Dewan Energi Nasional (DEN) menyampaikan tengah melakukan proses revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Salah satunya berkaitan dengan pemanfaatan energi nuklir di dalam negeri.
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN, Yunus Saefulhak menyampaikan dalam pembaharuan tersebut, pemerintah mempertimbangkan untuk tidak lagi menjadikan energi nuklir sebagai opsi sumber energi terakhir. Di dalam revisi anyar ini pembangkit nuklir akan setara dengan energi baru dan terbarukan (EBT) lainnya.
"Yang nuklir opsi terakhir tapi sekarang bukan lagi option tapi penyeimbang untuk mengisi bauran energi untuk mengurangi emisi," kata Yunus dalam Konferensi Pers Capaian Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 Dewan Energi Nasional (DEN), Rabu (17/1/2024).
Selain nuklir tidak lagi menjadi opsi terakhir, di dalam pembaharuan KEN juga terdapat revisi terhadap target bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) pada 2025 yang ditetapkan menjadi 17-19%. Angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan target sebelumnya yang ditetapkan sebesar 23%.
"Kemudian targetnya 2023 dulu adalah 23% tentunya dalam pembaharuan KEN nanti kalau sudah diketok ini masih dalam harmonisasi kalau sudah ditekan jadi 17-19%," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tidak seseram apa yang dibayangkan. Terbukti, banyak negara lain di dunia yang saat ini mulai memanfaatkan sumber energi ini.
Menurut Arifin, pihaknya akan mengkaji seberapa banyak ketersediaan bahan bakar nuklir berbasis thorium yang dimiliki RI. Mengingat, sumber energi ini bisa memainkan peran utama dalam transisi menuju ke energi bersih.
"Kita penjajakan karena nuklir ini juga bukan sesuatu yang seram-seram lagi dan banyak negara sudah memanfaatkan," kata Arifin usai peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Kabupaten Purwakarta, Kamis (9/11/2023).
Ia pun mencontohkan beberapa negara yang sudah memanfaatkan PLTN untuk melistriki negaranya. Salah satunya seperti Uni Emirat Arab (UEA) yang telah mempunyai 4 unit PLTN.
"1 unit 1,2 gigawatt (GW), itu teknologi dari Korea, UEA sudah pakai tapi costnya emang masih belum kompetitif nah kita akan cari cost electricity yang paling kompetitif supaya bisa mendukung keekonomian user-user yang ada di Indonesia," tambahnya. [SB]