Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kabupaten Pati mengeluhkan cara pengambilan dan pembatasan gas LPG 3 kilogram (kg) dengan E-KTP/NIK.
Sebab kebutuhan pelaku usaha ini lebih dari satu gas melon sehari.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberlakukan syarat pembelian LPG 3 kg atau gas melon emakai KTP dan ada pembatasan pembeliannya.
Salah satu pelaku UMKM di Pati Hartini berpendapat, kebijakan pemerintah itu menyulitkan.
Aturannya bisa membuat para pelaku UMKM kesulitan untuk membeli gas melon itu.
”Membeli gas LPG aturannya menyusahkan masyarakat kecil. Seharusnya kan tak usah menggunakan KTP,” imbuhnya.
Selain itu, kuota untuk membeli gas subsidi itu juga terbilang langka. Masyarakat kerap menjumpai toko gas melon ini tak ada stok gasnya.
”Kadang stoknya ada. Terkadang tidak ada,” imbuhnya.
Dalam aturan pemerintah itu, per orang hanya bisa membeli satu gas melon saja. Hal itu juga dikeluhkan.
Penggunaan gas Hartini dalam sehari bisa 1-3 gas melon. Namun, saat ini ia hanya bisa membeli satu tabung saja.
”Sekarang hanya bisa beli satu gas melon saja. Padahal kebutuhannya lebih dari itu," imbuhnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Pati Hadi Santosa, per 1 Januari 2024 ini sudah diberlakukan aturan teranyar itu.
Para pelaku usaha yang mau menebus gas melon harus menggunakan KTP atau NIK.
”Jadi yang boleh membeli gas melon ini hanya mereka yang terdaftar di agen atau pangkalan resmi. Sudah berlaku mulai tahun ini,” paparnya.
Berdasarkan datanya, jumlah agen LPG 3 kg di Pati ada 20. Kemudian pangkalannya ada 1.963.
Di samping itu, pihaknya telah mengusulkan penambahan kuota elpiji subsidi sebanyak 34.921 rumah tangga sasaran, 7.504 usaha mikro sasaran, 235 nelayan sasaran dan 144 petani sasaran.
”Kami sudah mengusulkan penambahan gas melon. Tapi ini belum ada pemberitahuan persetujuan dari usulan tersebut,” pungkasnya. [SB]