Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Siswa Harvard Bongkar Ciri-Ciri Orang Sukses Pelihara Tuyul

Januari 07, 2024 Last Updated 2024-01-07T03:32:10Z



Antropolog Suwardi Endraswara dalam Dunia Hantu Orang Jawa (2004) menyebut sudah dari ribuan tahun lalu orang Jawa mengenal hantu. Salah satu yang dikenalnya adalah tuyul, hantu anak kecil berkepala pelontos yang suka mencuri uang diam-diam dari rumah ke rumah. 


Narasi tuyul dalam alam pikir orang Jawa rupanya menarik perhatian mahasiswa Harvard University, Clifford Geertz. Pada 1952, Geertz datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian antropologi bertajuk Modjokuto Project dari Massachusetts Institute of Technology (MIT).


Dia secara khusus ditugaskan di wilayah Mojokuto untuk meneliti orang-orang di sana. Belakangan, Mojokuto yang dimaksud adalah salah satu desa di Kediri, Jawa Timur.


Ketika melakukan riset dan 'menyatu' dengan kehidupan masyarakat, Geertz berkenalan dengan tuyul dan sukses merinci deskripsi mengenai hantu itu dalam risetnya. 


Kala itu, Geertz mendengar cerita ada tiga orang di Mojokuto yang memelihara tuyul untuk memupuk kekayaan. Mereka adalah tukang jagal, perempuan pedagang tekstil, dan saudagar yang bergelar Haji.


Ketiganya menjalin kerjasama dengan mendatangi beberapa tempat keramat umat Hindu. "[Tempat itu adalah] Borobudur di Barat, Penataran di Selatan, Bongkeng di Timur dan makam Sunan Giri di Gresik Utara," tulis Geertz dalam riset yang kelak dibukukan berjudul The Religion of Java (1976).


Saat mendatangi tempat-tempat itu, kata Geertz, mereka melakukan perjanjian dengan roh. Jika roh itu memberi tuyul, maka sebagai pengganti mereka bakal membunuh orang sebagai persembahan ke roh itu.


Dalam perjalanannya, para pemelihara tuyul itu benar-benar melakukan perjanjian. Ambil contoh seorang saudagar bergelar Haji yang tinggal di sebelah timur Kota. Dia diketahui memperoleh tuyul lewat perjanjian dengan roh.


Sebagai timbal balik, setiap tahun dia harus membunuh empat orang dari beragam profesi dan umur agar perjanjian dengan tuyul tak sirna. Tentu jika perjanjian itu usai, orang itu sendiri yang bakal rugi. 


"Dia mencari korban kemana-mana, bahkan mencarinya di Mekkah," tutur Geertz. 


Beranjak dari pengamatan tiga orang tersebut, Geertz menyebut beberapa ciri orang pemelihara tuyul, antara lain: 


Kaya raya atau menjadi kaya secara mendadak


Kikir


Sering menggunakan pakaian bekas


Sering mandi di sungai bersama para kuli miskin


Selalu menyantap makanan orang miskin, seperti jagung dan singkong, ketimbang nasi


Kelima ciri tersebut tentu saja untuk mengelabui orang-orang supaya dianggap tidak punya uang padahal di rumahnya selalu penuh dengan emas batangan. Selain itu dari segi sosial, para pemelihara tuyul juga sering melakukan penyimpangan.


Mereka sering bicara keras dan agresif. Di sisi lain, mereka kurang sopan santun, berpakaian cerobong, dan selalu punya kebiasaan tak lazim dalam membagi pemikirannya.


Namun, seseorang pemelihara tuyul akan mengalami kesulitan saat meninggal. Dia akan mengalami kematian yang lambat dan sulit.


Lalu, sebelum meninggal nafasnya menjadi pendek disertai sakit dan demam tinggi berkepanjangan. Intinya, dalam proses menuju meninggal, semua dilalui dengan sangat lambat dan berliku-liku.


Meski begitu, kata Geertz, proses kematian seperti itu merupakan "harga yang cukup kecil untuk dibayar". Sebab, semasa hidup pemelihara tuyul sudah puas dengan kekayaan yang diperoleh dari hasil curian tersebut.  


Selain tuyul, Geertz juga mengamati tiga hantu lain dalam mahakarya The Religion of Java, antara lain memedi, lelembut, dan dedemit. Berkat riset di Mojokuto itu, Geertz menjadi salah satu antropolog terkemuka yang secara spesifik meneliti masyarakat Indonesia.  [SB]

×