Amerika Serikat (AS) diminta membombardir ladang minyak Iran. Bukan cuma itu, Korps Garda Revolusi Islam juga harus dihancurkan sebagai pembalasan atas serangan Houthi terhadap kapal-kapal Laut Merah.
Ini dikatakan Senator AS Lindsey Graham, dalam wawancara dengan Fox News, dikutip RT Jumat (29/12/2023). Politisi Republik Carolina Selatan ini berpendapat bahwa Teheran berada di balik serangan terhadap pangkalan AS di Irak dan Suriah termasuk pelecehan terhadap kapal kargo yang terkait dengan Israel di Laut Merah.
"Saya sudah mengatakan selama enam bulan ini, pukul Iran," kata Graham.
"Mereka punya ladang minyak terbuka, mereka punya markas Garda Revolusi yang bisa dilihat dari luar angkasa. Hilangkan itu dari peta," katanya.
Menurut Graham, Houthi di Yaman sepenuhnya didukung oleh Teheran. Tanpa Iran, tegasnya, tidak akan ada Houthi.
Di momen yang sama, Graham menuduh Menteri Pertahanan Lloyd Austin menunjukkan "kelemahan" AS. Ia mengatakan Austin memperlihatkan kegagalan pasukan AS lapangan dengan tidak membalas dengan lebih kuat.
"Saya bertanya kepadanya beberapa bulan lalu: Apakah ada garis merah? Maukah Anda memberi tahu musuh-musuh kami secara terbuka bahwa jika Anda membunuh orang Amerika, kami akan mengejar Anda?" katanya lagi.
"Jika Anda benar-benar ingin melindungi tentara Amerika, nyatakan hal ini kepada Ayatullah, Anda menyerang tentara melalui perwakilan, kami akan mengejar Anda," tegasnya menyebut pemimpin Iran Ayatullah Khameni.
Graham memiliki sejarah panjang dalam mempromosikan penggunaan kekuatan di luar negeri. Ia memang sering kali menyanyikan "Bomb Iran" selama kampanye presiden tahun 2007.
Graham adalah pensiunan kolonel di Angkatan Udara AS. Tetapi menghabiskan seluruh karir militernya di korps Advokat Jenderal Hakim sebagai pengacara dan kemudian menjadi hakim.
Sebelumnya Houthi menembakkan sejumlah rudal dan drone di Laut Merah sebagai bentuk protes atas serangan Israel ke Gaza. Houthi menegaskan akan menyerang kapal yang menuju dan memiliki kepentingan dengan Israel.
Sejumlah negara khawatir hal ini akan membuat perang Gaza makin melebar. Ketika itu terjadi harga sejumlah komoditas diprediksi naik, termasuk minyak yang diprediksi bisa menembus US$ 250 dolar per barel. [SB]