Seorang jenderal bintang empat Angkatan Udara Amerika Serikat mengirimkan pesan melalui sebuah memo berisi peringatan tentang kemungkinan meletusnya perang antara Amerika Serikat dengan China, yang diperkirakan paling cepat terjadi tahun 2025.
Ia menginstrusikan para komandan mendorong kesiapan unit masing-masing untuk kesiapan operasi tempur secara maksimal tahun ini.
Memo internal tersebut dikeluarkan oleh Kepala Komando Mobilitas Udara Departemen Pertahanan AS Jenderal Mike Minihan, yang beredar di media sosial, Jumat (27/1/2023) waktu AS atau Sabtu WIB. Keberadaan memo itu dikonfirmasi oleh juru bicara Departemen Pertahanan AS atau Pentagon.
Sasaran utama dari kesiapan itu, tulis Mihinan dalam memo tersebut, adalah mencegah ”dan, jika dibutuhkan, mengalahkan” China. ”Saya berharap saya salah. Insting saya mengatakan, kita akan bertempur pada tahun 2025,” katanya dalam memo itu.
Ia memperkirakan, kemungkinan meletusnya konflik nanti akan dipicu oleh isu Taiwan. Saat memaparkan alasannya, Minihan menyebut, pemilihan umum presiden Taiwan tahun depan akan memberikan dasar bagi Presiden China Xi Jinping untuk melancarkan agresi militer. Sementara pada tahun yang sama, yakni 2024, perhatian AS juga akan terfokus pada pemilu presiden.
”Keseluruhan dari tim Xi, alasan, dan kesempatan terselaraskan pada tahun 2025,” kata Minihan dalam memonya.
Memo tersebut juga menginstruksikan kepada semua personel Komando Gerak untuk memasuki area jarak tembak, ”membidikkan arah” pada target dan ”mengarahkan pada kepala”.
Ketika diminta konfirmasinya oleh kantor berita AFP mengenai memo tersebut, seorang jubir Pentagon melalui surat elektronik mengatakan, ”Ya, seperti itu adanya (pesan memo) yang dia dikirimkam.”
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah pejabat senior AS mengungkapkan bahwa China terlihat mempercepat kerangka waktu untuk mengontrol Taiwan. Wilayah Taiwan memerintah secara mandiri, tetapi diklaim Beijing sebagai bagian dari wilayah China. Pada Agustus 2022, militer China menggelar latihan besar-besaran di Selat Taiwan, yang memisahkan antara Pulau Taiwan dan daratan China.
Saya berharap, saya salah. Insting saya mengatakan, kita akan bertempur pada tahun 2025.
Latihan tersebut merupakan respons terhadap kunjungan Ketua DPR AS saat itu, Nancy Pelosi. Banyak kalangan mencermati latihan besar-besaran China kala itu. Sebagian pihak menilai kesempatan tersebut sebagai latihan atau geladi bersih China untuk menginvasi Taiwan.
Unjuk gigi
Dari atas kapal induk AS, Nimitz, wartawan kantor berita Reuters, Jumat (27/1/2023), melaporkan bahwa militer AS terus unjuk gigi dan pamer kekuatan di perairan Laut China Selatan. Puluhan jet F/A-18 Hornet dan helikopter tempur MH-60 Seahawk mendarat dan lepas landas dari kapal induk, memperlihatkan kekuatan mereka di wilayah perairan yang kerap disebut halaman belakang China.
Kapal induk Nimitz itu memimpin kelompok gugus tempur, yang berada di Laut China Selatan sejak dua pekan lalu. Komandan Gugur Tempur Nimitz Laksamana Muda Christopher Sweeney mengatakan, operasi tersebut merupakan bagian dari komitmen AS menjaga kebebasan pelayaran dan penerbangan di kawasan yang vital bagi perdagangan global.
”Kami akan terus berlayar, terbang, dan beroperasi di mana pun yang diperbolehkan sesuai dengan norma dan hukum internasional. Kami akan melakukan hal itu secara aman dan kami juga akan bersikap tegas mengenai hal tersebut,” kata Sweeney kepada Reuters, Jumat.
”Ini hanya benar-benar soal pelayaran dan operasi yang jelas kami lakukan bersama para sekutu dan mitra kami di area ini, serta memastikan kepada mereka terciptanya perdagangan yang bebas dan terbuka di Indo-Pasifik,” ucap Sweeney.
Kehadiran AS di Laut China Selatan, wilayah perairan yang ditaksir menghasilkan nilai perdagangan tahunan sekitar 3,4 triliun dollar AS, disambut oleh para sekutu AS, seperti Jepang, Korea Selatan, Filipina, dan Australia. Namun, China menyebut kehadiran AS sebagai bagian dari provokasi di halaman belakang mereka.
China mengklaim memiliki yurisdiksi sejarah atas hampir keseluruhan wilayah Laut China Selatan yang mencakup wilayah zona ekonomi eksklusif Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina. Seperti AS, China juga rutin menggelar latihan dan terus menghadirkan pasukan penjaga pantai dan kapal-kapal nelayan di perairan Laut China Selatan.
Kelompok Gugus Tempur Nimitz 11 meliputi kapal-kapal jelajah dengan rudal berpemandu, Bunker Hill; kapal-kapal perusak dengan rudal berpemandu, Wayne E Meyer dan Chung-Hoon. Pada 5 Januari 2023, kapal Chung-Hoon sempat berlayar di wilayah perairan yang sensitif, Selat Taiwan.
Hal itu terjadi dua pekan setelah jet tempur Angkatan Laut China, J-11, bermanuver terbang dalam jarak sangat dekat dengan jet tempur Angkatan Udara AS di Laut China Selatan.
”Kami beroperasi di perairan yang sama, seperti juga halnya Angkatan Laut China atau Singapura atau Filipina sejak kami tiba, dan semua berlangsung aman dan profesional,” ujar Sweeney.
”Ladang ranjau”
Sementara itu, mengutip beberapa pengamat China, harian Global Times menyebut bahwa politik AS, yang semakin terpolarisasi dan kian radikal, menjadi ”ladang ranjau” dalam hubungan AS-China dan membuat isu Taiwan menjadi masalah paling berbahaya dalam hubungan kedua negara. Hal ini terkait dengan laporan tentang rencana kunjungan Ketua DPR AS saat ini, Kevin McCarthy, ke Taiwan pada 2023 ini.
China menjadikan isu Taiwan sebagai salah satu garis merah kebijakannya. Para pengamat China menekankan, provokasi AS terkait isu Taiwan hanya akan memperkuat determinasi China dalam mengatasi persoalan Taiwan secara tuntas hingga terselesaikan.
Global Times mengutip laporan tentang upaya 18 anggota DPR AS asal Partai Republik, Rabu (25/1/2023), yang mendorong resolusi baru mendesak Washington ”secara diplomatik mengakui” Taiwan. Dengan mengklaim bahwa kebijakan Satu China, yang dianut AS saat ini, sudah kuno, resolusi tersebut mendorong departemen-departemen AS untuk bekerja menuju pengakuan status Taiwan di organisasi-organisasi internasional.
Lü Xiang, pakar studi AS dan peneliti pada Chinese Academy of Social Sciences di Beijing, meyakini bahwa jika McCarthy jadi berkunjung ke Taiwan, besar kemungkinan respons China bakal lebih besar daripada yang diperlihatkan saat menanggapi kunjungan Pelosi, Agustus 2022.
Menurut Lu, China telah menegaskan garis merah kebijakannya. Namun, jika AS menganggap hal itu belum cukup jelas dan terus-menerus mengetes garis merah tersebut, ”Kita tidak keberatan untuk meneguhkan lagi (garis merah itu),” katanya, Jumat (27/1/2023).
Lu menyebut, provokasi AS yang berbahaya terkait isu Taiwan merupakan percikan dari internal politik AS yang kacau dan tidak terkontrol. Menurut dia, sejumlah politisi AS memaksakan kepentingan pribadi dan partainya untuk membajak kepentingan AS dengan terus-menerus meracuni hubungan AS-China dan menciptakan ladang ranjau dalam hubungan tersebut.