Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Laut Merah Membara! Houthi Menggila Tembak Kapal-AS Tunjuk Iran

Januari 11, 2024 Last Updated 2024-01-11T07:01:58Z



Kelompok Houthi buka suara soal serangan besar-besarannya di Laut Merah, Selasa-Rabu kemarin. Pemberontak Yaman itu mengakui bertanggung jawab atas serbuan pesawat tak berawak (drone) dan rudal skala besar ke kapal-kapal yang melintas di jalur perdagangan internasional tersebut.


"Sejumlah besar rudal dan drone ditembakkan ke kapal Amerika Serikat (AS) yang memberikan dukungan kepada Israel selama perang melawan Hamas di Gaza," kata juru bicara militer Yahya Saree menjelaskan serangan itu dan kemunculan kapal perang AS, dikutip AFP, Kamis (11/1/2024).


"Angkatan laut, kekuatan rudal dan angkatan udara ... melakukan operasi militer gabungan dengan sejumlah besar rudal balistik dan angkatan laut serta drone," tambahnya dalam pernyataan di X.


Sebelumnya, pejabat Kementerian Pertahanan (Pentagon) AS melaporkan bagaimana Houthi meluncurkan serangan besar-besaran dari dua lokasi yakni Barat Daya Mokha dan Hodeidah, Yaman. Sekitar 50 kapal dagang berada di daerah tersebut pada saat serangan terjadi.


"Para kru melaporkan serangan dari tembakan roket, serta drone bersenjata pada Selasa malam," katanya dikutip CNBC International.


"Belum ada kapal yang dilaporkan mengalami kerusakan akibat serangan tersebut," perjelas laporan itu.


Penyerangan juga dilaporkan perusahaan keamanan maritim global Ambrey. Saksi melaporkan melihat tiga kapal kecil dan dua rudal ditembakkan dari arah kapal tersebut.


"Mereka juga dilaporkan melihat drone terbang di depan kapal," tambah perusahaan itu.


Houthi menyebut ini sebagai protes serangan ke Gaza yang telah terjadi sejak 7 Oktober hingga kini, yang menewaskan 23.000 orang lebih. Houthi pun memperingatkan bahwa mereka tidak akan mengurangi jumlah serangan sampai Gaza menerima "makanan dan obat-obatan yang dibutuhkannya".


Dalam laporan AFP, koalisi militer Operation Prosperity Guardian yang dipimpin militer AS dan 13 negara sekutunya, terjun menghalau Houthi. Dikatakan empat kapal perang koalisi dikerahkan ke wilayah tersebut.


Dalam laporan The Guardian, total 61 drone telah ditembakkan dalam 25 serangan. Militer AS menyebut 18 drone dan tiga rudal dijatuhkan koalisi AS.


AS Tunjuk Iran


Sementara itu, dimuat AFP, AS menunjuk Iran sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan Houthi di Laut Merah. Houthi diketahui memiliki keterikatan dengan Teheran.


"Serangan-serangan ini dibantu dan didukung oleh Iran," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.


"Dengan teknologi, peralatan, intelijen, informasi, dan serangan-serangan ini mempunyai dampak nyata terhadap masyarakat," tambahnya.


Iran sendiri telah mengirimkan kapal perangnya ke Laut Merah. Namun dalam serangan kemarin, militer AS menegaskan tak melihat kapar perang Iran.


Selasa Iran telah memberi peringatan ke AS soal kehadirannya di laut Arab yang disebutnya dapat membahayakan perdamaian regional. Negeri Persia memperingatkan terhadap upaya mengalihkan perhatian dari akar penyebab situasi Laut Merah saat ini.


"Tujuan AS dan Israel dalam menuding Iran di kasus ketegangan Laut Merah memiliki tujuan yang jelas: untuk mengalihkan perhatian dunia dari serangan barbar yang dilakukan Israel yang disokong AS terhadap warga sipil di Jalur Gaza dan Tepi Barat," tulis surat itu dikutip dari laman X resmi Perwakilan Iran di PBB.


Gangguan Logistik & Harga Minyak


Jika serangan terus berlanjut, perdagangan internasional diyakini akan terganggu. Bukan hanya barang tapi juga minyak.


Sejumlah raksasa perkapalan menghindari Laut Merah karena serangan Houthi. Mereka memilih untuk memutar ke Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika, meski waktu tempuh bertambah yang juga ikut meningkatkan ongkos pelayaran.


Ini pun akhirnya berdampak pada kenaikan tarif pengiriman. Tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara meningkat lebih dari dua kali lipat pada minggu ini menjadi di atas US$ 4.000 (Rp 62 juta) per unit 40 kaki.


Situasi ini pun telah membawa dunia dalam ancaman keterlambatan dan akhirnya berdampak pada sistem rantai pasok global. Selain itu, inflasi juga mengintai akibat lonjakan harga pengiriman ini.


"Tekanan rantai pasokan yang menyebabkan inflasi bersifat 'sementara' pada tahun 2022 mungkin akan kembali terjadi jika masalah di Laut Merah dan Samudera Hindia terus berlanjut," kata Larry Lindsey, kepala eksekutif firma penasihat ekonomi global Lindsey Group.


Di sisi lain, harga minyak juga berpotensi melonjak akibat ketegangan ini. Kepala penelitian minyak Goldman Sachs, Daan Struyven, mengatakan harga minyak dunia dapat melonjak 20% hingga 100% jika konflik ini meluas ke Selat Hormuz.


Diketahui, Selat Hormuz merupakan perairan sempit yang menghubungkan Laut Arab dan Teluk Persia. Jalur pelayaran ini juga merupakan pintu masuk bagi kapal-kapal Iran menuju Samudera Hindia dan ke arah Laut Merah.


"Laut Merah adalah jalur transit dan gangguan berkepanjangan di sana, harga minyak bisa tiga atau empat dolar lebih tinggi," pungkasnya dikutip Oil Price.


"Namun jika terjadi gangguan di Selat Hormuz selama sebulan, harga (minyak) akan naik sebesar 20% dan bahkan bisa berlipat ganda jika gangguan di sana berlangsung lebih lama," tambahnya.


×