Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Laut Merah Minggir, Iran Ngamuk Sita Kapal Minyak AS di Selat Hormuz

Januari 12, 2024 Last Updated 2024-01-12T03:56:38Z



Situasi Laut di wilayah Arab makin memanas. Dalam update terbaru Jumat (12/1/2024), Iran dilaporkan menangkap sebuah kapal tanker minyak, yang diyakini membawa minyak mentah yang disetujui Amerika Serikat (AS).


Ini terjadi di lepas pantai Oman, dekat Selat Hormuz. Angkatan Laut Iran mengatakan ini sebagai pembalasan atas "pencurian" minyaknya dari kapal tanker yang sama tahun lalu oleh AS.


"Angkatan Laut Republik Islam Iran menyita sebuah kapal tanker minyak Amerika di perairan Teluk Oman sesuai dengan perintah pengadilan," kata kantor berita resmi IRNA, dikutip AFP.


"Penyitaan tersebut merupakan pembalasan atas pelanggaran yang dilakukan oleh kapal Suez Rajan... dan pencurian minyak Iran oleh AS," tambahnya.


Pengumuman itu muncul beberapa jam setelah Badan Keamanan Maritim Angkatan Laut Inggris (UKMTO) mengatakan orang-orang bersenjata menaiki kapal St Nikolas milik Yunani yang berbendera Kepulauan Marshall di lepas pantai Oman. Kapal itu kemudian mengubah arah menuju Bandar-e Jask di Iran.


"Empat atau lima penumpang tidak resmi dilaporkan mengenakan seragam hitam bergaya militer dengan masker hitam", kata UMKTO.


Laporan sama juga dikeluarkan Ambrey, sebuah perusahaan risiko maritim Inggris. Disebutkan bahwa sekelompok orang menaiki kapal St Nikolas dan menutupi kamera kapal.


"Seorang petugas keamanan melaporkan mendengar suara-suara tak dikenal melalui telepon," kata Ambrey.


Perusahaan manajemen kapal tanker Empire Navigation yang berbasis di Yunani mengatakan komunikasi telah terputus dengan kapal tersebut. Diketahui kapal membawa 19 awak, di mana 18 orang Filipina dan satu orang Yunani.


Kapal tersebut memuat 145.000 ton minyak mentah di Basra, Irak. Recananya kappa akan menuju Aliaga di Turki melalui Terusan Suez.


Respons AS


AS mengutuk apa yang mereka sebut sebagai penyitaan yang melanggar hukum. Washington menuntut Iran segera melepaskan kapal dan awaknya.


"Pemerintah Iran harus segera membebaskan kapal dan awaknya," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel kepada wartawan.


"Penyitaan kapal komersial yang melanggar hukum ini hanyalah perilaku terbaru Iran atau yang dilakukan Iran dengan tujuan mengganggu perdagangan internasional," tambahnya.


Iran sendiri telah diberi sanksi oleh AS, yang melumpuhkan ekonomi negeri itu. Paman Sam kembali menghukum Iran di 2018 saat Donald Trump menjadi presiden, di mana ia menarik diri dari perjanjian nuklir penting pada tahun 2018, lalu menargetkan penjualan minyak dan petrokimia Iran dalam upaya mengurangi ekspor energi Teheran.


Penyitaan Kapal Suez Rajan


Aksi Iran ini merujuk ke pembalasan atas penyitaan kapal Suez Rajan oleh AS September 2023 lalu, yang memiliki muatan 980.000 barel minyak mentah. Departemen Kehakiman AS mengatakan pada saat itu bahwa minyak di kapal tanker yang dikelola Yunani tersebut, diduga dijual oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran ke China.


Tak lama setelah penyitaan itu, Iran menyita dua kapal tanker, Advantage Sweet berbendera Kepulauan Marshall saat berlayar menuju AS di Teluk Oman dan kemudian Niovi milik Yunani, saat melakukan perjalanan dari Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) ke Fujairah.


Teluk Oman adalah jalur utama industri minyak yang memisahkan Oman dan Iran, di mana di tengahnya terdapat Selat Hormuz. Wilayah itu telah menjadi saksi serangkaian pembajakan dan serangan selama bertahun-tahun, yang seringkali melibatkan Iran.


Saat ini pengiriman barang di wilayah yang kaya sumber daya alam itu juga dalam keadaan siaga tinggi. Ini setelah berminggu-minggu serangan pesawat tak berawak dan rudal di Laut Merah dilakukan oleh pemberontak Huthi Yaman yang didukung Iran sebagai bentuk solidaritas ke Gaza.


Gaza, wilayah kantong Palestina terus digempur Israel sejak 7 Oktober. Dalam update Jumat ini, hampir 23.500 korban tewas, dengan dominasi wanita dan anak-anak.


Houthi mengatakan akan terus menyerang kapal-kapal terkait Israel hingga serangan dihentikan. Desember mereka menyerukan akan menyerang lebih ganas sampai bantuan kemanusiaan tak dihalangi ke Gaza.


Harga Minyak Bisa Membara


Di sisi lain, harga minyak juga berpotensi "membara" akibat ketegangan ini. Kepala penelitian minyak Goldman Sachs, Daan Struyven, mengatakan harga minyak dunia dapat melonjak 20% hingga 100% jika konflik ini meluas ke Selat Hormuz.


"Laut Merah adalah jalur transit dan gangguan berkepanjangan di sana, harga minyak bisa tiga atau empat dolar lebih tinggi," katanya dikutip Oil Price.


"Namun jika terjadi gangguan di Selat Hormuz selama sebulan, harga (minyak) akan naik sebesar 20% dan bahkan bisa berlipat ganda jika gangguan di sana berlangsung lebih lama," tambahnya.


Menurut Badan Informasi Energi (EIA), lSelat Hormuz merupakan saluran penting tempat sekitar seperlima produksi minyak global mengalir setiap harinya. Perairan itu adalah jalur penting yang strategis, menghubungkan produsen minyak mentah di Timur Tengah dengan pasar-pasar utama di seluruh dunia.


November lalu, Bank Dunia (World Bank) sempat memproyeksikan harga minyak bisa melonjak hingga US$157 per barel jika konflik melebar ke wilayah itu. Ini mengacu pada terulangnya embargo minyak Arab pada tahun 1973, ketika para menteri energi Arab memberlakukan boikot ekspor minyak terhadap AS sebagai pembalasan atas dukungannya terhadap Israel dalam perang Arab-Israel tahun 1973.


"Dalam skenario seperti itu, mungkin ada skenario gangguan besar yang pada awalnya akan mendorong harga naik sebesar 56% hingga 75% - menjadi antara US$140 dan US$157 per barel," kata laporan itu. [SB]

×