Pada Kamis (25/1/2024), Kenneth Eugene Smith akan menjadi orang pertama yang dieksekusi mati di Amerika Serikat menggunakan metode peracunan dengan gas nitrogen.
Di hari-hari terakhirnya, Smith mengatakan kepada Kompas bahwa ia dihantui berbagai pikiran tentang metode yang belum teruji itu.
Peringatan: Artikel ini mengandung pemaparan rinci mengenai metode eksekusi, yang mungkin akan terasa mengganggu bagi beberapa pembaca.
Kenneth Eugene Smith sudah di ambang kematian. Namun, para algojo membutuhkan waktu beberapa jam sampai ia benar-benar tewas.
Mereka menidurkan Smith di atas tempat tidur yang diletakkan di "kamar kematian" di Lembaga Pemasyarakatan Holman, kemudian menyuntiknya dengan campuran kimia mematikan.
Namun, mereka gagal.
Tak berhasil menemukan pembuluh darah Smith, mereka akhirnya menyerah ketika jam menunjukkan tengah malam. Surat perintah hukuman mati bagi Smith pun kedaluwarsa.
Semua itu terjadi pada November 2022. Sekarang, Negara Bagian Alabama kembali mencoba menghabisi nyawa Smith.
Kali ini Amerika Serikat mengizinkan rencana untuk mengeksekusi Smith dengan cara memasangkan masker kedap udara di wajahnya, memaksa pria itu menghirup nitrogen sehingga gas tersebut bakal menyedot habis oksigen dari dalam tubuhnya.
Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa metode itu tak pernah dilakukan sebelumnya.
Mereka menganggap metode itu dapat masuk dalam kategori penyiksaan, perlakuan tak berprikemanusiaan. Komisioner itu pun meminta rencana itu dibatalkan.
Pengadilan Federal AS menolak permintaan pengacara Smith untuk membatalkan eksekusi mati itu. Hingga saat ini, belum ada hasil dari upaya banding terakhir.
Smith pun masih dijadwalkan untuk dieksekusi mati pada Kamis (25/1/2024).
Ia merupakan salah satu dari dua orang yang didakwa atas pembunuhan istri seorang pendeta, Elizabeth Sennett.
Smith dan rekannya menerima bayaran masing-masing 1.000 dollar AS (Rp 15,83 juta) untuk membunuh Sennett.
Ia merupakan satu-satunya pria di sepanjang sejarah Amerika modern yang menghadapi eksekusi hingga dua kali. Smith juga menjadi orang pertama yang menjalani hukuman mati dengan gas nitrogen.
"Tubuh saya hancur. Berat badan saya terus turun," kata Smith dalam pernyataan tertulis yang dilayangkan untuk membalas pertanyaan BBC melalui perantara.
Pertemuan tatap muka antara jurnalis dan terpidana hukuman mati memang dilarang di Alabama. Kami menghubungi dia melalui telepon pekan lalu, tapi ia meminta agar tak ada sesi wawancara khusus karena badannya benar-benar dalam kondisi tidak baik.
"Saya mual setiap saat. Serangan panik terjadi rutin. Ini hanya sebagian kecil dari apa yang harus saya alami sehari-hari. Pada dasarnya, penyiksaan," tulisnya.
Ia memohon agar Alabama "menghentikan (eksekusi ini) sebelum terlambat."
AS sendiri menegaskan bahwa eksekusi menggunakan gas nitrogen akan membuat terpidana tak sadarkan diri dengan cepat. Namun, mereka tak pernah memberikan bukti pasti.
Para ahli kesehatan pun terus memperingatkan risiko kesalahan yang dapat berdampak fatal, seperti kejang dan kondisi vegetatif.
Kondisi vegetatif adalah gangguan kesadaran di mana seseorang terlihat sadar, tapi tak bisa merespons sekitar.
Risiko itu bahkan mencakup kemungkinan kebocoran gas nitrogen dari masker yang dapat membunuh orang di sekitar, termasuk pendamping keagamaan Smith.
"Saya yakin Kenny tak takut mati, tapi saya rasa dia takut dia akan tersiksa selama proses itu," ujar penasihat spiritual Smith, Jeff Hood.
Hood sendiri juga tak peduli. Ia bahkan sudah menandatangani surat yang menyatakan bahwa sudah mengetahui potensi kebocoran nitrogen.
"Saya akan berada di dekatnya, dan saya sudah diperingati berkali-kali oleh beberapa ahli medis bahwa saya membahayakan nyawa saya untuk melakukan ini," ucap Hood.
"Jika ada kebocoran dari selang, jika ada kebocoran dari masker, dari perekat di sekitar wajahnya, kebocoran nitrogen ke ruangan dapat terjadi."
Metode ini benar-benar dapat mencapai tingkat bahaya yang tak dapat ditoleransi, kata salah satu ahli yang mengirimkan hasil penyelidikannya ke PBB.
Seorang profesor anestesi di Fakultas Kedokteran Universitas Emory, Joel Zivot, menuding otoritas Negara Bagian Alabama memang memiliki rekam jejak "buruk" terkait eksekusi "kejam".
"Saya menyimpulkan Kenneth Smith merupakan orang terburuk di Amerika, hingga Alabama sangat ingin membunuhnya, sampai-sampai mereka rela membunuh orang lain untuk membunuhnya," tutur Zivot kepada BBC.
"Bayangkan ada regu tembak dan saksi berjajar di dekat orang yang akan dieksekusi, dan mereka semua sudah menandatangani surat persetujuan, karena ternyata orang yang diminta melalukan eksekusi tak terlalu mahir menembak, dan ada kemungkinan mereka menembak Anda juga. Saya membayangkan inilah yang terjadi dengan gas nitrogen," katanya.
"Yang kami ketahui mengenai gas nitrogen adalah dalam studi awal dengan relawan yang sehat, hampir semua kejang dalam waktu 15-20 detik setelah mengisapnya."
Dalam skenario itu, Smith dapat kehilangan kesadaran sebelum mengalami serangkaian kejang hebat.
Alabama sendiri merupakan salah satu negara bagian dengan tingkat eksekusi per kapita tertinggi di AS. Saat ini, total 165 orang masuk dalam daftar eksekusi di Alabama.
Sejak 2018, Alabama sudah tiga kali gagal menjalankan eksekusi mati dengan suntikan. Kegagalan itu memicu peninjauan internal, yang malah menyalahkan para terpidana sendiri.
Hasil tinjauan itu menyimpulkan bahwa para pengacara masih berupaya mengajukan banding di detik-detik terakhir menuju tenggat waktu eksekusi.
Upaya itu menyebabkan "tekanan" pada para eksekutor. Kali ini, tim eksekusi pun akan menggunakan "jangka waktu" yang lebih panjang untuk eksekusi Smith.
Gubernur Negara Bagian Alabama, Kay Ivey, selaku orang yang memiliki kewenangan untuk menghentikan eksekusi, menolak berkomentar atas peringatan para ahli.
Kejaksaan Agung juga menyebut kekhawatiran PBB itu "sama tak berdasarnya dengan (kekhawatiran) Smith."
"Pengadilan meneliti upaya banding Smith, mendengarkan beberapa ahli medis, dan memutuskan bahwa kekhawatiran Smith mengenai hipoksia nitrogen bersifat spekulatif dan teoretis," demikian pernyataan kantor Kejaksaan Agung.
"Kami akan tetap melaksanakan eksekusi pada 25 Januari."
Reed Ingram, anggota parlemen dari Partai Republik yang mendukung eksekusi dengan gas nitrogen, juga membantah kritik PBB.
"Saya rasa kita malah membaik. Saya rasa prosesnya malah lebih baik dari yang kita lakukan sebelumnya terhadap para korban," katanya.
"Gubernur kami seorang Kristen. Dia memikirkan ini semua dan ia merasa ini semua sudah terukur. Saya yakin ini berat baginya, tapi inilah hukumnya."
BBC sudah menghubungi keluarga Elizabeth Sennett. Namun, mereka menyatakan tak akan berkomentar sampai Kamis, ketika Smith seharusnya dieksekusi.
Pada 1996, seorang juri pengadilan sebenarnya pernah merekomendasikan penjara seumur hidup tanpa grasi bagi Smith, tapi hakim menolaknya. Smith pun tetap dijatuhi hukuman mati.
Dalam pengadilan, Smith mengakui bahwa ia memang berada di lokasi ketika Sennett dibunuh. Namun, ia mengklaim tak ikut campur dalam serangan terhadap Sennett.