Amerika Serikat (AS) pada Selasa (6/2/2024) menuduh Rusia menembakkan setidaknya sembilan rudal yang dipasok Korea Utara untuk menyerang Ukraina.
Sementara itu, Rusia balik menuduh rudal Patriot kiriman dari AS ditembakkan pasukan Ukraina untuk menjatuhkan pesawat Ilyushin IL-76 yang membawa tawanan perang.
Saling lontar tuduhan itu dilakukan Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia dan Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood di pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB.
Rusia meminta DK PBB yang beranggotakan 15 negara bertemu pada Selasa setelah mengatakan, Ukraina menggunakan rudal dari Barat untuk menyerang toko roti dan restoran di Lysychansk yang menewaskan 28 orang.
“Sampai sekarang, Rusia sudah menembakkan rudal balistik yang dipasok DPRK ke Ukraina setidaknya sembilan kali,” kata Wood mengacu pada nama resmi Korea Utara yaitu Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK).
“Rusia dan DPRK harus bertanggung jawab atas tindakan mereka, yang melanggar perjanjian jangka panjang berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB,” lanjutnya, dikutip dari Reuters.
Moskwa dan Pyongyang membantah tuduhan AS, tetapi tahun lalu Rusia dan Korut memperdalam hubungan militer mereka.
Sejak dimulainya perang di Ukraina hampir dua tahun lalu, Rusia mempererat relasi dengan negara-negara yang memusuhi AS, termasuk Iran.
Adapun pesawat IL-76 milik Angkatan Udara Rusia jatuh pada 24 Januari 2024. Menurut Rusia, pesawat itu mengangkut 74 orang termasuk 65 tentara Ukraina yang ditawan dan akan ditukar dengan tentara Rusia.
Semua penumpang di pesawat itu tewas dan Rusia menyalahkan Ukraina atas insiden tersebut.
“Kami memiliki bukti tak terbantahkan bahwa rudal darat-ke-udara Patriot digunakan untuk melakukan serangan tersebut, sehingga tidak diragukan Washington juga merupakan kaki tangan dalam kejahatan ini,” kata Nebenzia kepada dewan.
Penyelidik Rusia pekan lalu mengeklaim memiliki bukti yang menunjukkan militer Ukraina menembak jatuh pesawat angkut militer tersebut dengan rudal Patriot buatan AS.
Namun, diplomat senior Ukraina di PBB yaitu Serhii Dvornyk menuduh Rusia menyalahgunakan Dewan Keamanan untuk menyebarkan informasi palsu.