Arab Saudi telah menegaskan kepada Amerika Serikat (AS) bahwa mereka tidak akan menjalin hubungan dengan Israel sampai adanya pengakuan negara Palestina merdeka.
"Kerajaan telah menyampaikan posisi tegasnya kepada pemerintah AS bahwa tidak akan ada hubungan diplomatik dengan Israel kecuali jika negara Palestina merdeka diakui berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," ungkap Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam sebuah pernyataan pada Rabu (7/2/2024).
Disebutkan, Arab Saudi juga menuntut agar agresi Israel di Gaza harus dihentikan dan semua pasukan Israel harus mundur dari wilayah yang terkepung tersebut.
Arab Saudi sejauh ini memang tidak pernah mengakui Israel dan tidak bergabung dengan Perjanjian Abraham yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS) pada 2020, yang membuat negara tetangga Teluknya, Bahrain dan Uni Emirat Arab, serta Maroko, menjalin hubungan resmi dengan Israel.
Pernyataan Rabu itu muncul sebagai tanggapan atas komentar Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby pada hari Selasa (6/2/2024).
Saat bertemu wartawan, dia mengatakan bahwa pembicaraan tentang normalisasi Arabb Saudi-Israel sedang berlangsung.
Menurut Kirby, AS telah menerima umpan balik positif dari kedua belah pihak bahwa mereka bersedia untuk melanjutkan diskusi tersebut.
Tur Blinken
Pada saat yang sama, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tengah melakukan tur krisis ke Timur Tengah, salah satunya dengan mengunjungi Arab Saudi.
Ia sedang berupaya mendesak tercapainya kesepakatan gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas.
Pada Selasa, Blinken mengatakan kepada para wartawan di Doha bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah menegaskan kembali minat kuat Arab Saudi untuk mengupayakan normalisasi selama pertemuan mereka di Riyadh.
"Namun, dia juga menjelaskan apa yang telah dia katakan kepada saya sebelumnya, yaitu bahwa untuk melakukan hal itu, ada dua hal yang diperlukan -diakhirinya konflik di Gaza, dan jalur yang jelas dan kredibel untuk pembentukan negara Palestina," kata Blinken, dikutip dari AFP.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mendorong keras agar Arab Saudi mengakui Israel.
Sebelum perang Israel-Hamas pecah pada bulan Oktober, Riyadh mengajukan syarat-syarat termasuk jaminan keamanan dari Washington dan bantuan untuk mengembangkan program nuklir sipil.
Momentum apa pun terhenti segera setelah Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Israel selatan pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.160 orang, sebagian besar warga sipil.
Satu minggu kemudian, sebuah sumber yang mengetahui tentang pembicaraan normalisasi mengatakan kepada AFP bahwa Arab Saudi telah menghentikan sementara proses tersebut.
Bersumpah untuk menghabisi Hamas, Israel telah melancarkan serangan udara dan serangan darat yang telah menewaskan sedikitnya 27.585 orang di Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Duta Besar Arab Saudi untuk AS, Putri Reema binti Bandar al-Saud, mengatakan kepada Forum Ekonomi Dunia bulan lalu bahwa normalisasi tidak mungkin terjadi tanpa adanya jalan yang "tidak dapat dibatalkan" menuju terciptanya sebuah negara Palestina.