Hasil hitung suara atau real count sementara Komisi Pemilihan Umum atau KPU untuk Pemilu presiden dan wakil presiden masih menunjukkan paslon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul dibandingkan dua paslon lainnya.
Melansir situs resmi KPU per Kamis, 22 Februari 2024, pukul 23.00 WIB, Prabowo-Gibran memperoleh suara 65.049.492 (58.89 persen).
Sementara di posisi kedua adalah paslon jomor urut satu Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan perolehan suara 26.581.455 (24.06 persen). Berikutnya paslon nomor urut tiga Ganjar-Mahfud Md memperoleh suara 18.833.011 (17.05 persen).
Angka itu didata KPU dari 619.578 Tempat Pemungutan Suara atau TPS dari total 823.236 TPS. Sedangkn untuk persentase progres TPS sendiri adalah 75.26 persen.
Belakangan, hasil hitung suara sementara ini dinilai terdapat pelbagai kecurangan. Organisasi Poros Buruh Nasional memprotes Pemilu yang disebut terjadi banyak dugaan kecurangan. Pelanggaran itu diduga terjadi sebelum dan sesudah pemilu.
Mereka menilai penghitungan suara yang dilakukan KPU melalui Sirekap. Dalam penghitungan suara, kata dia, ada upaya rekayasa berupa pengelembungan suara salah satu paslon.
"Yang menjadi bukti konkrit di TPS 034 di Tangerang Selatan, itu paslon 02 dapat 86 suara. Tapi berubah menjadi 886 suara," kata Endang. "Kalau itu direvisi, 800 lebih suara itu akan pindah ke TPS yang lain. Sehingga sistem (Sirekap) itu tidak akan bisa diubah,” kata Ketua Poros Buruh Jakarta Timur Endang Hidayat, saat ditemui di kawasan gedung Komisi Pemilihan Umum, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Februari 2024.
Kemudian Indonesia Corruption Watch dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai masalah pemindaian data Sirekap tentang penghitungan suara sementara Pemilu 2024 berdampak pada kegaduhan di publik.
“Beragam masalah tersebut memantik keraguan kami terkait kesiapan KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2024," kata Kepala Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, dalam keterangan tertulis, Kamis, 22 Februari 2024.
ICW dan KontraS mengirimkan surat permohonan informasi publik kepada KPU. Surat itu berkaitan dengan permasalahan yang muncul sebelum dan sesudah pemilu. Surat itu, kata Egi, sebagai partisipasi masyarakat sipil dalam menagih transparansi dan akuntabilitas KPU.
"Kami meminta berbagai dokumen yang berkaitan dengan perencanaan, implementasi, hingga anggaran dari Sirekap dan Sikadeka," ujarnya.