakan di markas besar PBB di New York. "Jadi, bukan hanya dia pasti akan mati, tapi dia akan mati dalam penderitaan."
Seorang anak berusia tujuh tahun lainnya, Hiyam Abu Khdeir, tiba di Rumah Sakit Eropa Gaza dengan luka bakar tingkat tiga di 40 persen tubuhnya, setelah serangan udara Israel di rumahnya menewaskan ayah dan saudara laki-lakinya serta melukai ibunya, kata Zaher Sahloul, seorang spesialis perawatan kritis dari kelompok kemanusiaan MedGlobal.
Setelah berminggu-minggu tertunda, ia dievakuasi ke Mesir untuk menjalani perawatan, namun meninggal dua hari kemudian, kata Sahloul.
Israel mulai mengebom wilayah Palestina pada 7 Oktober sebagai pembalasan atas serangan Hamas yang menewaskan 1.200 orang di Israel selatan. Para ahli internasional telah memperingatkan bahwa serangan Israel merupakan sebuah genosida, sebuah tuduhan yang sedang diselidiki oleh Pengadilan Dunia.
Israel membantah tuduhan genosida dan bersikukuh bahwa mereka menargetkan Hamas, bukan warga sipil.
Israel menuduh kelompok militan itu menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dan mengatakan bahwa mereka memiliki hak untuk membela diri.
Para dokter juga memperingatkan akan adanya korban jiwa yang besar jika Israel melanjutkan rencananya untuk menyerang kota Rafah, Gaza selatan.
Baca juga: Israel Akui 250 Tentaranya Tewas sejak Serang Gaza
"Jika terjadi invasi besar-besaran ke Rafah, itu akan menjadi kiamat, banyak kematian yang akan kita lihat," kata Maynard.