Mata uang rupiah ditutup dengan pelemahan sebesar 29 poin dalam perdagangan Selasa sore, 20 Februari 2024 di level Rp 15.660 per dolar AS.
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi nilai rupiah untuk perdagangan besok adalah fluktuatif, namun dengan kecenderungan penutupan melemah di rentang Rp 15.650 hingga Rp 15.720.
Ibrahim menjelaskan salah satu penyebabnya yakni para pedagang mulai mempertimbangkan kemungkinan penurunan suku bunga lebih awal oleh The Fed, setelah adanya pembacaan inflasi AS yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Januari.
“Beberapa pejabat Fed juga memperingatkan agar tidak bertaruh pada penurunan suku bunga lebih awal,” ujar Ibrahim, dalam keterangannya pada Selasa, 20 Februari 2024.
Menurut dia, risalah pertemuan terakhir The Fed yang dijadwalkan pada hari Rabu dianggap sebagai rilis utama bagi investor minggu ini. Investor memperkirakan penurunan suku bunga The Fed sekitar 90 basis poin tahun ini, turun tajam dari sekitar 145 basis poin pada awal Februari.
Selain itu, di Asia, Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) telah memangkas suku bunga acuan pinjaman lima tahun sebesar 25 basis poin, lebih besar dari perkiraan, menjadi 3,95 persen. Langkah ini, menurut Ibrahim, merupakan bagian dari upaya bank untuk lebih melonggarkan kondisi moneter dan mendukung pemulihan ekonomi.
“Namun para investor meragukan apakah langkah tersebut akan secara signifikan membantu perekonomian Tiongkok, mengingat suku bunga Tiongkok telah berada pada rekor terendah selama hampir dua tahun,” lanjutnya.
Selanjutnya: Melemahnya perekonomian Inggris dan Jepang
Ia menyebutkan kekhawatiran juga muncul atas melemahnya perekonomian negara-negara importir komoditas terbesar di dunia seperti Inggris dan Jepang yang telah memasuki resesi pada akhir tahun 2023, meningkatkan kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi global.
Di sisi lain, ada faktor internal yang turut mempengaruhi melemahnya nilai rupiah pada perdagangan sore ini, yaitu Bank Indonesia diprediksi mempertahankan BI Rate di 6 persen. “BI Rate tetap di level 6 persen pada pertemuan 20-21 Februari 2024 lantaran inflasi dalam negeri saat ini tetap dapat terjaga,” kata dia.
Adapun inflasi tahunan pada bulan Januari 2024 mencapai 2,57 persen, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,28 persen.
Namun ia menjelaskan bahwa terdapat potensi peningkatan inflasi dalam dua bulan berikutnya akibat kenaikan harga beras dan aspek musiman bulan Ramadhan.
Meskipun nilai tukar rupiah mengalami depresiasi di awal tahun, menurut Ibrahim, volatilitas nilai tukar mulai menurun pada bulan Februari 2024. Rupiah diperkirakan akan menunjukkan stabilitas nilai tukar yang cenderung menguat sepanjang tahun 2024, didukung oleh meredanya ketidakpastian global, penurunan imbal hasil obligasi negara maju, serta penurunan tekanan penguatan dolar AS.
Ekonomi Amerika Serikat dan India juga diprediksi tetap kuat berkat konsumsi rumah tangga dan investasi yang terus mendukung, ini berbanding terbalik dengan Cina. “Sedangkan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat lantaran konsumsi rumah tangga dan investasi tetap lesu, dipengaruhi oleh pelemahan sektor properti dan keterbatasan stimulus fiskal,” kata dia.