Ukuran bintik matahari atau sunspot raksasa yang pekan lalu mengeluarkan tiga ledakan kelas X semakin membesar. Sunspot yang dinamai AR3590 itu sedang menghadap ke bumi dan masih berpotensi menimbulkan ledakan baru. Mengingat tingginya aktivitas mangenik di bintik tersebut, para ilmuwan mengkhawatirkan dampak jilatan api surya itu terhadap bumi.
Dilansir dari laman Live Science pada Rabu, 28 Februari 2024, sunspot AR3590 pertama kali muncul di permukaan matahari yang menghadap Bumi pada 18 Februari lalu. Ukurannya membengkak dengan sangat cepat menjadi bidang gelap yang beberapa kali lebih luas dari planet kita.
Pada 21 Februari, AR3590 memuntahkan ledakan kelas X—aktivitas lidah api matahari paling kuat—dengan magnitudo X1,7 dan X1,8. Sehari setelahnya, bintik yang sama kembali melontarkan suar berkekuatan X6,3—ledakan masif yang terakhir terlihat pada 2017.
Tiga ledakan beruntun terpaksa diikuti pemadaman radio sementara di Bumi. Sejauh ini, jilatan kelas X itu tidak memicu lontaran massa koronal (CME), awan plasma bermagnet dari matahari. Jika terlontar hingga menghantam perisai magnet bumi, CME berpotensi memicu badai geomagnetik yang parah.
Dalam skenario terburuk itu, medan magnet bumi bisa terganggu dan dampaknya akan menjalar ke infrastruktur di darat. CME memicu tampilan aurora yang menakjubkan, namun di saat bersamaan satelit bisa berjatuhan kembali ke bumi.
Berdasarkan pantauan SpaceWeather yang dinukil oleh Live Science, AR3590 terus membesar, dua kali lipat melebihi kondisi pekan lalu. Bisa dibilang bintik itu menjadi terbesar dalam siklus matahari terbaru yang dimulai sejak 2019.
Para ahli memperkirakan medan magnet di AR3590 sedang tidak stabil dan masih menyimpan energi ledakan kelas X. Diamati selama beberapa hari terakhir, sunspot tersebut hanya mengeluarkan jilatan matahari kelas M yang lebih lemah dibanding X. Situasi itu membuat para ilmuwan bimbang soal adanya sisa energi yang belum terlepas.
Peristiwa Carrington, Ledakan Matahari yang Pernah Mengusik Bumi
Bila dibandingkan, skala AR3590 saat ini diperkirakan mencapai 60 persen dari ukuran sunspot raksasa yang pernah melanda bumi di pada 1859. Disebut Peristiwa Carrington, saat itu badai surya melemparkan CME ke bumi dan menyebabkan gangguan kelistrikan jangka panjang secara global. Kejadian itu pun melenyapkan sebagian besar aset antariksa yang sedang mengorbit bumi.
Peningkatan aktivitas badai matahari saat ini, menurut para ahli, menandakan bahwa bintang api itu sedang mendekati puncak ledakan dalam siklus 11 tahunnya—sering disebut sebagai solar maksimum. Kita bisa tenang lantaran AR3590 tidak cukup besar untuk memicu ledakan serupa Peristiwa Carrington, namum potensi lontaran CME ke angkasa masih bisa menimbulkan masalah.