Partai Timnas Indonesia vs Irak di Piala Asia 2023 menyisakan kisah yang berujung kepada perdebatan. Hal itu menyusul gol kedua Singa Mesopotamia yang dinilai berbau offside.
Berlaga di Stadion Ahmad bin Ali, Al Rayyan, Qatar, Senin (15/1), Indonesia takluk 1-3. Skuad 'Garuda' sejatinya mampu menyamakan kedudukan melalui Marselino Ferdinan, tetapi Irak kembali berbalik unggul di menit-menit akhir babak pertama.
Nah, di sinilah drama itu muncul. Gol kedua Irak menimbulkan perdebatan terkait offside atau tidak.
Saat umpan silang dilepaskan, pemain Irak, Osammah Jabar, coba menendang bola sebelum disundul Ali Khadim yang berhasil ditepis Ernando Ari. Pada titik inilah, banyak pihak menilai Khadim sudah berdiri di posisi offside.
Setelah ditepis Ernando, bola tersebut jatuh ke kaki bek Indonesia. Namun, sapuan para pemain tak apik sehingga membuat bola kembali didapatkan pemain Irak di dekat kotak penalti Indonesia.
Kemudian, Irak mengirim umpan lagi ke tengah kotak penalti dan akhirnya berujung gol yang dibuat oleh Osama Rashid.
Lantas, benarkah gol Irak seharusnya tak disahkan karena ada pemainnya yang lebih dulu terperangkap offside?
Untuk mengetahuinya, kumparan menghubungi mantan wasit nasional berlisensi FIFA, Jimmy Napitupulu, Selasa (16/1). Menurutnya, ada dua kemungkinan yang terjadi dari penggalan kejadian yang ramai dibahas di media sosial tersebut.
"Kalau kita lihat dari tayangan ulang, pemain yang sundul bola itu, ketika bola diumpan atau dimainkan oleh pemain pertama yang menendang bola, posisi pemain tersebut belum offside, masih onside. Kemudian, ada gerakan pemain kedua dari Irak, seolah-olah dia mengumpan kepada posisi yang menyundul, kita kan enggak tahu apakah itu bola kena atau tidak, hanya VAR yang tahu," ujar Jimmy.
"Itu sebabnya, ada dua kemungkinan. Pertama, seandainya bola itu dimainkan atau kena pemain kedua sebelum disundul, karena posisi pemain yang menyundul sudah offside, dan bola itu diblok kiper, otomatis VAR akan reset, dalam artian kan tidak terjadi gol, kalau gol baru akan terjadi on field review. Karena tidak jadi gol, bola diblok, bola balik ke arah tengah, itu dianggap dari 0 lagi, reset. Ini istilah protokol dari VAR, jadi tidak liat lagi APP, artinya attacking past position, posisi penyerangan sebelumnya," lanjutnya.
Sementara, kemungkinan kedua, kata Jimmy, mengacu kepada pemain kedua Irak yang coba menyongsong bola dengan kakinya. Menurutnya, wasit menilai kaki pemain tersebut tidak mengenai bola sehingga posisi pemain yang menyundul bola tidak offside.
"Dan, yang kedua, bisa jadi bola yang dimainkan oleh pemain kedua Irak sebelum disundul itu tidak kena, berarti bola langsung diterima dari pemain pertama, jadi cuma mantul doang. Bisa enggak kita buktikan bola ke kaki? Kan enggak bisa. Hanya VAR yang bisa, itu sebabnya ketika bola balik lagi, mungkin kode dari VAR 'delay-delay, main dulu'. Kemudian terjadi serangan dan gol," ucap pria yang juga menjabat sebagai anggota Komite Wasit PSSI itu.
"Setelah terjadi gol apakah wasit langsung putuskan gol? Enggak, dia terlihat berkomunikasi dengan ruang VAR. Kemungkinan dari VAR informasikan bahwa bola pertama tadi tidak terkena oleh pemain kedua, sehingga gol confirm. Itu sebabnya setelah dia terlihat bercakap-cakap melalui headset, baru dia sahkan gol," kata Jimmy.
"Jadi ada dua opini. Pertama, reset dari VAR karena ini sudah tidak lihat APP lagi, langsung reset dari 0 lagi, karena tidak gol, kalau gol, on field review."
"Kedua, bisa jadi setelah VAR review tidak perlu on field review karena ini keputusan objektif. Factual desicion dari VAR yang bisa lihat beberapa sudut kamera, kita kan enggak bisa lihat beberapa sudut kamera, hanya 1 kamera kan, tapi di ruang VAR bisa dari 8-12 sudut kamera. Mereka mungkin dapat membuktikan, buktinya ada, bahwa itu tidak tersentuh atau dimainkan oleh pemain kedua sehingga itu bukan offside," tandasnya. [SB]